Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Pudarnya Sebuah Idealisme

Pudarnya Sebuah Idealisme

Posted by Media Bawean on Jumat, 01 April 2011

Media Bawean, 1 April 2011

Oleh : Hassan Luthfi

Nama adalah do’a, nama adalah harapan dan nama juga menunjukkan sebuah identitas. Dengan nama kita tahu bahwa Sitompul, Sinaga, Sinambela adalah orang-orang dari suku Batak, suku Bali dapat dikenali dari nama seperti I made, Putu, Ngurah, dll. sedangkan nama-nama seperti Soekarno, Soeharto, Susilo atau yang selalu berakhiran huruf O identik dengan suku Jawa. Setiap daerah selalu punya ciri khas dalam pemberian nama, ada juga yang dominan dengan agamanya seperti nama Simon, Lucas, Paulus, yang menandakan mereka adalah orang Kristen.

Orang Bawean sendiri yang mayoritas beragama Islam cenderung menggunakan nama-nama yang di ambil dalam Alquran atau yang berasal dari bahasa Arab seperti nama Muhammad, Abdullah, Yusuf, Muzammil, Zaqiyah, dan sebagainya.

Memberi nama anak dengan nama-nama indah dan Islami merupakan kado terindah orang tua bagi buah hatinya di awal-awal kehidupannya di dunia ini, untuk itulah Islam telah memberikan prinsip-prinsip penting dalam pemberian nama terhadap anak. Memberi nama anak dengan nama yang mengandung arti yang baik juga merupakan awal pendidikan baginya, sehingga anak akan tumbuh berkembang menjadi figur anak shaleh dan shaleha yang mampu merealisasikan keindahan akhlaq dalam perilakunya, seindah nama-nama yang disematkan orang tua kepada dirinya. Oleh karena itu warga Bawean yang notobene seratus persen beragama Islam sudah seharusnya untuk tetap menunjukkan jati diri sendiri dengan mempertahankan idealismenya, yakni selalu memilih nama-nama yang bernuansa Islami. Dalam Islam disunnahkan untuk bernama dengan nama-nama para nabi (berdasarkan hadits riwayat at- Tarmidzi), disunnahkan pula untuk menyertakan nama orang tuanya, karena kelak di hari kiamat seseorang akan dipanggil berdasarkan namanya dan nama orang tuanya. (berdasarkan hadits riwayat Abu Daud)

Dahulu tempat untuk meminta saran dalam memberi nama calon buah hati adalah para ke kyai, uztad, dan guru agama. Namun sekarang banyak diantara keluarga-keluarga muda di Bawean yang memberi nama anak-anaknya merujuk dari televisi, majalah dan film-film dengan nama yang berbau ke barat-baratan, ataupun nama-nama yang kedengaran gaul dan keren namun sama sekali tidak mengandung arti kebaikan di dalamnya. Untuk memberi kesan yang gaul dan keren sebenarnya tidak perlu meniru nama-nama dari orang non muslim, tapi dapat mengganti dengan panggilan yang lebih bagus. Misalnya nama Faturrahman, jangan lagi dipanggil Pathol, lebih keren kalau di dipanggil Fatur, nama Anindiya jangan lagi di panggil Yeye lebih gaul bila dipanggil Nindy, dan lain-lain. Disamping itu kita juga harus memulai mendidik diri kita sendiri untuk tidak terbawa kebiasaan negatif di masyarakat Bawean yang sering memberikan julukan yang aneh-aneh terhadap nama seseorang. Misalnya ada embel-embel nama (“maaf”) bhitak di belakang nama aslinya, ada yang memanggil si robot dan sebagainya. Seyogyanya apabila memanggil nama seseorang atau memberi nama pada seseorang haruslah sesuai dengan kaidah, karena panggilan adalah juga harapan, agar seseorang yang di panggil merasa diangkat derajatnya, bukan sebaliknya.

Agar idealisme tidak semakin pudar dan tetap merasa bangga dengan nama-nama yang bernuansa Islam, kita juga bisa dengan memperbanyak membaca literatut-literatur sejarah Islam, misalnya kisah tentang sahabat-sahabat Rasul seperti Ammar bin Yasir seorang tokoh penghuni syurga, kisah pahlawan-pahlawan muslim seperti jenderal Shalahuddin Al Ayyubi, kisah wanita sufi Rabiatul Adawiyah ataupun kisah-kisah wanita sholeha lainnya yang menjadi suri tauladan.

Dalam pemberian nama terhadap anak sebaiknya juga tidak hanya menggunakan satu nama (kata), tujuannya adalah agar memudahkan kita khususnya warga Bawean yang banyak bepergian keluar negeri seperti berhaji, berumrah, bekerja, belajar atau sekedar melancong untuk memperoleh visa. Mem-flashback ke hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud diatas, bahwasanya dianjurkan untuk menyertakan nama orang tua dalam memberi nama anak karena kelak di akhirat seseorang akan dipanggil berdasarkan namanya dan nama orang tuanya. Setali tiga uang dengan kehidupan di dunia sekarang ini yang mana petugas keimigrasian di luar negeri juga akan selalu bertanya tentang nama orang tua kita pada waktu pengurusan visa. Dengan demikian ada beberapa faedah yang bisa diperoleh bila menyertakan nama orang tua di belakang nama anak, yang pertama akan mendidik kita untuk tetap idealis dengan mengikuti sunnah Rasul, yang kedua secara tidak langsung akan mendidik anak agar selalu menjaga nama baik orang tuanya, dan yang ketiga akan mempermudah dalam urusan birokrasi ke luar negeri. 

Berbicara tentang nama, selalu akan teringat pada kata-kata William Shakespeare, seorang pujangga barat yang populer dengan ungkapan “Apalah arti sebuah Nama. ” Nama yang indah tanpa perilaku yang baik tentu tiadalah arti, maka berusahalah meninggalkan nama yang harum bagi generasi di belakang kita. Seperti pepatah mengatakan, “Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan Nama”. Jagalah nama kita dengan jejak rekam yang baik selama hidup di dunia, tuliskanlah gagasan dan kebijakan untuk dibagikan pada generasi selanjutnya, dengan demikian kita akan dikenang dalam keabadian…


Hassan Luthfi
Alumni Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif (MIM) II Sangkapura, murid teladan tahun 1987

SHARE :

2 comments

kemas saiful rizal 11 April 2011 pukul 10.36

Padena Kyai Timur Tengah mole menje, hehe...

Anonim 7 September 2011 pukul 14.18

Satu tulisan yang bagus, semoga kawan-kawan yang terlupa dapat ingat kembali bahwa kita ini orang bawean yang katanya 100% orang Islam. ya termasuk saya juga hehe he....

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean