Media Bawean, 19 Maret 2011
Oleh: Drs. H. Abdul Khaliq
Guru SMANU Islamiyah Bawean
Pangapora!
Inilah wacana SUMARNA 'dari' KAMPONG BARU,TANJUNGORI yang berobsesi ingin membangun dan menggali potensi GHUNONG-DHISA dan KOTTA di PULO MAJEDI dengan ANJER-ANJER TRIPARDIKAN sebagai penopang dan penghias GRESIK BERHIAS IMAN.
"Takdekat, maka takkenal. Takkenal, maka taksayang. Taksayang, maka takcinta. Takcinta, maka takbisa".
Ungkapan itu sudah benar-benar meresap pada diri SUMARNA. Berbagai cara telah dilakukannya untuk mengenal desanya, menyayangi dusunnya, dan mencintai kampungnya. Agar 'bisa' melaksanakan survei dan pendataan pada 'sensus geografis' yang akan dilakukannya, ia rajin membaca buku pedoman survei dan pendataan dari Bakorsurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pendataan Nasional) yang berdasarkan Kep res No. 42 / Tahun 2001 sambil menunggui area DHUKO dan PATEGGHELAN-na. Pendataan dimulainya dari TANARATA melalui pintu ANGSANA LABENG. Menurutnya, ada tujuh potensi yang menjadi objek survei dan pendataannya:
(1) Potensi laut dan sungai;
(2) Potensi maritim dan dirgantara;
(3) Potensi flora dan fauna;
(4) Potensi perkebunan;
(5) Potensi alam dan budaya;
(6) Potensi keolahragaan; dan
(7) Potensi investasi dan perdagangan.
Awalnya ia kebingungan ketika akan memulainya. Lalu, diputuskannya pendataan itu dilakukan dengan metode komparatif, membuat perbandingan antara potensi dua kecamatan yang berbeda, SANGKAPURA dan TAMBAK.
Di SANGKAPURA ada SABE LAOK dan BERAK SONGAI. Sementara di TAMBAK ada LAOK SABE dan TEMOR SONGAI.
Jika berbeda pandangan, maka carilah persamaanya!
Walaupun masyarakat pada umumnya tinggal di GHUNONG DHISA, ternyata banyak pula masyarakat di sana yang berwawasan KOTTA. Inilah satu-satunya kearifan dan persamaan 'lokal', karena di SANGKAPORA ada KOTTA di KOTAKUSUMA, sedangkan di TAMBAK ada juga K0TTA dekat PAGHINDE.
Selain mematuhi isi buku pedoman, ada dua bekal yang dijadikannya pegangan. “Bahasa menunjukkan bangsa”. “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Oleh karena itu, hormatilah adat istiadat masyarakat setempat dan jika berbicara harus sopan dan a-LANGGHETAN!
Berbaiksangkalah kepada siapa pun, baik ketika berada di SANGKAPORA maupun ketika berada di SANGKAONENG!
Setiap daerah punya pintu gerbang masuk bagi para wisatawan. Wisatawan bisa lewat darat, laut, atau udara. SANGKAPURA ternyata banyak memiliki pelabuhan atau dermaga. Sementara TAMBAK hanya punya satu lapangan terbang. Jadi, TAMBAK unggul bidang 'dirgantaranya’, sedangkan SANGKAPURA unggul bidang maritimnya. Buktinya? SUNGAI LAUT dikuasai SANGKAPURA.
SANGKAPURA memang kaya dengan potensi sungainya. Ada SUNGAI RUJING, dan SUNGAI TELUK. Bukan itu saja, SANGKAPURA punya sungai besar alias 'raje',yang biasa dijadikan tempat pemandian raja, seperti di SONGAI RAJE. Fungsi sungai bukan saja untuk irigasi, perikanan, dan tempat mandi, tetapi ada fungsi lain yang tidak lazim, yaitu sebagai tempat 'bertapa' para pencari kesaktian, seperti yang ada di SUNGAI TOPO (bukan Sungai yang Buntu). Bagaimana potensi sungai di TAMBAK?. Sungai-sungai itu memang berada di SANGKAPURA tetapi hanya ‘ekornya’ sebab ‘kepala’ sungai ada TAMBAK tepatnya, di SONGAI OLO dekat KEPUH LEGUNDI.
Di bidang flora, petani SANGKAPURA memang dikenal ulet dan rajin. Produk yang harus dikemas dengan daun-daunan, seperti produk “ikan pindang, jhukok paes-paes, nasek ghulung dan takerra rojhek" membutuhkan daun jati atau daun pisang.Para nelayan pun sangat membutuhkan daun pohon kelapa sebagai bahan utama pembuatan 'romponna jhukok'. Pusat perdaunan ini tentu ada di DAUN. Buah durian, koddhuk (mengkudu) dapat dijumpai di GHUNONG DHURIN, DHUEK-DHUEK dan KODDHUK-KODDHUK.
Di bidang perkebunan, petani SANGKAPURA memang jeli. Mereka dapat memanfaatkan lahan teluk yang dalam sebagai area perkebunan seperti yang ada di KEBUN TELUK DALAM. Bukan hanya itu, lahan kritis yang ada di pinggir laut pun dapat dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan seperti yang ada di KEBUN LAUT.
Hampir sama dengan SANGKAPURA, TAMBAK pun punya lahan produksi tanaman buah. Ada buah nanas yang takpernah putus musim, karena takpernah kehabisan sumber air di SOMBHER LANAS, ada padang luas untuk dijadikan sebagai lahan budidaya buah jambu di PADANG JAMBU yang dekat dengan area tujuan wisatawan, air terjun GHERUJUKAN. Ada juga buah pinang di lahan PENANG TANEM.
Tanah BHEBIAN sebenarnya sangat subur. Seharusnya warga tak membiarkan tanah yang subur itu tanpa tanaman, walaupun sejengkal tanah. Selain buah kelapa, hampir setiap hari Jumat, dapat kita saksikan parahu Salasaan 'bersampan-sampan, ber-'tondun-tondun' banyaknya mengangkut buah pisang ke Madura.Keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh warga BHEBIAN untuk membudidayakan tanaman pisang, yang berpusat di PAGHEDDHENGAN yang lokasinya berdekatan dengan calon bandara "PAHLAWAN HARUN TOHIR" atau "BANDARA PAHAT". Buah pisang adalah jenis tanaman berumur pendek, cepat tumbuh, dan cepat berbuah. Sayangnya, buah pisang mudah membusuk. Hal ini butuh transportasi cepat jika pisang-pisang itu akan 'diekspor' ke luar daerah. Nanti, mulai tahun 2013 para 'eksportir' tidak perlu khawatir lagi karena mereka bisa ‘mengangkut bertondun-bertondun’ pisang itu lewat udara. Jarak PAGHEDDHENGAN dengan BANDARA PAHAT sangat dekat. Tidak perlu investasi besar untuk budidaya "gheddheng", hanya perlu penerapan pancausaha tani dan manajemen yang bagus.
Selain buah-buahan ada juga bunga bakung di BEKONG, bunga cengker di CENGKER MANES,dan bunga cengkeh di CENGKEH-CENGKEH yang dekat dengan tempat KARAMAT, Waliyah Zainab, di DIPONGGO.
SANGKAPURA memang identik dengan batu onyx dan bebatuan seperti yang ada di BHETO SENDHI, SIDOGEDUNG BATU. Meskipun TAMBAK bebatuannya tidak sebesar SANGKAPURA, TAMBAK ternyata punya lahan batu yang mengagumkan. Ada hamparan batu seperti landasan lapangan terbang di BETO AMPAR, ada bebatuan yang memancarkan cahaya seperti yang ada di BETO LENTANG, dekat makam Sayyid Yusuf. Ada juga besar yang konon katanya batu ini dijadikan bahan baku pembuatan istana raja seperti yang ada di BETO RAJE.
Ketika rehat sambil menikmati sejuknya PASAR ANGEN-ANGEN ia teringat akan sejuknya 'aircondition' Hotel GANDARIA. Di tempat itu ia mengikuti diklat tentang survei dan pemetaan. Nama GANDARIA mengingatkannya pada GHENDHERIE yang bertetatangga dengan BINASPA dan PANYALPANGAN.
Gandaria (bouea macrophylla) adalah jenis tanaman keras yang mulai akar, batang, daun, dan buahnya sangat bermanfaat. Di Provinsi Jawa Barat,GANDARIA menjadi tanaman andalan, tanaman ciri khas provinsi. Ada dugaan kuat bahwa pada zaman 'kalamanjulat' GENDHERIE adalah daerah konservasi hutan yang memiliki hutan lebat selebat hutan JHETE-JHETE di TANAHBUS yang sekarang 'taklayak' lagi disebut daerah konservasi alam karena konservatornya kalah pintar dengan 'malingnya'. Jika 'maling kayu tanahbus' bersembunyi di balik rimbunnya rerumputan LANG-PALENG, petugas KSDA pasti 'pangling'.
Ada potensi olahraganya? Jika ada even sepak takraw, mulai kejuaraan tingkat kabupaten, provinsi, sampai tingkan nasional pun tim sepak takraw BHEBIAN selalu tampil. Sekolah Dasar (SD) tim takraw BHEBIAN pernah meraih juara tingkat nasional. Walaupun tidak sepopuler olahraga sepakbola sepak takraw sudah lama menjadi “trade mark” olahraga BHEBIAN. Penggemar olahraga sepakbola tidak perlu khawatir sebab di TAMBAK ada semacam diklat sepak bola yang dipusatkan di PABULAAN yang masuk wilayah KALOMPANGGUBUG. Lapangannya luas seluas lapangan GURDEM, tempatnya rindang serindang lapangan TELOK COKEL. Rumputnya hijau tidak seperti lapangan ALUN-ALUN yang agak gersang dan kumuh karena berubah fungsi. Pemain sepak bola perlu disiplin tinggi. Fisik dan mental harus kuat. Untuk memperluat fisik, ‘siswa’ berlatih berlari-lari ditanah berpasir. Latihan berlari dilakukannya di pantai PASIR PUTIH yang banyak ditumbuhi kayu santeghi. Berkat upaya pelestarian lingkungan hidup di PASIR PUTIH inilah Bapak H. Arfa’i mendapat hadiah Kalpataru dari Presiden RI mengikuti jejak sukses yang pernah diraih oleh Bapak Khatib Zein yang menjadi penyelamat punahnya Rusa Bawean (axis kuhli) di kawasan TAMPO, PODHEKEK BHERAK. Untuk menghindari rasa bosan sang pelatih juga membawa siswanya berlatih di PASER LANJHENG sambil sesekali menikmati indahnya pantai MAYANGKARA yang pasir putihnya sudah mulai terkikis tangan jahil. Tidak cukup berlatih fisik, mentalpun perlu diasah. Masih ingat pengalaman pahit INDONESIA vs. MALAYSIA pada laga final Leg 1, pada Piala AFF 2010 di Bukit Jalil? Hanya gara-gara laser, mental pasukan Firman Utina ‘drop’. Situasi ini dimanfaatkan pasukan MAHALLI JAZULI, warga MALAYSIA keturunan GELAM. Indonesia kalah!
Pemain yang punya emosi tinggi, mudah marah, tempramental, suka berkelahi alias suka ‘agherang’, maka siswa itu dibina di pusat rehabilitasi. Tempatnya di PAGHERANGAN (angan-angan jeleknya dipagar) yang bekerjasama dengan ahli pengobatan di PETAMBANAN. Kalau masih belum sembuh, ‘pasien’ itu di isolasi ke PANYALPANGAN. Bebagai cara pun dilakukan pelatih agar siswanya kebal mental. Pusat latihan kekebalan mental ini berada di KEBALAN yang pawangnya didatangkan dari PAKALONGAN yang punya potensi menjadi pasar bursa saham yang berpusat di PAMASARAN.
Perjalanan semakin jauh, tapi pekerjaan masih belum selesai. Belum apa-apa. Ada 2 kecamatan, ada 30 desa, ada 207 dusun (BPS:2008 ), ada 99 gunung, ada beberapa GUA-GUA, dan ada ratusan kampung dan ratusan jalan yang harus dijelajah.
SUMARNA benar-benar punya semangat tinggi setinggi GHUNONG MANANGES. Ia tidak mau ber-TAUBAT (baca: berhenti) dalam menghadapi berbagai tantangan. Takada GHUNONG TENGGHI yang takdidakinya. Takada bukit di GHUNONG LAOK, GHUNONG DEJE, GHUNONG BERAK, GHUNONG TEMOR ,dan GHUNONG LANJHENG yang takdiminum air nyiur degan-birunya yang berasa internasional. Tak ada GHELLUREN yang tak dituruninya. Tak ada TASEK-TASEK dan KEKESEKAN yang tak dicubit daging ikan bakarnya. Tak ada alas yang tak diterobosnya, walaupun sampai ke ALAS TEMOR. Tak ada pulau yang tak dilayarinya walaupun jauhnya sampai ke PULO NOKO. Takada TANJUNG yang takdisanjung-sanjung. Takada TELLOK yang diolok-olok. Walaupun sempat melayari PULO SELAYAR yang jika dikelola dengan serius, bisa menyaingi PULO LANGKAWI taksedikit pun ia mengarang-ngarang untuk mencungkil karang PULO KARANGBILE yang terumbu karangnya takkalah indah dengan terumbu karang BUNAKEN. Taksedikit pun ia punya nyali untuk takkembali menggali potensi GHILI, baik di PULO GHILI yang kaya akan ikan teripang, udang lobster, dan ikan kerapu merahnya dan GHILI BERAK yang memiliki pohon nyiur bercabang tujuh alias NYEOR CANGKA.
Ia menyadari benar bahwa setiap pekerjaan pasti ada hambatannya. Setiap hambatan pasti ada jalan keluarnya. Optimis! Sesudah kesulitan pasti selalu diikuti dengan datangnya kemudahan. Ia takkehabisan akal. Kalau hujan, ia berteduh di GHUNONG PAJUNG. Kalau kepanasan, ia berlindung di bawah rimbunnya daun BHERINGENAN dekat DERMAGA yang belum ada namanya.(Dalam pikirannya, dermaga itu pantas jika diberi nama DERMAGA MARMER atau TANJUNG MARMER . Alasannya, sangat sederhana. BHEBIAN identik dengan batu onyx atau marmer. Alasan lain, beranalogi pada nama pelabuhan lain. Ada nama TANJUNG PERIUK di Jakarta, ada TANJUNG PERAK di Surabaya, dan ada TANJUNG EMAS di Semarang, adakah TANJUNG MARMER di BAWEAN (?).
Kalau kedinginan, ia berendam di AERPANAS.
Kalau kakinya penat, ia singgah sebentar di PAJHINGGEEN sambil menyaksikan para turis bermain ombak di LABBHUAN. Pada waktu tertentu turis asing dengan kapal layar bertiang tingginya biasa berlabuh di LABBHUAN .Kalau kemalaman, ia menginap di PAROMAAN. Pagi harinya,ia sarapan pagi di pinggir TALAGHE KASTOBA dekat CANDHI sambil memancing JHUKOK ALI ( ikan mujair yang awalnya disemai oleh K.H. Ali Dhofir) yang biasa 'dijual' di PASAR TALAGHE.
Kalau sakit? Berobat saja ke KLINET (dari kata "clinic -> klinik -> puskesmas) di TAMBAK.
Jika rasa penat sudah hilang, jika sakit berganti sehat, sekarang, terus ke mana? Ya, terus balik. Akhirnya , SUMARNA menuju BALIK TERUS lewat BHALIKBHEK!
Ibarat perantau yang mau balik kampung,SUMARNA mampir dulu di PALASA dekat GREJEK untuk membeli buah tangan buat keluarganya. Semua suvenir dan makanan khas BHEBIAN diborongnya. Tas anyaman tikar pandan buatan GHUNONG TEGGU, karupuk pettola buatan TAMBAK,empek-empek posot buatan KOTAKUSUMAH,opak-opak buatan BENGKOSOBUNG, pilus buatan SUWARI, dhudhul dan paes-paessa jhukok buruk 'botok' dan jhubedhe buatan DIPONGGO, kripik tripang buatan PULO GHILI, bingka kelapa muda buatan KUMALASA, karupuk arok-arok buatan LANGAOR, emping renyah buatan SOKALELA, tongkat santeghi buatan SUKAONENG, ghule mera buatan TANA MERA, aenglaang buatan LANGCABBHUR, jhukok pendheng buatan DHEDDHEBHENG, ceppo dan sareng-sareng buatan SARAMBHE, saghuna ambhulung buatan PAROMAAN. Taklupa ia membeli pesanan si kecil yang ngotot minta dibelikan gula-gula yang rasanya “aneh”. Apa itu? Ghule celok! Semua itu dibelinya dengan harga yang murah, karena harganya bisa ditawar. Dikemasnya “olle-olle” tadi dengan kemasan tas besar yang berlogo stan PLAZA OLLE NABER.
‘Siapakah’ SUMARNA? Adakah yang ingin berkenalan lebih dekat dengan SUMARNA? Anda bisa menghubungi Bapak ILHAM SYIFA’, M.Si. Kepala Desa TANJUNGORI, Kecamatan TAMBAK.
Perjalanan diakhirinya dengan bersujud syukur di MASEGHIT SA'ADATUDDARAINI, mesjid peninggalan MAULANA UMAR MAS'UD. Sisa tenaga digunakannya duduk berlesehan di serambi masjid, seolah-olah ia benar-benar berada di SERAMBI MADINAH yang sedang dibumikan oleh BSM. Karena cintanya yang mendalam kepada Rasulullah, ia masih bersabar akan mengikuti acara puncak MOLOD INTERNASIONAL yang dibesut oleh KARUKUNAN TOGHELLAN BHEBIAN (KTB). Dengan membeber tikar yang sudah dipersiapkannya, ia memilih tempat paling belakang, jauh dari jajaran terundang seperti Tomas (tokoh masyarakat) karena ia memang tidak diundang oleh panitia. Harapan terakhirnya ia berharap dapat bersalaman atau DISALLAM-i oleh pasangan duet SQ pemangku dan khadam bumi tapak tilas TRISUNAN (SUNAN GIRI, SUNAN MAULANA MALIK IBRAHIM, dan SUNAN BONANG).
Jika ini benar-benar terjadi, maka ia akan memeluknya seraya membisikkan obsesinya.
Bersambung wacana 2 ...
Posting Komentar