Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Pesona Bawean, Warisan Negeri

Pesona Bawean, Warisan Negeri

Posted by Media Bawean on Minggu, 18 Agustus 2013

Media Bawean, 11 Mei 2013 

JUARA II
Lomba Menulis Opini Dan Artikel 
Kategori Umum 

Nama Lengkap : Lidwina Widayati
Pendidikan : Mahasiswi Universitas Sanata Dharma 

Pekerjaan : Mahasiswi, Freelancer, Translator 
Alamat Lengkap Penulis : Jl. Affandi, Gg. Pertolongan II no 2, Yogyakarta-55281

Sejak zaman nenek moyang Indonesia dikenal dengan kekayaan alam dan sumber dayanya. Segala penjuru dunia pun mengakui sehingga bukan suatu hal yang mengherankan jika sedari dulu Indonesia selalu diperebutkan. Gelar zamrud khatulistiwa pun ia sandang sebagai wujud apresiasi dunia atas kontribusinya. Bentang alamnya yang terdiri dari pulau-pulau dan kumpulan kepulauan menjadi daya tarik tersendiri bagaimana eksotisnya bumi pertiwi. Jadi, sudah layak dan sepantasnya jika kekayaan hayati ini dimanfaatkan dan diolah pemerintah sebagai objek wisata demi meningkatkan devisa.

Selain objek-objek wisata yang santer terdengar memberikan pemasukan devisa negara di antaranya Taman Laut Bunaken di Sulawesi, Raja Ampat dan Danau Sentani di Papua, Sumbawa dan Lombok di NTB, Natuna di Riau, Borneo di Kalimantan, Tanah Lot di Bali dan Pulau Samosir di Sumatera Barat, Pulau Jawa juga memiliki objek wisata yang tak kalah handal yaitu Pulau Bawean (dalam bahasa Sansekerta artinya “ada sinar matahari”). Pulau ini terdiri dari 2 kecamatan yakni Tambak dan Sangkapura, letaknya sekitar 80 mil atau 120 km sebelah utara Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Untuk mencapai tempat ini, dapat kita tempuh melalui perjalanan laut; berangkat dari pelabuhan terdekat yang ada di Gresik, kurang lebih sekitar 4 jam perjalanan. Objek wisata yang dapat dieksplor di pulau ini juga beragam meliputi:

1. Pantai
Karena Bawean merupakan pulau kecil, maka kita akan selalu menemukan pesisir pantai seperti Labuhan dan Mayangkara yang terletak di lapangan pesawat desa Tanjungori.

2. Air terjun
Letak geografis Bawean yang dikelilingi pegunungan juga melahirkan air terjun indah di kawasan Kecamatan Tambak dan Sangkapura, masing-masing dengan nama yang sama yaitu Grujukan. Ada juga Air Terjun Kuduk-Kuduk dan Air Terjun Talomon.

3. Perbukitan
Ada perbukitan yang indah di Dusun Panyal Pangan. Cocok bagi pecinta tracking. Keindahan topografi alamnya menciptakan daratan pegunungan dengan hutan tropis yang cukup lebat dihiasi rimbunan pepohonan tua.

4. Danau
Pesona Danau Kastoba di Bawean juga menenangkan hati dan jiwa, terletak di Tanjungori. Jalan menuju ke sana lumayan menanjak, tapi tak akan pernah dibuat menyesal olehnya karena mata kita akan disuguhkan pemandangan yang tak akan pernah ada di ibukota.

5. Sungai
Sungai-sungai di Bawean juga relatif banyak dan kebanyakan tak bernama. 6. Hutan Bakau (Mangrove) Bawean juga terkenal dengan hutan bakau yang sengaja dibiarkan tumbuh liar, masih perawan dan belum terjamah.

7. Kepulauan kecil
Pulau Gili dan Pulau Noko termasuk mutiara Pulau Bawean. Pulau Gili berpenghuni sedangkan Pulau Noko tidak. Pulau Gili terkenal dengan pemandangan lautnya yang indah sedangkan Pulau Noko terkenal dengan pemandangan alamnya. Dari dusun Pamona, Pulau Gili dapat dicapai dengan menumpang ataupun menyewa perahu kelotok penduduk yang hendak berbelanja ke pasar Bawean. Pulau ini menawarkan keindahan terumbu karang, aneka ikan warna-warni, sunrise serta sunset. Pulau Noko itu sendiri letaknya 100-200 meter sebelah timur Pulau Gili. Ketika senja tiba dan air laut surut, kedua pulau ini menyatu dan mata kita akan disuguhkan pada panaroma bentang pasir putih panjang. Ada juga Pulau Selayar jika ingin menikmati pulau perbukitan dengan latar belakang laut yang memukau.

8. Air Panas
Objek wisata air panas di Bawean terletak di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura. Objek wisata ini selalu ramai dipadati pengunjung, baik mereka yang ingin mandi dan merefleksikan tubuh maupun mereka yang hanya ingin mencuci muka.

9. Penangkaran Rusa – Beto Gebang
Cagar alam yang ditetapkan oleh pemerintah seluas 7,25 km² mencakup flora dan fauna endemik hutan primer menjadikan Bawean terkenal dengan penangkaran rusanya dengan luas wilayah sekitar 4 ha. Letak penangkaran rusa ini di Kecamatan Sangkapura, di kaki Gunung Gadun. Terdapat 4 jenis rusa asli Indonesia seperti rusa Timur, rusa Sambar, rusa Bawean dan kijang yang mendominasi cagar alam ini. Awalnya hanya terdapat sepasang koleksi rusa, lalu seiring berjalannya waktu mereka menjadi puluhan. Semuanya dibiarkan hidup liar dan tak sembarang pengunjung boleh memberi mereka makan.

10. Makam Waliyah Zainab
Objek wisata religi ini terletak di Desa Diponggo merupakan makam yang paling ramai dikunjungi. Makam ini terletak di belakang Masjid Diponggo. Waliyah Zainab itu sendiri adalah puteri seorang pembesar Kota Surabaya keturunan Majapahit. Selain meninggalkan bangunan masjid, Waliyah Siti Zainab juga meninggalkan benda-benda bersejarah lainnya, yaitu kendi, keris, dua buah tombak, cawan besar dari besi, piring keramik kuno dari Dinasti Ming dan Tsing, entong, batok kelapa besar, sendok dll. Peninggalan-peninggalan sejarah ini masih tersimpan rapi di sebuah ruangan belakang makam.

11. Rumah Makan Terapung
Rumah makan ini juga terletak di Desa Diponggo, menyajikan beragam jenis masakan khas Bawean. Daya tarik rumah makan ini adalah letaknya yang terapung di atas permukaan air laut.

12. Terumbu Karang
Salah satu kekayaan hayati alam bahari adalah ekosistem terumbu karang yang menjadi tempat hidup para spesies ikan. Untuk menikmati snorkling, kita disarankan membawa perlengkapan sendiri karena minimnya tempat penyewaan peralatan selam di sini. Kinglopster, ikan tiger dan kerapu pun jadi teman perjalanan menyelam Pulau Bawean. Tak hanya keeksotisan alamnya yang luar biasa, Bawean juga menawarkan pesona budaya yang begitu lekat dengan tradisi dan kebiasaan. Masyarakat Bawean yang termasuk keturunan Boyan awalnya menggunakan bahasa Bawean. Namun, karena adanya perkawinan campuran menjadikan tradisi Bawean mirip dengan budaya Melayu, Jawa dan Madura. Bahkan tradisi Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi juga ikut terserap sebagai bentuk budaya. Selain itu, letak geografis Bawean yang berada di persimpangan membuka peluang bagi nelayan di masa lampau untuk singgah atau menetap di Bawean. Hasil interaksi dari masyarakat dengan asal-usul yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bentuk-bentuk budaya penduduk Bawean. Sebut saja dalam hal seni musik yang dendang lagunya menyerupai musik Melayu, juga adapula kesenian kercengan, mandailing dan pencak silat.

Ada dua kebiasaan menarik di Bawean yang berlangsung dari dulu hingga sekarang. Pertama, banyak pria keturunan Boyan (artinya sopir atau tukang kebun) bekerja di Malaysia dan Singapura. Mereka mengadu nasib di negeri orang agar dapat membangun rumah dan membeli sebuah kapal di kampung halaman. Kedua, mereka menjunjung tinggi local wisdom profesi mereka sebagai nelayan. Sekalipun mereka mampu membeli peralatan canggih untuk menangkap ikan, mereka memilih untuk tidak melakukannya. Masa depan dan keberlangsungan hidup anak cucu merekalah alasan mengapa mereka lebih memilih menangkap ikan dengan cara yang sederhana. Mulia, bukan?

Sisi lain yang dapat kita ekplorasi di Pulau Bawean adalah kearifan penduduk lokal dalam menyambut para wisatawan dan penduduk luar. Berkunjung di Pulau Bawean, lidah kita akan disuguhi dengan olahan ikan seperti pentol, beberapa kerupuk, hingga posot-posot sebagai kerupuk ikan khas Bawean. Sebagai hidangan penutup, masyarakat Bawean biasanya menyuguhkan kobuk-kobuk sebagai pelepas dahaga. Kobuk-kobuk itu sendiri merupakan minuman khas yang berbahan baku buah kelapa muda.

Sadar akan potensi Bawean yang begitu kaya dengan ekosistem dan budaya, target rencana pembangunan di bawah pemerintahan Wakil Bupati Gresik seperti pembangunan jalan lingkar Bawean, rumah sakit tipe D di Sangkapura, Puskesmas di Tambak, pembangunan lapangan terbang di Tanjungori dan pembangunan dermaga menuju Pulau Gili diharapkan dapat dijalankan secepat mungkin. Dengan begitu, keluhan-keluhan wisatawan seputar sarana, prasarana dan akomodasi dapat terselesaikan. Masalah sampah di pulau Noko juga patut diperhatikan karena menganggu dan merusak keindahan. Penyediaan tempat pembuangan sampah sementara ataupun akhir wajib segera direalisasikan. Lebih bagus lagi jika masyarakat dilatih dalam mendaur ulang dan mengolah sampah guna menghasilkan barang yang mempunyai daya jual sebagai wujud usaha mandiri. Di samping itu, keluhan atas pendapatan nelayan Bawean yang berkurang karena kedatangan kapal-kapal besar yang mengeruk ikan-ikan juga tak dapat disepelekan. Penambangan pasir liar di sekitar Kecamatan Tambak juga patut disorot dan dipantau.

Kita dapat belajar dari negeri seberang bagaimana mereka mengelola Sipadan dan Ligitan. Seperti laporan Metro TV oleh jurnalis Prita Laura yang mengatakan bahwa di tengah godaan untuk meraup keuntungan maksimal dari banyaknya wisatawan, pemerintah Malaysia justru membatasi jumlah wisatawan yang boleh masuk Sipadan yakni 120 orang per hari, dari sebelumnya 800 orang per hari. Pemerintah Malaysia juga menerapkan batasan-batasan yang tegas bagi para penyelam untuk tidak menyentuh koral dan binatang serta melakukan aktivitas lain yang dapat merusak kualitas lingkungan. Aturan-aturan itu mereka pampang di papan-papan pengumuman. Pelanggaran atas aturan tersebut berupa sanksi larangan menyelam. Selain itu, pemerintah Malaysia juga menetapkan larangan memancing di Laut Sipadan. Jika melanggar area larangan memancing, petugas jaga tak akan segan-segan untuk mengejar dan menangkap. Sanksi denda dan kurungan penjara pun siap menanti.

Dibandingkan dengan negeri kita, Malaysia memang tidak memiliki peraturan lengkap dan bagus. Namun, Malaysia menjalankan penegakan aturan yang kuat dan tegas. Dampak dari konsistensi atas komitmen tersebut menempatkan Travel and Tourism Competitiveness Index Malaysia menduduki urutan ke-35 dari 139 negara pada tahun 2011 dan ke-34 dari 140 negara di tahun ini. Sementara kita tertinggal jauh di urutan ke-74 untuk tahun 2011 dan ke-70 di tahun 2013 (berdasarkan Global Competitiveness Index yang dikeluarkan World Economic Forum). Oleh karena tindakan tegas itulah Sipadan dan Ligitan saat ini mampu memberikan sumbangsih terbesar dalam pemasukan devisa Malaysia. Tanah air harus belajar dari Malaysia. Pulau-pulau kita jauh lebih banyak dan lebih indah, seharusnya kita mampu untuk lebih maju. Dalam hal ini, pemerintah diharapkan bijaksana dalam mengambil keputusan dan kebijakan guna kesejahteraan bersama, tentunya dengan melibatkan kerjasama masyarakat setempat.

Dengan menjaga hubungan baik dengan masyarakat, dengan sendirinya langkah strategis pengembangan wisata daerah dapat berjalan optimal. Pengadaan survey dan pengidentifikasi objek wisata sebagai data statistik akan berjalan dengan mudah. Selanjutnya, data tersebut dapat diolah dan disusun sedemikian rupa menjadi proposal yang dapat ditawarkan kepada investor. Dengan memiliki data rinci dan terstruktur, pemerintah juga dapat menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dan instansi terkait infrastruktur, misalnya PT. Semen Gresik guna pembangunan jalan.

Hal pokok lainnya yang wajib dipertimbangkan dalam meningkatkan potensi wisata adalah “Branded”. Desa atau daerah yang mampu menciptakan sebuah “Branded” akan menimbulkan kecintaan diri dan rasa bangga pada daerahnya sendiri yang kemudian akan tersebar luas ke seluruh penjuru negeri. Misalnya “Cane Branded”, “Desa Gula” atau “Cane Island” di kota A. Branding image “Desa Gula” akan menimbulkan rasa bangga penduduk kota A yang kemudian tersebar luas ke segala penjuru dari mulut ke mulut. Kondisi ini menciptakan ketertarikan bagi para wisatawan baik itu wisatawan lokal, domestik hingga mancanegara yang ingin tahu lebih dalam proses pembuatan gula maupun sejarah gula di kota A. Perkembangan inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan objek pariwisata daerah. Kesempatan untuk mendapat investor pun akan terbuka dengan sendirinya. Pulau Bawean itu sendiri memiliki beragam potensi yang dapat digali untuk menciptakan sebuah “Branded”, misalnya kinglopster yang dapat dijadikan “added value” wisata kuliner, kerang-kerang di Pulau Noko yang dapat dijadikan aksesoris dan pernak-pernik cinderamata unik Bawean, burung camar di Pulau Noko atau rusa di Sangkapura yang dapat dijadikan maskot dalam bentuk miniatur boneka sebagai souvenir bagi para wisatawan. Budidaya biota akuatik lainnya juga dapat dijadikan maskot Bawean.

Selain hal-hal di atas, ada hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan guna memberdayakan dan melestarikan pariwisata yaitu relokasi. Pemerintah harus tegas merelokasi Pulau Noko dan Pulau Gili. Keberadaan Pulau Noko yang tak berpenghuni diharapkan tetap seperti itu adanya. Penginapan-penginapan kecil di Pulau Gili sebisa mungkin dibatasi. Jika perlu, penginapan-penginapan kecil tersebut dipindahkan ke Kecamatan Sangkapura; kecamatan terdekat dari Pulau Gili dan Noko, agar kualitas lingkungan tetap lestari. Dengan menjaga kelestarian alam ini, saya yakin Pulau Gili yang dikenal dengan pemandangan lautnya yang indah akan menjadi tujuan wisata snorkeling yang tak kalah jauh dengan Pulau Menjangan, Pulau Serangan, Pantai Amed, Blue Lagoon dan Nusa Penida di Bali. Terumbu karang, padang lamun dan biota akuatik Bawean pun akan menjadi pemandangan visual yang memukau.

Selanjutnya, jika hal-hal kecil di atas diperhatikan, dijadikan pertimbangan dan diterapkan perlahan-lahan secara berkala, seiring berjalannya waktu wisata daerah Pulau Bawean akan berkembang dengan sendirinya. Banyaknya wisatawan yang berkunjung akan menciptakan peluang usaha transportasi, rumah makan serta penginapan. Peluang jasa housekeeping, room boy dan guide pun siap melayani kenyamanan wisatawan. Bahkan ekspansi rute penerbangan menuju Bawean pun dapat bertambah. Bisa dibayangkan devisa negara yang akan didapat jika dibukanya rute penerbangan Bawean-Bali, Bawean-Jakarta, Bawean-Malaysia serta Bawean-Singapura. Perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar pasti melonjak drastis, begitu juga dengan devisa negara.

Hal terakhir yang paling pokok dari sekian banyak hal ialah moral dan mental pejabat/pelaku pengolahan wisata daerah. Percuma jika semua hal diatas berjalan lancar, tapi moral dan mental pemegang kuasa menitikberatkan pada keuntungan personal. Jika kita memang anak negeri sejati, berhati murni dan berdedikasi tinggi, pikiran kita pasti jauh dari korupsi. Material dan keuntungan yang didapat pasti akan disalurkan pada program maintenance pariwisata. Saya yakin mereka yang memegang kuasa adalah orang-orang intelektual terpilih yang sistem kerja otak depan bagian korteks prefrontalisnya mampu menimbang, menganalisis dan mengambil keputusan lebih baik daripada sistem limbik pada otak tengah yang hanya menenangkan dan menyenangkan emosi saja.

Kekayaan alam dan sumber daya saja tidak cukup untuk meningkatkan potensi pariwisata tanpa campur tangan pemerintah dan masyarakat. Setiap daerah di Indonesia memiliki potensi dan keunikan tersendiri dalam meningkatkan pariwisata. Semuanya selalu dapat digali. Dimulai dari vocation tourism, Pulau Bawean nantinya akan berkembang menjadi business, cultural hingga educational tourism jika dikelola secara bijaksana oleh tangan-tangan piawai. Tentunya dengan didukung kesadaran yang tinggi. Jangan sampai eksplorasi potensi wisata bukannya memperkenalkan dan memberdayakan warisan nenek moyang bangsa, tapi malah merusak apa yang sudah ada. Jika perhatian pemerintah dan masyarakat begitu besar, dunia bawah laut negeri ini pasti tak kalah indah dari Bocaray di Filipina, Palau di Mikronesia, Blue Hole di Belize, Grea Barrier di Australia dan Sipadan di Malaysia. Kekayaan bumi pertiwi patut dijaga dan dipelihara. Kalau bukan kita siapa lagi. Salam lestari.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean