Media Bawean, 15 Desember 2010
Oleh : Musyayana (Penasehat Media Bawean)
(Sebuah Catatan untuk Rekrutmen Kader Partai Politk di Pulau Bawean)
Peran utama partai politik dalam demokrasi adalah keterlibatannya dalam pemilihan umum. Partai adalah satu-satunya lembaga dan institusi yang berpartisipasi di dalam pemilihan umum. Lebih spesifik lagi, partisipasi partai dalam pemilihan dilakukan dengan cara merekrut dan menominasikan kandidat ke kantor partai. Dengan melakukan kedua hal tersebut, partai menawarkan kepada masyarakat pilihan akternatif staf publik atau pemimpin nasional dan daerah atau perwakilannya. Partai memiliki dua pilihan agar sukses dalam pemilihan. Pertama, dengan menciptakan mekanisme rekrutmen yang memastikan terjaringnya kandidat yang tepat. Kedua, untuk mengembangkan kadernya yang mereka nominasikan di dalam pemilihan.
Ada beberapa variabel penting dalam proses rekrutmen dan pengembangan kader.
1. Kualitas Rekrutmen
Partai harus memiliki kualifikasi standar untuk merekrut para kandidat. Biasanya, dalam era baru demokrasi, partai merekrut para kandidat yang bersedia untuk memberikan kompensasi politik dan keuangan untuk pencalonan dirinya. Kualifikasi standar sebaikmya mencakup aspek-aspek, seperti integritas, dekat dengan rakyat (societal roots), pengalaman politik, keterampilan dasar, dan sesuai dengan platform partai.
2. Standarisasi Rekrutmen dan Kepatuhan
Standarisasi rekrutmen harus dilakukan secara konsisten di seluruh kantor daerah partai politik, guna memastikan praktek rekrutmen yang umum dan para kandidat memiliki kualifikasi yang sama diseluruh tingkatan.
3. Desentralisasi Rekrutmen
Hampir tidak mungkin bagi kantor pusat partai politik untuk memverifikasi seluruh proses seleksi secara efektif, sehingga diperlukan desentralisasi dalam tingkatan tertentu. Kantor pusat partai seharusnya berpartisipasi secara aktif dalam menyeleksi kandidat parlemen di tingkat nasional, akan tetapi ketika menyeleksi kandidat provensi dan kecamatan kantor pusat partai seharusnya juga memiliki peran utama. Dalam mengimplementasikan struktur yang terdesentralisasi, kantor pusat partai hanya menyediakan mekanisme kontrol untuk memastikan unsure kepatuhan sesuai dengan standarisasi yang tersedia dalam penyeleksian. Kantor daerah partai dapat berpartisipasi dalam menyeleksi para kandidat di tingkat administrasi yang lebih tinggi dengan memberikan masukan dan informasi tentang kandidat. Singkatnya, terdapat tiga aspek utama dalam rekrutmen, antara lain kualitas kualifikasi, standarisasi dan kepatuhan, dan tingkat desentralisasi.
4. Kualitas Pengembangan Kader
Kegiatan pengembangan kader di dalam partai politik harus berkaitan dengan kualilfikasi nominasi. Bahan untuk pengembangan kader harus memasukkan pembangunan integritas, mendorong dan melatih para kader guna membangun kedekatan dengan masyarakat dan program partai politik, pelatihan keterampilan dasar di dalam organisasi, dan promisi ideologi dan platform partai. Pengembangan kader dilakukan guna mencapai tujuan sebagai berikut: Petama, membangun partai dengan sumber internal untuk pemilihan para kandidat dan memastikan proses regenerasi di dalam tubuh partai dengan memunculkan beberapa memimpin partai masa depan. Kegiatan pengembangan kader yang dilakukan secara regular merupakan indicator kualitas proses di dalam partai.
5. Standarisasi, Kepatuhan, dan Desentralisasi Pengembangan kader
Sama halnya dengan rekrutmen, konsistensi di seluruh tingkatan yang berbeda dalam organisasi partai memastikan kader dengan kualitas yang merata. Partisipasi dari anggota partai di tingkatan yang berbeda dalam organisasi juga dapat memastikan efisiensi dalam proses yang berarti kader daerah tidak harus bergantung hanya pada kantor pusat partai.
Lambatnya proses regulasi dan lemahnya posisi tawar para wakil rakyat representatif pulau Bawean, menjadi bukti bahwa ada kesalahan besar dalam proses rekrutmen kader partai politik. Yang akhirnya partai politik hanya dijadikan kendaraan kekuasaan bagi sekelompok politisi pinggiran, yang hanya paham peran dan fungsi DPRD secara tekstual tapi tidak memaknainya sebagai bentuk tanggungjawab sosial kepada konstituen. Tidak pernah ada komunikasi konstituen dan anggota DPRD, yang ada justru komunikasi politik antara legistatif dan eksekutif yang menjauhkan terciptanya tatanan masyarakat yang sejahtera secara ekonomi dan demokratis secara sosial politik.
Posting Komentar