Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mengagas Gerakan Peduli
Terhadap Pesona Wisata Alam Bawean

Mengagas Gerakan Peduli
Terhadap Pesona Wisata Alam Bawean

Posted by Media Bawean on Minggu, 18 Agustus 2013

Media Bawean, 17 April 2013

JUARA I
Lomba Menulis Opini Dan Artikel 
Kategori Umum 

Nama Penulis : Jamaluddin, S.Si, M.Pd.I
Pekerjaan : Pelaku Pendidikan di Bawean
Alamat : Dusun Sungaitirta, Desa Sungairujing

Gerakan penyampaian informasi dan komunikasi tentang potensi wisata di Pulau Bawean sepertinya tidak pernah berhenti dan terus gencar dipublikasikan lewat berbagai media dan sarana. Dulu pernah santer didengar jika di Indonesia nanti akan dibangun tiga sentral jalur wisata utama, yang dikenal dengan sebutan jalur 3 B, yaitu Batam - Bali - Bawean. Jika pembangunan bandara pesawat terbang di Pulau Bawean selesai dan mulai beroperasi, ditambah lagi sarana jalur laut sudah mumpuni dan nyaman, sepertinya bukan hal yang mustahil jika sebutan jalur 3 B akan terealisasi, dan Pulau Bawean akan menjadi kunjungan wisata kedua setelah Bali bahkan bisa saja karena kealamiahannya menjadi yang pertama.

Tidak bisa dihindari lagi jika Pulau Bawean ke depan akan menjadi sentral wisata di Propinsi Jawa Timur, hanya tinggal menunggu waktu saja. Jika infrastruktur jalur udara dan jalur laut sudah sangat memadai dan mudah terjangkau, maka sudah pasti secara resmi Pulau Bawean akan jadi icon utama wisata di Jawa Timur. Persoalannya, apakah mental masyarakat Bawean sudah siap menerima jika Bawean akan menjadi pulau parawisata?. Jika pertanyaan tersebut diperdebatkan dan didiskusikan dalam forum apapun tidak akan pernah ditemukan titik temunya dan jawaban yang seragam, karena akan tetap pro dan kontra dalam menyikapinya. Tapi harus disadari bagi setiap tingkatan elemen masyarakat Bawean bahwa jika Bawean ke depan tidak bisa dihindari lagi jika akan menjadi pulau yang banyak dikunjungi banyak wisatawan. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana para stakeholder, tokoh-tokoh masyarakat dan berbagai elemen dan komponen untuk bahu-membahu menata mental masyarakat, biar seiring bergulirnya waktu resmi Bawean jadi pulau wisata, maka mental masyarakat sudah siap menjunjung tinggi status wisata Bawean.

Dalam kesempatan ini, penulis akan menggagas dari satu sudut pandang menyentuh sisi mental masyarakat untuk membudayakan dalam memelihara atau melestarikan potensi alam Pulau Bawean. Sudah sangat banyak yang mempromosikan bahkan menyaksikan langsung jika wisata alam Bawean masih perawan alias alamiah, artinya keindahan alam Bawean terbentuk secara alamiah tanpa direkayasa dan sengaja dibentuk oleh manusia. Tapi bagi orang yang mengerti lingkungan dan ahli tata ruang, mereka dapat mengatakan bahwa potensi alam Bawean sudah tidak perawan lagi, karena telah terlukai oleh tangan-tangan yang tanpa sengaja dan sadar telah merusak dan mencemari potensi wisata tersebut. Berikut akan penulis berikan diskripsi kerusakan alam Bawean, kemudian akibat dan solusinya agar menjadi lestari yang berimbas pada keindahan yang abadi.

Pertama, dulu pulau Bawean sangat terkenal dengan kualitas kayu jatinya, bahkan ada yang mengatakan termasuk pohon jati endemik. Akibat sebagian ulah tangan yang tidak bertanggung jawab, maka maraklah pencurian pohon jati tersebut, terjadilah banyak lahan yang gundul dan menjadi lahan tidur yang tandus, kekurangan air, dan menjadi gersang. Tidak hanya itu, ulah orang berduit yang berprofesi sebagai pengusaha kayu, mereka membabi buta menebang pohon sembarangan tanpa melakukan tebang pilih. Tidak heranlah jika beberapa tahun terakhir ini selalu terjadi banjir bandeng tiba-tiba. Memang belumlah terlambat diadakan reboisasi, tapi perlu berapa tahun untuk mengembalikan potensi hutan Bawean seperti sebelumnya. Coba lihatlah saat musim kemarau, tangan kita akan mengusap dada simbol mengusap air mata bathin melihat sungai-sungai pada menganga menangis kering tak berair. Haruskah ini terulang kembali ke depan. Bisa saja akan tetap akan terulang kembali, karena reboisasi yang dilakukan mereka bukan tujuan untuk merindangkan alam, tapi semacam menanam asset, yang jika sudah waktunya panen, mereka akan tebang kembali, maka Bawean akan menjadi gundul dan hawa panas akan dirasakan kembali. Perlu pendekatan persuasif dengan mengadakan sosialisasi penyadaran dan memperketat aturan ijin penebangan pohon agar ke depan kejadian yang lalu tidak terulang lagi.

Kedua, pernah digalinya batu onik secara besar-besaran untuk dijadikan batu marmer untuk kelengkapan bangunan rumah, sovner, dan berbagai jenis asesoris rumah tangga lainnya. Penggalian besar-besaran batu beku di lereng-lereng gunung untuk dua mega proyek dermaga Bawean, batu pondasi rumah dan batu kerikil coran. Kelihatan jelas jika banyak pegunungan di Bawean yang gundul karena ditambang batunya, seperti yang terjadi di Pulau Selayar, Gunung Tajung, dan Gunung-gunung lainnya. Penggalian besar-besaran terumbu karang untuk mega proyek jembatan penghubung Bawean ke Pulau Gili Barat telah memporakporandakan tatanan taman laut Bawean. Kelihatan betul jika prilaku tersebut telah banyak merusak lingkungan. Imbas yang sangat dirasakan sekali oleh kebanyakan masyarakat Bawean dari penggalian batu beku dan batu onik adalah rusaknya habitat monyet, yang akhirnya berpindah ke hutan dan ladang-ladang warga. Warga Bawean banyak yang enggan untuk berkebun ubi kayu, pisang dan buah-buahan lainnya karena sudah rusak dulu sebelum panen karena habis diluluhlantakkan oleh populasi monyet tersebut, dan banyak juga warga yang sudah merasa malas mengelola home industry gula aren, karena ‘bumbung’ niranya terkadang tidak berisi habis diminum monyet hutan.

Hasil penelitian dari kajian studi taksonomi tumbuhan di pulau Bawean, ada yang menyebutkan jika jenis pohon pisang ada sebanyak 35 kultivar pisang dan jenis pohon mangga sebanyak 51 kultivar mangga dan pohon buah merah sebanyak 7 kultivar buah merah, belum lagi pohon-pohon potensial Bawean lainnya yang punya nilai jual seperti sukun, durian, rambutan dan lainnya. Jika kemudian warga pada malas berkebun dan hanya membudidayakannya di lahan-lahan pekarangan rumah saja, tidaklah mungkin jika semuanya lambat laun akan terjadi pengikisan plasma nutfah tumbuhan tersebut, padahal tumbuhan-tumbuhan tersebut sangat potensi menjadi kebanggaan Bawean, karena dapat dijadikan wisata kuliner khas Bawean.

Dulu nelayan Bawean tidak perlu jauh-jauh ke tengah laut untuk sekedar cari lauk pauk untuk makan sehari-hari, cukup di sekitar pantai saja sudah melimpah mencari berbagai jenis ikan laut, tapi saat ini betapa sulitnya setelah terumbu karang tersebut pada dirusak oleh tangan-tangan orang yang tidak paham tentang arti pentingnya keberadaan terumbu karang sebagai taman laut. Haruskah kejadian ini akan terulang kembali ke depan?. Mari semua masyarakat Bawean untuk berintropeksi diri dan sama-sama untuk saling menasehati tentang kekeliruan yang terjadi masa lalu agar tidak terulang lagi untuk masa yang akan datang.

Ketiga, masih maraknya pencurian penambangan pasir laut, terutama pasir putih di Pulau Noko. Jika dibiarkan terus pencurian ini berkelanjutan, bukanlah hal yang mustahil jika ke depan asset wisata Pulau Noko akan tenggelam. Memang petugas KSDA dan Dinas Parawisata Bawean sudah melakukan pelarangan, tetapi kurangnya penjagaan dan pengawasan terutama pada sore dan malam hari, menyebabkan leluasanya tangan-tangan nakal untuk memantapkan usaha pertambangan pasir tersebut. Pengusaha pertambangan pasir sudah harus mampu menganalisis dampak negatif terhadap penambangan yang semena-mena dan sudah harus merencanakan dan membuat peta daerah-daerah mana saja yang dapat untuk digali dan harus melaporkannya kepada petugas KSDA, biar ke depan terjadi keseimbangan ekosistem pantai di Bawean.

Keempat, perburuan liar yang tersembunyi. Ayam hutan Bawean dan berbagai jenis burung yang merupakan hewan endemik sudah banyak yang punah, dulu begitu indah dan lestarinya alam Bawean. Saat pagi hari menghirup udara yang segar pasti mendengar suara burung yang beraneka ragam pada berkicau dan ayam hutan berkokok saling saut menyahut. Saat ini yang ada hanya suara bising sepeda motor yang pada sibuk mengantar tuannya untuk memenuhi hajat yang ingin diraihnya. Semuanya tinggal kenangan, ayam hutan, burung kek-kek, burung jambu-jambu kiping dan masih banyak burung yang lainnya, belumlah asing suaranya kita dengar, dan mau dikembalikan seperti apa dan bagaimana saat ini?, semuanya sudah terlanjur punah. Kita perlu sedikit bangga, karena masih ada hewan endemik lain yang masih tetap eksis di Pulau Bawean, yaitu Rusa bawean. Itupun karena ada tenaga relawan yang peduli untuk melakukan penangkaran. Untuk terus melestarikan rusa tersebut, perlu banyak tenaga relawan yang harus siap menjadi pahlawan dalam berjuang melakukan gerakan penangkaran rusa di berbagai tempat di Pulau Bawean.

Kelima, Rusaknya pantai di berbagai titik di Pulau Bawean. Hampir semua pantai dekat muara sungai sudah kumuh untuk dipandang dan berbau tidak sedap. Jika ditelusuri penyebabnya adalah kecerobohan warga Bawean dalam membuang sampah. Sepertinya status budaya religius yang disandang masyarakat Bawean tidaklah berkorelasi dengan budaya hidup bersih. Tidak adanya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di RT/RW/Dusun telah membiasakan warga membuang sampah ke sungai. Semua sungai di Bawean dijadikan TPS, kemudian saat musim hujan, sampah-sampah tersebut hanyut dan menumpuk berantakan sepanjang pantai dekat muara. Sungai sebagai TPS telah melumpuhkan fungsi sungai, seharusnya sungai dapat dijadikan multi fungsi, sebagai tempat mencuci/ mandi, ekosistem kehidupan ikan air tawar dan sumber irigasi sawah. Kini sudah tercemar sampah, sudah sangat sulit ditemukan ikan lele, mujair, udang dan lain-lainnya. Sungai sudah terkesan berantakan tidak terawat. Haruskah ke depan akan membiarkan terus seperti ini ?. Harus ada tindakan preventif dari pemerintahan desa berupa larangan membuang sampah sembarangan dan pembuatan TPS, dan tindakan persuasif berupa penerapan peraturan (perdes) yang mengatur larangan membuang sampah ke sungai. Efek membuang sampah ke sungai tidak hanya mencemari sungai dan berimbas pada pencemaran pantai, tapi akibat pencemaran sampah masuk ke dalam perairan pantai juga telah terjadi pengikisan kehidupan ekosistem pantai. Saat ini yang terjadi adalah sudah langkah ditemukan pelaku nelayan pantai. Dulu ada perilaku nelayan khas pantai, yaitu nelayan pencari rajungan, ikan pantai, udang dan lain sebagainya.

Sebenarnya masih banyak yang dapat gali dari kerusakan alam yang terjadi di Pulau Bawean seperti akibat dari reklamasi pantai, pengurukan tanah lereng-lereng gunung, penggalian batu kapur, dan lain-lain. Diskripsi kerusakan pesona alam Bawean yang diungkap ini hanyalah sekelumit agar dapat dijadikan bahan untuk berintropeksi dalam mengelola Bawean sebagai Pulau Wisata. Karena bawean sudah tidak bisa dihindari lagi untuk menjadi pulau wisata, maka ke depan sudah harus menjadi tanggung jawab kita semua untuk melestarikan pesona alam Bawean. Warga harus disiplin dan tertib membuang sampah pada tempatnya, kometmen menjaga kebersihan, dan harus sudah mulai dipikirkan untuk mengelola sampah agar benilai guna. Berbagai pihak sudah harus saling berkoordinasi untuk sama-sama menjaga dan memelihara keindahan alam Bawean. Pendidikan formal di Bawean sudah harus memasukkan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang berisikan materi berorientasi pelestarian alam Bawean. Pendidikan informal dan nonformal juga tidak boleh meninggalkan anjuran dan ajakan untuk membudayakan cinta bersih dan cinta kepada sesamanya termasuk alam. Biar alam bersahabat dan memberikan keberkahan, warga Bawean berkewajiban untuk ramah dan santun kepada alam dengan cara selalu menjaga, memelihara dan melestarikannya. Lahan-lahan yang masih kelihatan gundul, mari secara bersama untuk bauh membahu melakukan reboisasi. Semoga Baweanku tetap lestari, indah dan nyaman untuk semuanya.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean