Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Dialog Di PP . Hasan Jufri, Kritik Sekolah Formal

Dialog Di PP . Hasan Jufri, Kritik Sekolah Formal

Posted by Media Bawean on Senin, 26 Oktober 2009

Media Bawean, 26 Oktober 2009

Dr.KH.Abdul Muhith Fatah Di Ponpes Hasan Jufri Lebak

Peserta Dialog Di Ponpes Hasan Jufri Lebak

Di Pondok Pesantren Hasan Jufri Lebak Pulau Bawean, kemarin hari Sabtu (24/10) mengadakan kegiatan dialog dengan pembicara Dr.KH.Abdul Muhith Fatah (Pengasuh Pondok Pesantren Huffadz “Khalidin” Jakarta), beliau adalah pakar tasawuf dan syari’ah.

"Sekolah formal adalah konsep dan produk penjajah yang dipaksakan kepada semua daerah jajahannya termasuk Indonesia. Tujuan utamanya adalah menghapus sistem pesantren yang terbukti mampu menahan gempuran budaya mereka. Pesantren dipandang sukses menggelorakan semangat anti kolonialisme termasuk kolonolalisme budaya dan aqidah," kata Dr.KH.Abdul Muhith Fatah.

“Sayangnya saat ini sudah banyak pesantren yang lebih mementingkan sekolah formalnya dari pada istiqamah merawat kurikulum asli pesantrennya. Padahal pondok pesantren adalah sistem pendidikan ala Rasalullah SAW. pada saat di Madinah. Akibatnya kita lihat sendiri, negeri ini penuh dengan orang pinter tapi digunakan minteri orang lain”. ujarnya

Disamping menyoroti system pendidikan sekolah formal, Dr.KH.Abdul Muhith Fatah juga mengajak kita waspada terhadap propaganda Yahudi yang semakin hari semakin kentara bentuknya. Ada 10 agenda besar Yahudi untuk menghancurkan islam. Diantaranya adalah menghilangkan nilai islam dalam diri orang-orang yang beragama islam. “Anak kita sudah merasa bangga bila memakai rok mini dan kaos ketat. Jilbab yang anggun dan menutupi aurat dianggap kuno. Bahkan santri sudah malu memakai kopyah, padahal kopyah adalah untuk menjaga muru’ah bagi orang yang berilmu”, paparnya.

Pada forum tanya jawab peserta dialog menanyakan tentang kiprah wanita karir. Beliau menjawab “ Saat ini di Jepang, wanitanya yang berpendidikan tinggi lebih memilih mendidik sendiri putra-putrinya daripada diserahkan kepada orang lain. Mereka berpendapat bahwa menyiapkan kader yang handal membutuhkan sentuhan dan kedisiplinan dari seorang ibu. Tapi anehnya ibu-ibu kita malah bangga kalau disebut wanita karir. Kesetaraan gender adalah bagian dari propaganda yahudi internasional”. jelas Dr.KH.Abdul Muhith Fatah. (ma_hasanjufri@ymail.com)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean