Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Harun Thohir Pahlawan asal Bawean
Diusulkan Jadi Nama Bandara Udara

Harun Thohir Pahlawan asal Bawean
Diusulkan Jadi Nama Bandara Udara

Posted by Media Bawean on Jumat, 07 Februari 2014

Media Bawean, 7 Februari 2014

Mendengar nama Harun bin Said alias Thohir bin Mandar bagi warga Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, selalu terkait dengan kisah heroik pahlawan nasional. Kopral Anumerta Komando Korps Operasi (KKO, sekarang Marinir) Harun Thohir memang asli Bawean, tepatnya di Desa Diponggo, Kecamatan Tambak.

Camat Tambak, H. Imam, berkisah Harun dikenal sebagai pemberani sejak kecil. Maka tidak heran jika kemudian Harun memutuskan untuk bergabung di KKO. "Dia memang pemberani sejak kecil," kata Imam kepada wartawan.

Harun lahir pada 4 April 1947. Pada 1964, dia meninggalkan Bawean ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia. Menurut Imam, Harun tidak terlihat sebagai orang Bawean lantaran perawakannya yang seperti etnis Cina. Dia juga lancar berbicara dalam Bahasa Inggris dan Belanda. "Orang Singapura enggak akan nyangka kalau Harun asli Bawean," ujar pria kelahiran 1962 ini.

Warga Bawean tidak mungkin melupakan keberanian Harun ketika peristiwa besar itu terjadi pada 10 Maret 1965. Saat itu, Harun bersama dengan anggota KKO lainnya bernama Usman mengebom MacDonald House di Orchard Road yang menewaskan tiga orang.

Sejarah Usaman dan Harun
Cerita aksi Usman dan Harun mirip film pasukan khusus Hollywood. Menyusup dan menyerang langsung ke jantung pertahanan musuh. Saat itu mereka mendapat tugas melakukan sabotase di Singapura yang banyak dihuni tentara sekutu. Usman yang bernama asli Janatin kebetulan punya keahlian melakukan sabotase. Usman dan Harun kini dijadikan nama kapal perang TNI Angkatan Laut, KRI Usman Harun.

Usman yang lahir di Purbalingga pada 18 Maret 1943 mengikuti pendidikan Korps Komando Angkatan Laut sejak 1962. Berbeda dengan rekannya, Harun yang lahir 4 April 1943 di Bawean baru masuk pendidikan dua tahun kemudian. Sebelum sama-sama melakukan operasi di Singapura, keduanya sudah bertemu di Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. (Baca: Singapura Protes Nama KRI Harun Usman)

Malam itu, 8 Maret 1965, Usman dan Harun ditemani Gani bin Aroep menyusup ke daratan Singapura. Gani juga prajurit KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir) dan beberapa kali melakukan operasi mata-mata ke daratan Singapura. Ketiganya berangkat dari Pulau Sambu, salah satu pulau di Kepulauan Batam. Pulau Sambu merupakan pangkalan minyak milik Pertamina (dahulu Shell) yang dibangun sejak 16 Agustus 1897. Jarak dari Pulau Sambu ke daratan terdekat Singapura sekitar 13 kilometer.

Setelah sampai di daratan Singapura, ketiga prajurit KKO itu melakukan observasi memilih fasilitas apa yang akan dijadikan target sabotase. Ketiganya melakukan penyamaran menjadi pedagang. Gani yang wajahnya mirip etnis Tionghoa dapat kemudahan membaur. Akhirnya Hotel Mac Donald dekat Stasiun Dhoby Ghaut dipilih menjadi target. Hotel itu dipilih karena banyak dihuni warga Inggris.

Pada 10 Maret 1965, pukul 03.07, ketika banyak penghuni hotel tertidur, Usman dan Harun meletakkan bom seberat 12,5 kilogram. Harian The Straits Times menggambarkan, bom ditaruh di dekat lift lantai 10. Akibat ledakan itu, masih menurut The Straits Times, kaca jendela dalam radius 100 meter pecah dan mobil yang parkir dekat hotel ikut rusak. Dipastikan tiga orang meninggal dan lebih dari 30 orang mengalami luka-luka.

Sayang, operasi intelijen itu kurang persiapan jalur pelarian ke luar Singapura. Pada 13 Maret 1965, keduanya ditangkap di tengah laut. Kisah penangkapan sendiri terjadi ketika Usman dan Harun menaiki kapal curian menuju Pulau Sambu. Namun keburu terlihat patroli laut Singapura.

Keduanya tidak disidang sebagai tahanan perang dengan alasan ketika ditangkap tidak memakai seragam tentara. Upaya pemerintah yang waktu itu salah satunya diwakilkan Mochtar Kusumaatmaja gagal meminta grasi. (Baca: Singapura Jangan Intervensi Indonesia)

Pada pukul 5 pagi, 17 Oktober 1968, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi di tiang gantungan. Selesai itu, banyak warga Indonesia melakukan penghormatan jenazah di Kedutaan Besar Indonesia. Siangnya, kedua jenazah dibawa pesawat khusus dari Jakarta. Presiden Soeharto langsung memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional. Keduanya pada 20 Oktober 1968 dimakamkan secara militer di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Memburuknya hubungan Indonesia dan Singapura sejak terkuaknya aksi heroik Usman dan Harun baru melunak ketika Perdana Menteri Lee Kuan Yew melakukan kunjungan ke Jakarta. Uniknya, ketika itu Perdana Menteri Lee secara resmi memberikan karangan bunga di makam Usman dan Harun.

Kapal Perang TNI AL Usman Harun

Menamai sebuah kapal laut dengan nama pahlawan bukanlah hal yang aneh. Namun, seringkali, pahlawan di sebuah negara justru merupakan musuh di negara lain. Hal inilah yang mendasari keprihatinan Singapura terhadap Indonesia atas penamaan kapal TNI Angkatan Laut yang baru saja diluncurkan.

Saat itu, Federasi Malaysia--atau yang lebih dikenal sebagai Persekutuan Tanah Melayu--akan menggabungkan keempat wilayah tersebut ke dalam Federasi Malaysia. Namun, keinginan ini ditentang oleh Presiden Soekarno.

Menurut Soekarno, hal ini hanya akan membuat Malaysia menjadi negara boneka untuk Inggris yang berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia. )

Dari situlah konflik keduanya dimulai hingga akhirnya dua anggota KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir) melakukan pengeboman di MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang

Dua marinir, yakni Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said, akhirnya dieksekusi di Singapura pada 17 Oktober 1968. Gabungan nama keduanyalah yang kemudian dipilih untuk menjadi nama kapal baru milik TNI Angkatan Laut, yaitu KRI Usman Harun.

Bagi Indonesia, tentu keduanya dianggap sebagai pahlawan. Namun, tidak dengan Singapura. Menurut Menteri Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam, penamaan ini justru akan melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman.

Usman Harun Bakal Jadi Nama Jalan di Jakarta

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut menyatakan sebentar lagi nama pahlawan nasional dari Korps Marinir, Usman Janatin bin Haji Ali Hasan dan Harun bin Said, bakal diabadikan sebagai nama jalan di ibu kota Republik Indonesia, Jakarta.

"Betul, Pak Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta) sudah setuju," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati kepada Tempo, Kamis, 6 Februari 2014.

Menurut Untung, ada kemungkinan Jalan Prapatan atau Jalan Gunung Sahari yang akan diganti namanya menjadi Jalan Usman Harun. Jalan Prapatan, Jakarta Pusat, terletak di depan Markas Korps Marinir, sementara Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, berada di depan Markas Komando Armada Barat. "Kepastiannya tanyakan saja ke Pemerintah DKI Jakarta."

TNI AL baru saja meresmikan nama tiga kapal perang kelas multi-role light buatan Inggris: KRI Usman Harun, KRI Bung Tomo, dan KRI John Lie. Penamaan pergata ini memicu protes dari Menteri Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam, yang disampaikan kepada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Shanmugam menilai nama Usman Harun melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban pengeboman MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 1965. Serangan yang dilakukan dua prajurit kebanggaan Marinir TNI AL Usman dan Harun itu menewaskan tiga orang.

Usman dan Harun berangkat ke Negeri Singa untuk menjalankan misi rahasia pada masa konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kala itu Presiden Sukarno menganggap Malaysia adalah antek Barat yang akan melemahkan Indonesia. Namun, mereka tertangkap ketika hendak kembali ke Tanah Air setelah menjalankan operasi. Kedua prajurit Baret Ungu itu dieksekusi mati di Singapura pada 17 Oktober 1986, ketika Sukarno sudah jatuh dan Indonesia dipimpin Presiden Soeharto.

Menurut Untung, selain untuk kapal perang, nama Usman dan Harun sudah lama dipakai sebagai nama gedung dan lapangan tembak di Markas Besar TNI AL. Jalan Usman Janatin juga ada di kampung halaman Usman, Purbalingga, Jawa Tengah, serta di wilayah Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.

Sumber : Tempo 

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean