Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Paham Yang Salah
Tidurnya Orang yang Berpuasa

Paham Yang Salah
Tidurnya Orang yang Berpuasa

Posted by Media Bawean on Minggu, 05 Juli 2015

Media Bawean, 5 Juli 2015 

Oleh : Ali Asyhar (Wakil ketua PCNU dan dosen STAIHA Bawean)

Bakda subuh. Suasana sunyi senyap. Kampung-kampung sepi. Hanya ada beberapa mushala dan masjid yang terdengar orang tadarus al-quran.. Kemanakah gerangan warga ? rupanya mereka kompak tidur. Mungkin mereka memahami bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah yang berpahala. Setiap dengkuran nafas berarti pahala segede gajah. Lima dengkuran berarti lima gajah. Seratus dengkuran maka seratus pahala. Semakin lama tidurnya berarti semakin menumpuk pahalanya. Begitu kata para ustadz dalam kultum bakda tarawih? Benarkah demikian?

Saya menolak paham tersebut. Ada banyak alasan bahwa paham yang demikian tidak benar.

1. Islam anti kemalasan.

Islam dan agama apapun di dunia ini tidak ada yang mengajarkan pemeluknya menjadi pemalas. Bahkan sebaliknya islam menuntun umatnya untuk bekerja keras. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari nafkah, mencari pengetahuan dan membangun peradaban. Bangsa yang sejahtera adalah bangsa yang warganya memiliki etos kerja tinggi. Sebaliknya bangsa yang penduduknya bersantai ria dipastikan akan menjadi bangsa terbelakang.

Dalam berbagai survey dinyatakan bahwa 10 bangsa yang rakyatnya paling rajin bekerja adalah : Tiongkok, Swedia, India, Korea Selatan, Brazil, Kanada, Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Singapura. Beberapa survey yang lain hasilnya tidak jauh dari data tersebut. Ada yang menambahkan Afrika Selatan, Meksiko dan Chili. Yang terang adalah belum ada satupun negara islam atau negara yang penduduknya mayoritas islam masuk dalam katagori negara dengan penduduknya ber- etos kerja tinggi. Ironis.

2. Ramadlan bukan bulan bersantai ria

Allah menjadikan bulan Ramadlan sebagai keberkahan. Arti yang lebih luas adalah bulan Ramadlan dijadikan oleh-Nya sebagai latihan untuk menahan nafsu perut, kemaluan dan hati. Latihan ini oleh Gusti Allah diiming-imingi dengan ganjaran yang berlipat ganda karena diharapkan bahwa hasil dari latihan tersebut akan diamalkan pada bulan setelahnya.

Dengan pemahaman seperti itu maka menjadi aneh kalau umat islam memaknai Ramadlan sebagai bulan bersantai. Kantor buka jam 8 dan pulang jam 12. Masjid dan mushala isinya orang-orang yang bergelimpangan tidur. Potret umat yang manja.

3. Amal shaleh bukan hanya di bulan Ramadlan.

Banyak orang yang over dosis dalam memaknai keberkahan Ramadlan. Saking semangatnya, semua kebaikan dijalankan. Suara tadarus Al-quran bersahut-sahutan, berderma tiap hari dan malam, shalat sunah terus menerus, anak yatim pun panen santunan. Wow..indah sekali. Begitu selesai Ramadlan maka kembali seperti tabiat sebelumnya. Yang angkuh tetap angkuh dan yang pelit bertambah maha pelit. Masjid dan mushala sunyi dan anak yatim kembali merana. Sejatinya, kebaikan itu ada di semua bulan. Berarti menjadi orang baik juga harus sepanjang tahun.

Memaknai Ramadlan secara salah sudah menjadi kaprah. Bulan ini semua berbalut islami. acara TV semua islami. Diislam-islamkan. Badut-badut bergamis, berpeci bahkan banyak yang bersorban. Membaca kalimat thayibah difasih-fasihkan supaya dinyana sebagai orang alim. Ketika Ramadlan selesai maka selesai pula islamnya. Wes..ewes..ewes..bablas angine.

Penutup

Imam Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa Nabi SAW bersabda “ Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya tasbih, doanya dikabulkan dan amalnya dilipat gandakan “. Hadits ini mengajarkan betapa maha pemurahnya Allah yang memberkahi bulan Ramadlan sampai tidurnya saja dinilai ibadah. Tidur di sini adalah tidur yang wajar seperti tidur siang karena kelelahan. Bukan mengisi semua waktunya dengan tidur.

Siapa yang pertama harus merubah pemahaman yang keliru ini. Jawabannya adalah para ustadz, kyai dan penceramah yang sering didaulat memberikan pemahaman kepada masyarakat. Ketika pemahaman para ustadz masih kekanak-kanakan maka yakinlah umat islam akan terus terbelakang.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean