Media Bawean, 14 Oktober 2012
Oleh: Kemas Saiful Rizal
(Kontributor Media Bawean,
Bekerja di Bappeda Kab. Gresik)
Pada tulisan kedua ini, saya ingin bercerita tentang Universitas Trunojoyo Madura (UTM), tempat saya mengikuti Diklat Green Economy, hasil kerjasama Bappenas bersama Fakultas Ekonomi UTM.
Universitas Trunojoyo buat saya tidak terlalu dikenal. Setahu saya Universitas Trunojoyo ini baru beberapa tahun belakangan ini saja terdaftar sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sedangkan dimasa saya akan memasuki jenjang kuliah sekitar 17 tahun lalu, nama Universitas Trunojoyo belum masuk dalam daftar pilihan di UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Praktis saya tidak terlalu memperhatikan keberadan Universitas Trunojoyo ini.
Baru kemudian setelah saya mendapat tugas mengikuti Diklat Green Economy oleh Bappenas tanggal 8-19 Oktober 2012 di Universitas ini, saya jadi tertarik mengenalnya lebih dekat. Universitas Trunojoyo selama ini dibenak saya selalu disingkat dengan Unijoyo, ternyata setelah berada di kampus yang sesungguhnya, singkatan yang benar ternyata UTM (Universitas Trunojoyo Madura). UTM bagi saya mengingatkan pada nama sebuah universitas di Malaysia, yaitu Universiti Teknologi Malaysia. Tak apalah mudah-mudahan kualitasnya sebaik universitas di negeri tetangga itu.
UTM pada awalnya adalah universitas swasta yang bernama Universitas Bangkalan (Unibang) yang didirikan tahun 1981 oleh Yayasan Pendidikan Kyai Lemah Duwur. Kemudian diresmikan menjadi Universitas Negeri oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tanggal 23 Juli 2001. Hal ini sejalan dengan keinginan dan cita-cita masyarakat Madura agar di Pulau Madura ada perguruan tinggi negeri. UTM sendiri adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ke-7 di Jawa Timur.
Saya tidak mendapat keterangan soal berapa jumlah keseluruhan mahasiswa UTM saat ini, hanya saja, mahasiswa baru angkatan 2012 sebanyak 2.383 yang terbagi dalam 5 fakultas, yaitu Fakultas Teknik, Pertanian, Hukum, Ekonomi, dan FISIB. Separoh dari mahasiswa tersebut berasal dari luar Madura, terutama dar Jawa, sebagian kecil dari Sumatera dan Indonesia Timur. Sedang separohnya adalah mahasiswa asli Madura.
Mengenai dosen, menurut informasi yang saya dapat dari Pak Suyono, dosen Fakultas Ekonomi sekaligus fasilitator Diklat Green Economy, sebanyak 80 persen berasal dari Jawa, sisanya asli Madura. Sebaliknya, untuk posisi staf 80 persen dari Madura, sisanya berasal dari Jawa. Saat ini ada 3 Orang Profesor di UTM, 2 berasal dari Jawa, yang 1 lagi asli Madura. Sedangkan yang bergelar Doktor maupun kandidat Doktor cukup banyak.
Yang sangat mencolok dari UTM saat ini adalah pembangunan fisik yang luar biasa. Kantor Pusat yang saat ini hanya 2 lantai, sebentar lagi akan menempati gedung baru yang terdiri 10 lantai. Bangunannya sudah hampir 100 persen selesai. Demikian juga asrama mahasiswa yang di bangun 5 blok, masing-masing blok terdiri dari 45 kamar yang bisa menampung 300 mahasiswa, sehingga 5 blok itu bisa menampung 1.500 mahasiswa baru. Sementara ini baru 2 blok yang telah selesai dan ditempati. Belum lagi gedung kuliah bersama yang bangunannya super jumbo. Ada juga gedung Cakra, gedung 5 lantai sebagai gedung serba guna yang biasa dipakai sebagai tempat wisuda, konser dan kegiatan lainnya.
Dengan melihat dan belajar dari UTM ini, mudah-mudahan bisa membangkitkan semangat kita, bahwa ditempat seperti Madura saja bisa dibangun pusat-pusat keunggulan untuk masa depan. Semoga Perguruan Tinggi di Gresik juga di Bawean bisa pula menjadi pusat-pusat keunggulan. Bangunan fisik memang bukan ukuran, tapi manusianya yang paling menentukan. (Bersambung, insya Allah)