Media Bawean, 4 Januari 2011
Menghantar orang berlayar sampai ke dermaga, termasuk tradisi turun temurun dari nenek moyang di Pulau Bawean. Dahulu orang berlayar dihantar berjalan kaki, sekarang mengikuti perkembangan zaman dengan naik kendaraan roda empat, dan sepeda motor. Jumlahnya orang berlayar satu atau lebih (satu keluarga) yang menghantar warga sekampung. Walhasil, ketika jadwal pelayaran kapal Bawean - Gresik, di dermaga Pulau Bawean dipenuhi ribuan orang sebagai penghantar, sedangkan calon penumpang. berjumlah ratusan orang. Berdampak sepanjang jalan menuju dalam dermaga terjadi kemacetan yang tidak bisa dihindari.
M. Riza Fahlevi (Batam Pos) menyatakan tradisi hantar orang berlayar di Pulau Bawean, sejak orang Bawean mulai merantau. "Bisa jadi sejak abad 15 atau sebelumnya,"katanya.
Edy Faiz (Cinta & Bulan Sabepangkhung Teguh), mengatakan Budaya menghantar (ngater-ngateraken) sudah ada sejak dulu. "Nilai yang terkandung, diantaranya kebersamaan, kekerabatan, persaudaraan, dan kesetiakawanan sosial,"ujarnya.
Sebaliknya H. Kafil Kamsidi (Kepala Desa Paromaan) menilai bahwa budaya menghantar (ngater-ngateraken) tidak memiliki nilai sedikitpun, hanya terlanjur kebiasaan sejak dahulu sampai sekarang.
"Hanya sebagai sebagai pelepas kangen kepada mereka yang dihantarkan. Karena tidak mungkin rasa kengen bisa terobati dalam waktu sangat singkat,"jelasnya.
Menurut H. Kafil Kamsidi, budaya menghantar (ngater-ngateraken) di desanya masih eksis, apalagi yang dihantarkan adalah saudara atau tetangga yang jarang pulang ke Bawean. "Bukan hanya keluarga atau tetangga dalam satu kampung, saudara yang berdomisili dilain desa juga ikut menghantar ke dermaga Bawean,"pungkasnya Kepala Desa Paromaan.
Zaenal (Kepala Desa Sungairujing) menilai masih eksis budaya menghantar (ngater-ngateraken) di desa yang dipimpinnya. Terkecuali berlayar hanya untuk kepentingan sesat tidak terlalu penting, misal kulakan barang, bermain ataupun ikut tes CPNS yang menghantar hanya teman atau cukup satu orang saja.
"Budaya menghantar (ngater-ngateraken) berlaku jika yang berlayar akan meninggalkan keluarga dengan keperluan yang sangat penting, seperti orang sakit. Ataupun dalam waktu lama seperti merantau ke Malaysia, Singapore dan negara lainnya, termasuk mau mondok sebagai santri dan bertujuan ke tanah suci Mekkah,"paparnya.
Menurut Zaenal, Menghantar (ngater-ngateraken) bernilai positif dan wajar budaya tersebut dipertahankan sampai kapanpun.
"Jika ada orang yang mengatakan, kenapa kalau si A yang berlayar harus banyak-banyak orang yang menghantar sehingga membuat suasana Dermaga Bawean menjadi sesak?. Nah, ketahuilah orang yang berkata demikian sebenarnya tidak mengerti betapa sedihnya, betapa berat rasanya harus berpisah dengan keluarga, utamanya dengan orang yang dicintai,"terangnya Kepala Desa Sungairujing. (bst)
Posting Komentar