Media Bawean, 7 Juni 2011
Oleh : Musyayana (Penasehat Media Bawean/ Aktivis NGO Di Surabaya)
Transportasi laut Gresik-Bawean selalu menyisahkan masalah. Ada beberapa asumsi yang melatarbelakngi kesemrawutan pelayanan transportasi laut yang berjarak 80 mill ini.Ketersediaan armada yang relatif tidak mampu meng-cover daya angkut penumpang, dan cuaca ekstrim yang melumpuhkan jalur penghubung satu-satunya antara pulau Bawean dengan Gresik daratan sementara pengambil kebijakan tidak cukup preventif menghadapi problem musiman ini. Realitas tersebut yang akhirnya berdampak pada sistem ticketing yang dinilai kurang efektif.
Perubahan sistem pembelian tiket kapal, dari sistem booking menjadi sistem antri faktanya tidak menyelesaikan masalah. Jika tujuan sistem ini untuk memberantas pencaloan tiket, bukannya sistem antri justru memberi peluang bagi calo untuk beraksi? Bisa saja mayoritas dari calon penumpang yang antri adalah calo, walau ada pembatasan jumlah pembelian tiket untuk setiap pengantri. Calo yang sudah mendapatkan tiket akan lebih mudah menemukan mangsa. Akhirnya calon penumpang yang terlanjur datang ke gresik, menuju pelabuhan dan berjejer mangantri tapi tidak dapat tiket akan membuat keputusan membeli tiket di calo dengan harga tinggi. Jika fakta ini yang terjadi, apa sistem antri masih dianggap sebagai solusi strategis untuk meminimalisir pencaloan tiket?
Ketidakefektifan sistem antri juga bisa dilihat dari kondisi psikis dan emosi calon penumpang. Yaitu sebuah kondisi akan kepastian statusnya, calon penumpang atau penumpang? Sedangkan mereka belum ada kepastian mendapatkan tiket atau tidak.Penjualan tiket di loket pelabuhan yang dibuka jam 06.00 pagi sampai kapal akan berangkat (jam 09.00) menjadi embrio permasalahan ketidakjelasan status penumpang. Tertib dan panjangnya antrian calon penumpang yang mengantri tiket tidak menjadi entry point dari sistem ticketing yang baru ini. Jika calon menumpang mulai datang ke pelabuhan dan berjejer di depan loket sejak jam 4 pagi tapi tidak mendapatkan tiket,apakah itu realitas dari efektivitas sistem ini?
Bukan hanya penumpang, pihak pengusaha kapal juga butuh kepastian akan bisnisnya. Yaitu butuh kepastian berapa jumlah penumpang yang akan berangkat hari ini. Dengan sistem antri, pihak manejemen kapal baru mengetahui jumlah penumpang pada detik-detik keberangkatan kapal padahal mereka harus membuat asumsi-asumsi lonjakan penumpang dan solusinya dan asumsi-asumsi margin keuntungan bisnisnys. Misal; hari ini jumlah penumpang yang booking tiket full. Maka pihak manejemen membuat asumsi bahwa jumlah penumpang untuk keberangkatan hari berikutnya akan melonjak, sehingga pihak manejemen kapal bisa dengan segera mengusulkan penambahan jadwal keberangkatan.
"Sistem penjualan tiket yang baru ini murni kebijakan dari Dinas Perhubungan, kami hanya menjalankan saja" ujar salah satu pegawai Express Bahari ketika saya menghubunginya via telp.
Kesemrawutan kondisi di lapangan, menjadi bukti kongkrit kalau sistem baru yang digulirkan oleh Dinas Perhubungan Gresik masih mentah! Tujuan sistem ini mungkin sudah bagus, yaitu meminimalisir pencaloan tiket. Tapi operasional dan realitas di lapangan masih jauh dari ideal dan terkesan asal-asalan. Kalau sekelas Dinas Perhubungan hanya bisa membuat kebijakan dan mengawal kasus transportasi laut Gresik-Bawean dengan solusi-solusi yang sebenarnya bukan solustif, lalu apa yang bisa lakukan oleh Ketua DPRD Gresik yang representatif warga Bawean? Apa cukup dengan berkomentar "kesal" tapi tidak ada tawaran solusi yang kongkrit. Kalau tawarannya adalah harus dimusyawarahkan lagi, saya pikir itu sudah jadi tradisi prilaku khas politisi supaya bisa membangun ruang-ruang renegosiasi.
Jika Dinas Perhubungan Gresik masih bersikeras melanjutkan sistem ini, harusnya mulai melakukan pembenahan dari kondisi riil selama pemberlakuan sistem antri. Misal, Pertama: menambah loket antrian, yang semula hanya dua. Penambahan loket ini bersifat insidensial. Kedua, Penjulan tiket tidak dilakukan dihari yang sama keberangkatan. Maksudnya, tiket untuk keberangkatan besok sudah harus dijual pada H-1 keberangkatan. Ketiga, pembatasan jumlah tiket untuk tiap pengantri dan harus menunjukkan kartu identitas.
Apapun tawaran solusi dan kebijakan harus mengedepankan unsur efektivitas dan studi kelayakan, termasuk kebijakan sistem pembelian tiket kapal harus antri di loket pelabuhan.
Posting Komentar