Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Gubernur Dalam Impian
Rindu Berat Buat Pak De Karwo

Gubernur Dalam Impian
Rindu Berat Buat Pak De Karwo

Posted by Media Bawean on Selasa, 23 Desember 2014

Media Bawean, 23 Desember 2014 

Oleh : SUGRIYANTO (Guru SMA Negeri 1 Sangkapura) 

Mungkin ungkapan “Jauh di mata dekat di hati” bisa mengalami jungkir balik menjadi “ Dekat di mata jauh di hati” (baca: bukan upil alias bilek) untuk mengungkapkan rasa self belonging terhadap seorang gubernur. Kerisaaun atau kegalauan permanen yang mendalam dialami warga Pulau Bawean yang notabene turut andil dalam konstelasi politik Pemilihan Kepala Daerah beberapa waktu silam. Buat apa berpayah-payah berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah bila akhirnya tidak mendapat sentuhan “obat” penawar rindu bisa datang sekejap saja ke Pulau Bawean untuk menengok kondisi wilayah yang menjadi cakupannya. Iklan KPUD provinsi saat menjelang Pilkadal (Pemilihan Kepala Daerah Langsung) sedikit berbau propaganda yang mengandung ajakan “maksa nich yee” agar rakyat menggunakan hak pilihnya menjadikan warga Pulau Bawean kepincut turut mendatangi bilik pencoblosan saat pemilihan Gubernur dan wakilnya di setiap event . Ibaratnya bila demikian tidak ubahnya bunyi pepatah “Habis manis sepah dibuang” atau “Kacang lupa akan kulitnya”, suaranya diambil lupakan atau abaikan konstituen pemilihnya.

Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah atau desentralisasi , sedikit banyak membuat pergeseran tatanan pemerintahan baik dari sisi kekuasaan dan kewenangan serta menipisnya rasa “mereken” atau kepedulian terhadap rakyat terutama kepada mereka yang tinggal di pelosok tanah air. Lewat tayangan televisi, Koran, majalah, youtube, atau media sosial lainnya, warga Bawean “ngiler” atau “nyidam” ingin berjumpa langsung “face to face” dengan Gubernur pujaan dan impiannya yakni Gubernur Soekarwo yang lebih familiar dengan pangkat kekeluargaannya Pak De Karwo. Kelebatan kumis yang hitam pekat serta senyum khasnya yang menawan atau memesona sebagai “orang tuanya” rakyat Jawa Timur selalu terbawa dalam mimpi. Sampai kapan akan terus dan tetap menjadi Gubernur dalam impian?

Belajar dari Sang pendahulu semisal Pak Nur, Bapak Sunandar Priosudarmo, Bapak Basofi Sudirman, Bapak Imam Utomo serta pendahulu lainnya tidak segan-segan datang bertandang ke Pulau Bawean walau hanya sekadar meresmikan atau meninjau hasil-hasil pembangunan dalam skala kecil sekalipun. Mereka bisa “blusukan” ke kampung-kampung dengan rakyatnya. Kini, anak-anak sekolahan hanya dicekoki materi pelajaran dengan pertanyaan “Siapa nama Gubernur Jawa Timur sekarang? Tentu mereka berebutan menjawab dengan semangat karena bangganya dengan menjawab lantang “Gubernur Soekarwo alias Pak De Karwo”. Mereka hanya kenal nama, kenal rupa lewat foto saat dikampanyekan tatkala Pilkada berlangsung dan setelah itu hilang tanpa bekas. Materi pelajaran yang diberikan di sekolah akan mengawang dalam imajinasi anak-anak karena tidak pernah tahu sosok gubernur yang sebenarnya butuh konkretisasi.

Tentu, penulis tidak sepenuhnya melimpahkan keganjilan ini kepada seorang gubernur bila belum sempat berkunjung datang ke rakyatnya khususnya ke Pulau pemilik jenis rusa yang masuk dalam spesifik dunia fauna. Padatnya agenda kerja dan kunjungan yang sudah ter-schedul serta kesibukan lain dalam mengurus wilayah yang cukup luas. Dalam rentang lima tahun kali kedua ini barang kali ada sela waktu yang bisa diusahakan untuk datang ke Pulau Bawean senyampang masa kepemimpinannya belum berakhir karena sudah dua periode ini. Keengganan untuk turun ke bawah khususnya ke Pulau Bawean dari seorang Gubernur itu juga bisa timbul atas ketidak-bisaan warga Pulau Bawean dalam bermain “cantik” saat memainkan peran politiknya yang terlalu jujur dan polos yakni berpolitik laksana barisan bebek tekun dan patuh tergiring oleh “peternak politik” ke salah satu kandang pasangan calon kompetitornya? Jika demikian realitanya tinggal menunggu kebesaran jiwa dan kenegarawanan seorang Gubernur Soekarwo untuk sudih dan mau menengok kabar rakyatnya.

Atau mungkin saja, selain dampak otonomi daerah, “keengganan” Gubernur Jawa Timur turun Ke Pulau Bawean karena garis politik antara Provinsi dan Kabupaten berbeda warna? Jika demikian perlu kiranya menengok jiwa kenegarawanan pasangan SQ (Sambari Qosim) yang tahu persis konstelasi hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati beberapa tahun lalu tentang suara rakyat dari Pulau Bawean. Untuk Dapil 7 meliputi Kecamatan Sangkapura dan Tambak, Pasangan SQ kalah telak dengan kompetitornya. Selaku pemangku Bupati dan wakil Bupati pasangan SQ memiliki data detail tentang wilayah perolehan suara di Pulau Bawean. Namun, karena jiwa kenegarawanan dan kepemimpinan yang kesatria, pasangan SQ (Sambari-Qosim) tetap mau datang ke Pulau Bawean. Bahkan boleh dibilang berlebih baik kunjungan dan perhatiaannya. Akhirnya, yang dulu besi sekarang loyang banget!

Bila demikian realitanya berarti telah terjadi gap goverment berupa kesenjangan yang menganga lebar antara umara dengan rakyatnya. Semoga Bapak Gubernur Jawa Timur, Gubernur Soekarwo alias Pak De Karwo pemangku Jatim 1 sudih meluangkan waktunya untuk bertandang ke Pulau Bawean. Warga Pulau Bawean beranggapan “Lebih baik makan ubikayu dalam alam nyata daripada makan roti di alam mimpi”. Akhirnya, spanduk masih dalam angan-angan juga akan terpampang di setiap pintu gerbang dan jengkal tanah di Pulau Bawean “Selamat Datang Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur di Pulau Bawean” sepanjang mimpi dalam tidur pula.” Pak De…O, Pak De…Obat rindu memang harus bertemu!”.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean