Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Molod Bawean
Dari Generasi Ke Generasi

Molod Bawean
Dari Generasi Ke Generasi

Posted by Media Bawean on Sabtu, 12 Februari 2011

Media Bawean, 12 Februari 2011

Adakah perbedaan peringatan molod di Pulau Bawean, antara masa sekarang dengan tempo dulu? Berikut hasil liputan Media Bawean;

M. Natsir Abrari (Budayawan asal Pulau Bawean) menyatakan ada perbedaan, dahulu angkatan "talam tengkok" yang merupakan angkatan induk berisi nasi, ikan dan lauk pauknya ditambah "budukna" yang merupakan jajan-jajan dan buah-buahan.

"Lumrahnya talam tengkok dan buduknya diangkat oleh orang yang agak mampu ke masjid atau langgar di kampungnya masing-maisng, kemudian setelah acara selesai (dikker, terbeng rajhe, asrakalan, pidato-pidato, do'a dan lain-lain), maka talam tengkok dan budukna dibagi untuk empat orang,"katanya.

Kemudian periode Talam Tengkok, menurut M. Natsir Abrari diganti periode angkatan model "Bekol" atau model "Gudek/Budek". "Diangkat oleh satu orang perkeluarga yang nantinya di tukar dengan angkatan keluarga lain. Tentu saja bekol dan budek tidak hanya di isi dengan nasi dan ikan dan lauk pauknya, tapi dilengkapi rangginang, gugudu, dudul, belu, geddeng ben sapetorotna. Bekol dan budek dihias dengan aneka bunga-bunga dan hiasan-hiasan yang menarik,"paparnya.

Sementara sekarang, ungkap M. Natsir Abarari, sudah beralih ke periode beldi plastik. "Biasanya panitia membatasi besar kecilnya beldi dengan ukuran galon. Beberapa waktu yang lalu panitia membebaskan besar kecilnya tempat, tapi sekarang umumnya panitia membatasi besar kecilnya beldi,"ujarnya.

Umumnya dua galon atau tiga galon sekarang untuk masyarakat Tambak dan sekitarnya. Namun karena molod adalah urusan wanita, maka "jung-jungan atau panas-panasan" tentu terjadi. "Walaupun ukuran beldi dibatasi, tapi dengan jalan dihias dengan bunga-bunga dan tonggul yang ukuran dua galon itu harus diangkat empat orang dari beratnya,"jelasnya.

"Karena jor-joran inilah bagitu molod selesai, maka "mulut" tak gampang selesai. Artinya karena muatan angkatan dan nialai harga yang tidak sama, maka olleh berkat ramme deddi careta. Sebab satu beldi bisa ada yang habis sampai Rp.3juta,"ungkap M. Natsir Abrari.

Edy Faiz sebagai budayawan muda Bawean menyimpulkan bahwa memang ada perbedaan molod sekarang dengan dahulu kala. Dari segi angkatan banyak perubahan, kalau dahulu makanan yang diangkat 100% adalah hasil bumi, sedangkan sekarang kebanyakan makanan olahan pabrik.

"Segi permainan sudah agak modern, tapi unsur tradisionalnya masih kental. Termasuk segi pola pikir tidak ada perubahan,"tutur Edy Faiz. (bst)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean