Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Menabur Kasih Di Belantara Kebencian

Menabur Kasih Di Belantara Kebencian

Posted by Media Bawean on Minggu, 23 Maret 2014

Media Bawean, 23 Maret 2014

Oleh : Ali Asyhar (Wakil Ketua PCNU Bawean dan Dosen STAIHA) 

Meneladani Mahatma Gandhi 
dan Bunda Teresa

Politik itu mulia karena politik adalah seni mengatur. Dalam arti sempit politik adalah seni mengatur negara (kekuasaan). Zonder politik maka mustahil berdiri sebuah negara. Bila seseorang yang diberi amanah benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik maka itu ibadah. Sebaliknya bila ia berkhianat maka ia pendosa. Banyaknya pendosa inilah yang menyebabkan masyarakat apriori terhadap politik. Politik dianggap kotor dan sarat kebencian.

Saat ini adalah musim kampanye. Maka sudah “sewajarnya” bila para calon wakil rakyat merayu dan mengajak siapa saja untuk memilihnya. Yang tidak wajar adalah ketika ia melemparkan kotoran kepada pesaingnya. Meski bersaing namun sopan santun politik harus menjadi pegangan. Ada baiknya kita bercermin kepada Gandhi dan Bunda Teresa. Dua guru dunia ini berada di ranah yang berbeda. Gandhi menebar kasih melalui politik (kekuasaan) sedangkan Bunda Teresa dengan aksi sosialnya yang mengagumkan. Keduanya dikenang sebagai inspirator dunia.

MAHATMA GANDHI
Ia memulai hidupnya dengan biasa-biasa saja. Ia lahir bukan dari trah bangsawan. Bahkan sebaliknya ia mendapati dirinya dari kasta pedagang. Sebuah kasta terendah setelah kasta buruh dan gelandangan. Ia dilahirkan di India tahun 1869 yang sedang dijajah oleh Inggris. Negara yang maha luas ini berada di titik nadir. Miskin, bodoh dan terpecah-pecah dalam berbagai kelompok berdasarkan kasta dan agama. Kasta yang tinggi tidak sudi bergaul dengan kasta di bawahnya. Antar pemeluk agama juga saling curiga dan bertikai. Nilai agama yang adiluhung dinistakan oleh pemeluknya sendiri dengan cara memandang sinis pemeluk agama lain.

Umur 18 tahun Gandhi melanjutkan studinya di Inggris jurusan hukum. Sengaja ia belajar ke negeri penjajahnya untuk mengetahui keunggulannya. Ia bertekad menjadi pakar hukum supaya bisa membela orang-orang papa yang tertindas. Di Inggris ia membentuk kelompok “Vegetarian”. Sebuah kelompok penyayang binatang yang berikrar untuk tidak melukai binatang apapun apalagi sampai memakannya. Usai menamatkan studinya di Inggris Gandhi mendapat tawaran kerja di Durban Afrika Selatan. Sama seperti India, Afrika Selatan juga dalam kegelapan akibat penjajahan Inggris. Bahkan lebih parah lagi, Afsel menerapkan politik warna kulit. Penjajah menetapkan bahwa kulit putih lebih unggul dan mulia dari pada kulit hitam. Fasilitas umum seperti kereta api, trotoar jalan, restoran dan hotel hanya disediakan untuk golongan kulit putih.

Gandhi tak tinggal diam. Ia menggelorakan perlawanan diskriminasi dengan jargon ahimsa. Melawan penindasan dengan kasih sayang. Gandhi memimpin demonstrasi damai menentang undang-undang yang diskriminatif terhadap warga kulit hitam. Berkali-kali Gandhi memimpin mogok masal para buruh. Akibatnya Ia dan teman-temannya disiksa dan banyak yang terbunuh. Meski didesak untuk segera mengangkat senjata namun Gandhi tetap teguh memegang prinsip anti kekerasan. Dunia mengutuk Inggris. Akhirnya undang-undang yang diskriminatif dibatalkan. Perjuangan Gandhi berbuah manis meski harus ditebus dengan penderitaan . Kasih sayang mengalahkan kekerasan.

Ketika Gandhi kembali ke India ia bertekad untuk melanjutkan perjuangannya. Ia menyebarkan 4 ajaran: Pertama Bramkhacharya yaitu mengendalikan hasrat seksual. Nafsu sex menjerumuskan banyak orang. Kedua Satyagraha yaitu kekuatan kebenaran dan cinta kasih. Ketiga Swadeshi yaitu memenuhi kebutuhan sendiri dan keempat Ahimsa yaitu meniadakan kekerasan terhadap semua makhluk. Gandhi melawan Inggris yang mengangkangi negaranya dengan tanpa kekerasan. Ia mengajak warga India untuk melepas ketergantungan kepada penjajah. Mula-mula Gandhi mempelopori pembuatan garam yang selama ini dimonopoli oleh Inggris. Ketergantungan akan menjadikan diri kita budak.

Ajaran kasih Gandhi bukan tanpa resiko. Cacian dan hinaan mengiringi kesehariannya. Namun ia tak bergeming. Ketika pecah kerusuhan antara orang hindu yang mayoritas dan islam yang minoritas maka Gandhi membela orang islam. Perbedaan agama bukan alasan untuk bertikai. Manusia harus tetap dimuliakan tanpa reserve . Agama, marga, partai dan etnis adalah aksesoris made in manusia. Sikap kasih sayang ini membuat sekelompok penganut Hindu yang ekstrem murka. Gandhi ditembak mati dari jarak dekat oleh Nathuram Godse di New Delhi ketika akan memimpin doa bersama. Kejadian yang menggemparkan dunia ini terjadi pada 30 Januari 1948. Bapu Gandhi wafat di usia 79 tahun.

BUNDA TERESA
Perempuan berkulit putih ini sungguh berhati mulia. Ia dilahirkan di Skopje Macedonia 26 agustus 1910. Terlahir dengan nama Agnes Gonxhu Bojaxhiu kelak ia memakai nama Teresa yang artinya bunga kecil dari Yesus.

Saat diangkat menjadi kepala sekolah di Santa Mary’s Kalkuta India (27 tahun) Teresa menemukan dunia yang berbeda dari biara. Di balik tembok biara yang indah ternyata berjajar kawasan kumuh. Penduduknya miskin dan kelaparan. Ia bertekad mengabdikan dirinya untuk melayani mereka.

Mula-mula Teresa mendirikan sekolah sederhana bagi anak-anak yang tinggal di kawasan kumuh tersebut. Selanjutnya ia mendirikan rumah sakit untuk gelandangan. Tanpa canggung Bunda Teresa mengetuk rumah orang-orang kaya agar berkenan mendermakan sebagain hartanya untuk kaum papa. Hasrat untuk melayani mengalahkan cacian dan sumpah serapah.

Ia juga mendirikan panti asuhan bagi anak-anak dan tunawisma. Bahkan ia juga membuat kampung khusus bagi penderita lepra. Ia gendong dan suapi anak-anak terlantar ini di saat orang lain lari menjauh. Ketika Bunda Teresa naik pesawat ke Oslo Norwegia untuk menerima hadiah Nobel Perdamaian tahun 1947 ia melihat banyak makanan yang terbuang sia-sia di pesawat. Dengan lembut ia minta supaya makanan itu dikumpulan. “Masih banyak orang-orang kelaparan di luar sana. Lebih baik kita berikan kepada mereka” ujarnya.

Hidupnya memang untuk melayani. Untaian kata-kata indah dari Bunda Teresa :
Buah dari perenungan adalah doa
Buah dari doa adalah iman
Buah dari iman adalah cinta
Buah dari cinta adalah pelayanan
Buah dari pelayanan adalah kedamaian

Tak hanya di India, Bunda Teresa juga berangkat ke Ethiopia ketika negara itu dilanda kelaparan maha hebat. Ia datang membawa kedamaian dan cinta kasih. Bahkan ketika Lebanon bergolak (1982) Bunda Teresa nekat menerobos hujan peluru untuk menyelamatkan anak-anak. Hasilnya 37 anak berhasil ia bawa menjauh dari perang yang biadab itu. Perang untuk berebut kekuasaan selalu menjatuhkan derajat pelakunya lebih rendah dari binatang.

Akhirnya
Kita kalah dari Gandhi dan Bunda Teresa. Gandhi yang Hindu dan Bunda Teresa yang Katolik ternyata lebih mengamalkan ajaran islam dari pada umat islam. Mereka meneladani kasih sayang yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Mari merenung dan menyadari bahwa kekuasaan adalah satu dari sekian banyak alat untuk menebar dan menabur kasih sayang bukan permusuhan. Menjadi pejabat adalah satu dari sekian ribu alat untuk melayani bukan jalan pintas untuk memperkaya diri.

Terima kasih Gandhi dan Bunda Teresa. Kami adalah murid-muridmu.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean