Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » PILKADA Kabupaten Gresik, Pertarungan Kepentingan dan Nasib Pulau Bawean

PILKADA Kabupaten Gresik, Pertarungan Kepentingan dan Nasib Pulau Bawean

Posted by Media Bawean on Senin, 25 Januari 2010

Media Bawean, 25 Januari 2010



Oleh ; Abdul Khalid Boyan*

Perhelatan akbar berupa pemilihan kepala derah (PILKADA) Kabupaten Gresik tinggal menghitung bulan. Ini menjadi penanda bulan madu politik sudah dimulai; partai politik tengah mempersiapkan jagoan-jagoannya yang dipercaya mampu bermain cantik pada laga PILKADA bulan Mei 2009 mendatang.

Sontak, suhu politik Gresik mulai menghangat, manuver-manuver politik (politik pencitraan) sudah dilancarkan oleh para calon Bupati dan Wakil Bupati (Cabup-Cawabup) ditengah-tengah masyarakat guna mendapatkan simpati setinggi-tingginya dimata konstituen (pemilih).

Beragam jurus dikeluarkan para kandidat untuk mendapatkan simpati masyarakat, mulai dari safari politik keberbagai derah, soan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan Kia’i yang melambangkan politik santri ala Jawa Timur, hingga publikasi dan sosialisasi calon. Tak heran, kalau sepanjang sudut-sudut kota Gresik saat ini dibanjiri baliho-baliho raksasa dan poster para pasangan Bupati dan Wakil Bupati 2010-2015 yang akan bertarung. Sebuah tanda-tanda positif bagi konsolidasi demokrasi daerah.

Namun, PILKADA bulan Mei mendatang, bukan hanya sekedar ritualisme pergantian bupati karena masa jabatannya habis. lebih dari itu, PILKADA adalah ajang demokratisasi lokal untuk menjaring figur-figur pemimpin yang memiliki kredibilitas dan integritas untuk memimpin Gresik lima tahun mendatang. Terjaringnya figur-figur baru diharapkan mampu mengelola potensi-potensi daerah (baca; potensi industri, wisata, dan alam yang saat ini belum dikelola dengan baik)-yang pada gilirannya akan digunakan bagi kesejahteraan masyarakat Gresik.

PILKADA adalah momentum yang sangat penting untuk mempertegas kuasa (kedaulatan) rakyat sebagai policy maker ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Lewat sistem demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi untuk menentukan pemimpinnya, dan kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang berpangkal pada upaya pemenuhan asas akuntabilitas dan pastisipasi masyarakat seutuhnya.

Pertanyaan mendasar yang layak dikemukakan, bagaimana sikap Bawean sebagai daerah yang secara administratif-geogratif dibawa komando pemerintahan Gresik? akankah PILKADA kali ini hanya menjadi ritualisme tahunan-yang tidak memberikan pengaruh bagi perubahan Gresik secara umum, dan Pulau Bawean secara khusus ?

Tidak bisa dipungkiri lagi, Pulau Bawean yang memiliki jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 69.725 (ANTARA New, 14/04/2009), menjadi lahan basah yang menggiurkan bagi para kandidat untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Ditengah menguatnya praktek money politic (baca; politik dagang sapi), kedewasaan politik sangat diperlukan. Berkaca keberbagai pengalaman, dalam musim-musim PILKADA, seringkali rakyat hanya menjadi komuditas politik, rakyat hanya dimanfaatkan untuk memastikan sang calon lolos dan menjabat kursi kekuasaan. Setelah kekuasaan berhasil diraih, rakyat diabaikan, janji-janji politik ternyata hanya menjadi polesan politik sang kandidat.

Tingkat apatisme politik masyarakat kian menurun. Hal itu bisa dilihat dari tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu legislatif 9 April 2008 yang lalu. Ini menjadi indikasi bahwa sakralitas politik sudah mulai runtuh, politik mengalami pergeseran fungsi dan peran. Pada awalnya politik menjadi ruang artikulasi kepentingan masyarakat, saat ini politik berubah menjadi alat untuk meningkatkan popularitas, status sosial dan memperkaya diri.

Dalam momentum PILKADA kali ini, rakyat sangat sulit menyakini moralitas, etika dan kesantunan politik, yang ada hanyalah kepentingan dan kekuasaan, tidak ada kawan maupun lawan sejati, yang ada hanyalah kepentingan. Takaran benar dan salah pun dalam domain politik sangat ambigu dan relatif. Banyak cerita, Kyai terlibat penyelewengan ketika masuk dalam lingkaran kekuasaan. Setidaknya ini menjadi bukti, bahwa tingkat kepakaran ilmu agama sang kandidat belum bisa menggaransi terealisirnya aspirasi rakyat.

Gresik termasuk kota santri, politik ala santri sangat tumbuh subur dimana afiliasi politik ditentukan oleh kedekatan emosi sang konstituen dengan sang santri, bukan melihat kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan sang kandidat untuk menjadi pemimpin politik. Kemenangan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merupakan Bandul politik NU (ormas Islam terbesar warga Bawean) pada Pemilu 1999, 2004 dan 2009 dengan perolehan suara terbanyak diatas partai lain menjadi indikasi betapa kuatnya politik patronase ala santri di pulau putri. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi PILKADA Gresik mendatang.

Dus, Dalam konteks ini, warga Bawean dituntut jeli dan kritis dalam menjatuhkan pilihan politiknya pada PILKADA nanti. Pemilih kritis adalah pemilih yang tidak mamandang kandidat dari tampilan luar dan bungkusnya saja yang meliputi janji-janji politik (kedekan emosi dan visi-misi calon), yang dilihat adalah sepak terjang dan track recorde sang calon dalam memberdayakan masyarakat. kepeloporan, kemampuan berkomunikasi, berdeplomasi, negoisasi dan integritas yang tinggi merupakan syarat kualifikasi bagi para kandidat bupati.

Kembali ke konteks Bawean, dalam PILKADA kali ini masyarakat Bawean dituntut memiliki sikap yang tegas dan mewaspai gerakan-gerakan yang mengarah kepada deal-deal politik yang pada ujungnya akan merugikan nasib Pulau Bawean. Merupakan hal yang tidak bisa dibantah-diakui atau tidak-Bawean sebagai masyarakat politik memiliki potensi besar memunculkan kelompok-kelompok politik, yang kalau tidak dibarengi oleh pembelajaran dan kebijaksanaan politik akan menimbulkan riak-riak konflik di tengah masyarakat. Disatu sisi, diferensiasi afiliasi politik sangat bagus bagi tumbuh kembangnya konsolodasi demokrasi di Bawean, tapi disisi lain akan merusak nilai budaya lokal Bawean yang dikenal dengan kekeluargaannya dan kebersamaannya. Kepentingan politik sesaat, sebisa mungkin tidak menggadaikan kearifan lokal (local wisdom) yang preneal dan luhur.

Biarkan demokrasi lokal berjalan mengalir, biarkan masyarakat menilai, manakar, serta memlilih sendiri figur Cabup-Cawabup pilihannya. Penggiringan massa memilih salah satu kandidat dan mencekal kandidat lain adalah bentuk nyata pemberangusan demokrasi rakyat. Bawean, sudah saatnya belajar menjadi pemilih kritis dan rasional.

Masyarakat Bawean sudah dewasa dalam menentukan pilihannya pada PILKADA mendatang. Tanpa dituntun pun, masyarakat Bawean akan memilih sosok pemimpin yang memiliki perhatian khusus dan komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan permasalahan mendasar Bawean, apalagi kalau bukan masalah transportasi Kapal, Listrik dan jalan lingkar.

Tanda-tanda perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat Bawean kian tampak, alokasi 10 miliar tuk jalan lingkar Pulau Bawean sudah disiapkan untuk memperbaiki jalan Bawean, peristiwa jebolnya ding KM. Express Bahari 8B akibat terjangan ombak menjadi tamparan bagi pemerintah untuk menyediakan kapal yang layak bagi penyebrangan Gresik-Bawean dan melarang kapal berbahan fiber glass untuk menyeberangi laut lepas Bawean, saat ini elemen mahasiswa dan elemen masyarakat tengah mendesak pemerintah untuk menyediakan kapal layak. Dalam hal Listrik, DPRD Komisi B menggodok penambahan tenaga listrik untuk PLN Bawean dan tinggal menunggu waktu menurut ketua DPRD Gresik-sesuai dengan perbincangan penulis pada tanggal 22 januari 2009 dikantornya-karena perabot Listik sudah disediakan pemerintah Pusat, dan saat ini tengah menunggu kedatangannya. Namun, bagaimana pun itu masih membutuhkan dorongan dan kontroling kekuatan elemen masyarakat Bawean. Lantangnya suara LSM, Mahasiswa, Aktivis Bawean, anggota dewan akan mempengaruhi cepat tidaknya agenda perbaikan infrastruktur Bawean.

Kita tidak usah terlalu mendambakan datangnya ratu adil (baca : bupati-bupati baru yang pro rakyat), juga jangan terlalu cemas kandidat akan mengingkari janji-janji politiknya, itu adalah resiko masyarakat yang baru belajar berdemokrasi. Setiap pilihan politik pasti memiliki resiko. Yang penting, bukanlah siapa yang akan menang dan menjabat Cabup-Cawabup Gresik 2010-2015, yang paling penting adalah bagaimana masyarakat betul-betul mampu mengaktualisasikan HAK politiknya, dan mampu membaca serta menjaring figur-figur yang progresif bagi kemajuan kebupaten Gresik, khususnya masyarakat Pulau Bawean. Semoga...!!!

*Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga, Pimred Majalah LA AOBE

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean