Gresik - Penahanan lima tersangka kasus dugaan korupsi lapangan terbang Bawean di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik, Jawa Timur sudah prosedural (sesuai aturan hukum).
"Kami memutuskan menahan kelima tersangka karena sudah cukup bukti, kalaupun mereka mengajukan penangguhan penahanan, maka hal itu merupakan hak tersangka. Kami akan pertimbangkan," kata Kepala Kepolisian Resor (Polres) Gresik AKBP Rinto Djatmono di Gresik, Jumat.
Pengajuan penangguhan penahanan itu dilakukan Kepala Bagian Hukum Pemkab Gresik, Sutarmo. Alasannya, empat dari lima tersangka masih berstatus sebagai camat yang tenaganya masih dibutuhkan.
"Untuk itu, kami akan memberikan bantuan hukum dalam penanganan kasus ini, di antaranya pengajuan penangguhan penahanan. Suratnya sudah kami buat dan kami serahkan ke kepolisian pada hari ini (19/2)," katanya.
Setelah diperiksa selama 12 jam di ruang Unit III Polres Gresik sejak Kamis (18/2), lima tersangka dugaan korupsi pembebasan lahan lapangan terbang Bawean akhirnya ditahan.
Kelimanya adalah mantan Kabag Pemerintahan Umum, Toni Wahjoe Santoso; dan mantan Kasubag Agraria, Gatot Siswanto yang saat ini menjabat sebagai sebagai Camat Cerme.
Selain itu, Camat Tambak Sofyan; mantan Sekretaris Camat (Sekcam) Tambak, Joko, S., yang saat ini menjadi Sekcam Sangkapura; dan mantan Kepala Desa (Kades) Tanjongori, Danauri.
Dari lima tersangka yang menjalani pemeriksaan, hanya Danauri yang didampingi penasihat hukum, David Sinaga S.H., sedangkan Camat Tambak dan Camat Cerme didampingi staf dari Bagian Hukum Pemkab Gresik.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan lapter oleh Polres Gresik dilakukan sejak tahun 2007 yang ketika itu penyidik memeriksa 243 penggarap lahan yang diduga menerima ganti rugi tanaman itu.
Setelah diperiksa, hanya 101 penggarap yang menerima ganti rugi dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp109,1 juta.
Sementara itu, bukti surat perintah jalan (SPJ) yang dilaporkan ke Pemkab Gresik Rp569.901.335, termasuk biaya transportasi Rp8,6 juta, sehingga ada selisih Rp 460,8 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penanganan kasus itu, penyidik juga menemukan beberapa kejanggalan, di antaranya 19 saksi yang dilaporkan mendapatkan ganti rugi ternyata telah meninggal dunia sebelum proses ganti rugi dilakukan pada 2006 dan ada juga bocah berusia 8 tahun yang mendapatkan ganti rugi Rp2 juta.
Hasil audit Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim mencatat kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp474,8 juta dari anggaran APBD senilai Rp569.901.335 juta.
Kerugian versi BPKP itu lebih besar Rp14 juta dari estimasi perhitungan penyidik Unit Tipikor.
"Kami memutuskan menahan kelima tersangka karena sudah cukup bukti, kalaupun mereka mengajukan penangguhan penahanan, maka hal itu merupakan hak tersangka. Kami akan pertimbangkan," kata Kepala Kepolisian Resor (Polres) Gresik AKBP Rinto Djatmono di Gresik, Jumat.
Pengajuan penangguhan penahanan itu dilakukan Kepala Bagian Hukum Pemkab Gresik, Sutarmo. Alasannya, empat dari lima tersangka masih berstatus sebagai camat yang tenaganya masih dibutuhkan.
"Untuk itu, kami akan memberikan bantuan hukum dalam penanganan kasus ini, di antaranya pengajuan penangguhan penahanan. Suratnya sudah kami buat dan kami serahkan ke kepolisian pada hari ini (19/2)," katanya.
Setelah diperiksa selama 12 jam di ruang Unit III Polres Gresik sejak Kamis (18/2), lima tersangka dugaan korupsi pembebasan lahan lapangan terbang Bawean akhirnya ditahan.
Kelimanya adalah mantan Kabag Pemerintahan Umum, Toni Wahjoe Santoso; dan mantan Kasubag Agraria, Gatot Siswanto yang saat ini menjabat sebagai sebagai Camat Cerme.
Selain itu, Camat Tambak Sofyan; mantan Sekretaris Camat (Sekcam) Tambak, Joko, S., yang saat ini menjadi Sekcam Sangkapura; dan mantan Kepala Desa (Kades) Tanjongori, Danauri.
Dari lima tersangka yang menjalani pemeriksaan, hanya Danauri yang didampingi penasihat hukum, David Sinaga S.H., sedangkan Camat Tambak dan Camat Cerme didampingi staf dari Bagian Hukum Pemkab Gresik.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan lapter oleh Polres Gresik dilakukan sejak tahun 2007 yang ketika itu penyidik memeriksa 243 penggarap lahan yang diduga menerima ganti rugi tanaman itu.
Setelah diperiksa, hanya 101 penggarap yang menerima ganti rugi dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp109,1 juta.
Sementara itu, bukti surat perintah jalan (SPJ) yang dilaporkan ke Pemkab Gresik Rp569.901.335, termasuk biaya transportasi Rp8,6 juta, sehingga ada selisih Rp 460,8 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penanganan kasus itu, penyidik juga menemukan beberapa kejanggalan, di antaranya 19 saksi yang dilaporkan mendapatkan ganti rugi ternyata telah meninggal dunia sebelum proses ganti rugi dilakukan pada 2006 dan ada juga bocah berusia 8 tahun yang mendapatkan ganti rugi Rp2 juta.
Hasil audit Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim mencatat kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp474,8 juta dari anggaran APBD senilai Rp569.901.335 juta.
Kerugian versi BPKP itu lebih besar Rp14 juta dari estimasi perhitungan penyidik Unit Tipikor.
Posting Komentar