Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Budayawan M. Natsir Abrari
Bawean Sudah Pulau Wisata

Budayawan M. Natsir Abrari
Bawean Sudah Pulau Wisata

Posted by Media Bawean on Selasa, 07 Desember 2010

Media Bawean, 3 Desember 2010

Pulau Bawean jadi Pulau Wisata sebenarnya sudah pernah diseminarkan oleh teman-teman mahasiswa Bawean di Kompleks Perikanan Bawean beberapa tahun yang lalu. Saat itu moderatornya Sugrianto (guru Bahasa Indonesia SMAN I Sangkapura), Pemakalah DR. Dyauddin Quswandi, KH. Ali Dhofir, Fauzi Ra'uf, M. Natsir Abrari. Tapi pada pelaksanaan yang datang hanya DR. Dyauddin Quswandi dan M. Natsir Abrari, bertindak sebagai pembanding KH. Abdul Latif (Ketua MUI Kecamatan Sangkapura).

KH. Dyauddin Quswandi sebagai pembicara pertama, beliau kurang setuju Pulau Bawean dijadikan Pulau Wisata, mengingat Bawean adalah Pulau Islami banyak makam wali, bahkan bukitnya saja 99 jumlahnya.

Ketika saya sebagai pembicara, menyampaikan setruju tidak setuju Pulau Bawean sudah sejak dahulu sudah Pulau Wisata. Contohnya, saya dilahirkan dari wisata, karena nenek bernama Buk Sokran berasal dari Sidayu Lawas (Lamongan) jualan sate di Pasar Tambak. Ada apa orang Lamongan jualan sate ke Kecamatan Tambak, kalau tidak ada daya tarik? Kemudian kakek dari pihak ibu bernama Abdul Halik Daeng Mabela dari Selayar Sulawesi, sedangkan ibunya kakek bernama Hj. Syarifah Rabiatul Adawiyah berasal dari Hadral Maut. Untuk apa mereka datang ke Pulau Bawean, kalau tidak ada daya tarik.

Jangan heran bila penduduk Bawean berbaur dari suku Jawa, Madura, Palembang, Sumatera, dan lain-lain. Yach sekarang masih tampak,  misalnya turunan Palembang di Tuku Sangkapura ngetren dengan panggilan Kemas dan Cik, juga orang-orang turunan Bugis dengan panggilan Datok, Poak, dan lain-lain.

Masyarakat Bawean yang gemar merantau, tahun 1994 jumlah penduduk Bawean sebanyak 60 jiwa, sedangkan etnis Bawean di Singapores sudah berjumlah 257 ribu jiwa, belum lagi di Malaysia, Perth Australia, dan lain-lain.

Mau tidak mau Bawean sudah jadi wisata dengan ongkos kapal termahal di dunia, tapi selalu penuh. Kenapa? karena yang menaiki banyak turis yang kulitnya sama dengan kita, tapi mereka WNA karena punya IC mancanegara.

Lalu Abd. Latif sebagai Pembanding bilang, tujuan wisata itu S3 Sun berjemur diterik matahari, Sein berjemur di pasir, dan sex cari perempuan.
Lalu saya jawab, sun n sein boleh di Bawean, tapi sex? kenapa jauh-jauh cari ke Bawean, di Jawa, Singaura, Malaysia kan banyak.
Akhirnya KH. Dyauddin Quswandi menyatakan setuju wisata, tapi wisata yang Islami. Saya jawab, Oke Pak Kyai. Ikan dilaut tidak ikut asin, jadi selamanya di Bawean orengnya ajejhe empek-empek, tak bakalan ada oreng ajhejhe empek. Teman-teman mahasiswa banyak berdiri menyalami saya.

Tapi yang terjadi sekarang? Saya kalah dan salah. Saya menangis meratap. Siapa salah, salah siapa? (bst)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean