Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Kecurangan Di Tahun 1997

Kecurangan Di Tahun 1997

Posted by Media Bawean on Selasa, 06 Mei 2014

Media Bawean

Oleh : Eklis Dinika Dosen STAIHA BAWEAN

Ternyata kecurangan-kecurangan dalam pemilu di Pulau Bawean bahkan mungkin se-Indonesia tetap ada dan akan selalu ada dari dulu sampai sekarang, cuma caranya aja yang berbeda, hal ini terbukti dari cerita pelaku sendiri yang berinisial (S) rekan kerjaku sendiri. Sungguh sulit dipercaya tetapi hal ini memang terjadi di tahun Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Tujuh (1997) di mana ketika itu hanya terdiri dari tiga partai politik (GOLKAR, PDI, dan PPP).

Setelah pemilihan usai ternyata kertas suara masih tersisa sebanyak empat ratus (400) kertas suara kebetulan (S) termasuk panitia yang tergabung di dalamnya di tengah kebingungan dan kepanikan tentang banyaknya sisa kertas suara ketua KPPS nya angkat bicara; bagaimana kalau kertas suara ini kita coblos bersama-sama setiap orang membawa seratus kertas suara ke bilik pencoblosan. Kemudian para pelaku melakukan aksinya dengan menyimpan atau menyembunyikan kertas suara di dalam baju yang di pakainya serta membawa ke bilik pemungutan suara satu persatu sesuai urutan yang telah di tentukan sebelumnya, walhasil tercobloslah semua kertas suara yang tersisa. Subhanallah.

Ada lagi kisah yang tak kalah hebohnya tepatnya di Kalimantan Selatan menurut sumber yang berinisial (A) kejadian yang terjadi di tahun yang sama yaitu tahun 1997 jarak antara pemilih dengan Tempat Pemungutan Suara (TPS) terpisah oleh sungai jadi pemilih harus menyeberangi sungai baru sampai ke TPS. Karena harus menyeberangi sungai otomatis pemilih tetap berada di tempatnya sampai batas akhir waktu pencoblosan, untuk mengantisipasi hal tersebut panitia mengumumkan “ Wahai saudara sekalian siapa di antara kalian yang mau mencoblos PPP angkat tangan”! Tidak ada seorangpun di antara mereka yang angkat tangan, karena tidak ada yang angkat tangan si A mengatakan berarti tidak ada yang mau nyoblos PPP ya…. Kemudian pengumuman di lanjutkan kembali “ Wahai saudara sekalian siapa di antara kalian yang mau mencoblos PDI angkat tangan!” lagi-lagi tak seorangpun di antara mereka yang angkat tangan karena mereka takut sama aparat polisi yang ada di dekat pencoblosan. Sehingga kesimpulannya kalau tidak ada yang angkat tangan berarti semuanya GOLKAR ya…… Laailaha Illallaah itulah kisah nyata yang terjadi saat itu dan sumber sekaligus pelaku yang memberikan info tersebut masih ada.

Saudaraku, sampai kapan hal seperti itu akan terus terjadi? Dan sangat bertentangan dengan ajaran agama? Padahal Islam mengajarkan kita agar senantiasa berbuat jujur dan amanah. Hidup kita adalah sebuah perjuangan untuk melaksanakan amanah dari Allah SWT. Amanah tersebut hanyalah diberikan kepada kita, dan tidak kepada makhluk-makhluk lainnya, seperti; langit, bumi dan gunung, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT yang artinya ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab [33]: 72).

Oleh karena kita menerima dan memikul amanah tersebut, maka hidup kita adalah perjuangan untuk merealisasikan amanah tersebut. Amanah merupakan janji untuk dipenuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Siapa yang dapat memenuhinya dengan baik, ia akan memperoleh pahala dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Sebaliknya, barangsiapa yang mengingkari atau mengkhianatinya, maka ia akan memperoleh imbalan yang seimbang dengan perbuatannya. (Naudzubillah)

Amanah yang diberikan kepada kita terdiri atas amanah ibadah dan amanah kekhalifahan. Dengan amanah ibadah, kita sebagai manusia dan juga jin dituntut untuk tunduk, patuh, taat, berbakti dan menyembah hanya kepada Allah. firman Allah SWT berikut ini: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariat [51]: 56).

Sekarang, mari kita semua tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudahkah kita menunaikan amanah yang dititipkan kepada kita dengan benar? Jika belum, segera bertobatlah dan perbaiki semua, karena sangat besar sangsinya bila kita tidak dapat menunaikan amanah yang dipercayakan dan atau dititipkan kepada kita. Firman Allah SWT dan hadits-hadits berikut ini:

1. Allah SWT berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfaal [8] : 27)

2. Dari Abu Bakar RA ia berkata Rasulullah SAW. bersabda: Tidak akan masuk surga orang yang suka menipu, orang kikir, dan orang yang buruk dalam mengelola harta yang menjadi tanggungannya.” (HR. Tirmidzi).

3. Rasulullah SAW. bersabda, Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

4. Tunaikanlah amanah pada orang yang memberikan amanah itu kepadamu, dan jangan kau khianati orang yang pernah mengkhianatimu.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Ahlus Sunan)

5. Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, ia berkata: Bersabda Rasulullah SAW: “Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah saat-saat kehancurannya”. Salah seorang bertanya: “Bagaimana bentuk menyia-nyiakan amanah itu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Apabila urusan itu diserahkan (dipercayakan) kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya”. (Imam Bukhari)

6. Hal ini juga diperjelas dengan sabda Rasulullah SAW. “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

7. Tingginya tingkat keseriusan agama memandang masalah amanah ini terlihat dari riwayat ketika seorang penduduk Arab pegunungan datang bertanya kepada Rasulullah SAW. “Apakah yang paling berat dalam agama dan yang paling ringan? Rasulullah SAW memberi jawaban, “Yang paling ringan ialah mengucapkan dua kalimat syahadat, asyhadu anlaa ilaaha Illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Sedangkan yang paling berat ialah amanah. Tidak sempurna agama seseorang yang tidak menjaga amanah, tidak diterima shalat dan zakatnya.” (HR. Al Bazar dari Ali bin Abi Thalib)

8. Telah datang dalam sunnah Rasulullah SAW. hadits-hadits yang menunjukkan dilarangnya aparat pekerja dan pegawai mengambil sesuatu dari harta walaupun dinamakan hadiah, diantaranya hadits Abi Sa’id Hamid As-Saidi, ia berkata. “Artinya : Rasulullah SAW. mempekerjakan seseorang dari suku Al-Asad, namanya Ibnul Latbiyyah untuk mengumpulkan zakat, maka tatkala ia telah kembali ia berkata, ‘Ini untuk engkau dan ini untukku dihadiahkan untukku’. Ia (Abu Hamid) berkata, ‘Maka Rasulullah SAW. berdiri di atas mimbar, lalu memuja dan memuji Allah dan bersabda, ‘Kenapa petugas yang aku utus lalu ia mengatakan, ‘Ini adalah untuk kalian dan ini dihadiahkan untukku?! Kenapa dia tidak duduk di rumah bapaknya atau rumah ibunya sehingga dia melihat apakah dihadiahkan kepadanya atau tidak?! Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah seorangpun dari kalian menerima sesuatu darinya melainkan ia datang pada hari Kiamat sambil membawanya di atas lehernya onta yang bersuara, atau sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik’, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sampai kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian bersabda dua kali, ‘Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?” (Diriwayatkan Al-Bukhari 7174 dan Muslim 1832 dan ini adalah lafazhnya).

Termasuk di antara konsekuensi perintah untuk menunaikan amanah pada yang berhak menerimanya adalah perintah untuk menjaga amanah tersebut. Tidaklah mungkin seseorang menunaikan amanah itu tanpa menjaganya. Yang dimaksud menjaganya adalah tidak melampaui batas dan tidak pula menyepelehkannya. Dia menjaganya sesempurna mungkin tanpa berlebihan dan tanpa meremehkan, sampai amanah itu tertunaikan pada yang berhak menerimanya.

Semoga kita semua bisa menjadi hamba Allah yang dapat menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya, baik itu amanah ibadah dan amanah khalifah di bumi ini, karena kelak, semua harus kita pertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Dan semoga amanah yang Allah berikan kepada kita bukan menjadi beban bagi kita, tetapi menjadi ladang amal bagi kita semua. Amiin.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean