Media Bawean, 2 Maret 2011
Oleh : Hassan Luthfi
Sebentar lagi eksplorasi pengeboran minyak di lepas pantai pulau Bawean akan dimulai, dimana-mana mulai terdengar setiap pembicaraan warga yang dengan bangga akan dimulainya proyek ini. Sebaiknya masyarakat juga perlu tahu bahwa perusahaan asing yang datang ke Indonesia itu bukan mencari keuntungan 1 atau 5 milyar rupiah, mereka jauh-jauh berinvestasi datang kesini dengan perhitungan memperoleh benefit ratusan milyar dolar.
Oleh karena itu pembagian keuntungan dan kompensasi terhadap warga setempat harus transparan, dampak lingkungan yang diakibatkan harus diantisipasi, keseimbangan ekosistem juga harus dijaga, jangan sampai peristiwa Lapindo akan terulang di bumi Bawean. Bisa anda bayangkan bagaimana jika ada kebocoran minyak misalnya, tentu seluruh pantai di pulau Bawean yang kecil ini akan terkepung polusi, kalau sudah begitu bagaimana nasib warga Bawean? terlebih para nelayan yang bermata pencaharian di laut.
Oleh karena itu pembagian keuntungan dan kompensasi terhadap warga setempat harus transparan, dampak lingkungan yang diakibatkan harus diantisipasi, keseimbangan ekosistem juga harus dijaga, jangan sampai peristiwa Lapindo akan terulang di bumi Bawean. Bisa anda bayangkan bagaimana jika ada kebocoran minyak misalnya, tentu seluruh pantai di pulau Bawean yang kecil ini akan terkepung polusi, kalau sudah begitu bagaimana nasib warga Bawean? terlebih para nelayan yang bermata pencaharian di laut.
Kita tidak boleh terlena, kita bukan adik kecil yang diberi segenggam permen lantas bungkam. Para LSM, mahasiswa, tokoh masyrakat dan wakil kita di DPR harus aktif mengawasi proyek ini, keuntungan tidak boleh hanya dinikmati oleh pemerintah pusat, pejabat dan segelintir orang saja, lantas mengorbankan kepentingan warga Bawean. Kita harus belajar dari apa yang terjadi di Irian, perusahaan asing yang bernama Freeport dengan rakusnya mengeruk kekayaan bumi cendrawasih akan tetapi warganya dibodohkan dan masih hidup primitif dengan kotekanya. Contoh lain, saya enam tahun tinggal di NTB yang berdekatan dengan perumahan orang-orang yang bekerja di NewMont, warga pendatang yang bekerja disitu hidup dengan ekonomi menengah ke atas, tapi ironisnya sebagian besar penduduk lokal masih banyak yang putus sekolah.
Selama ini kita sangat bangga dengan adanya ada Bank Jatim dan Bank BRI yang membuka cabang di Bawean, kita juga bangga punya rekening yang banyak yang tertera di buku bank, tetapi kita tidak tahu dan mungkin kurang menyadari kedepannya seperti apa. Apakah sampai 30 tahun ke depan warga Bawean Cuma jadi nasabah? Semestinya kita lebih bangga kalau warga Bawean asli yang jadi pemimpin atau bekerja di bank-bank cabang pembantu tersebut. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah harusnya punya perencanaan (planning), lima tahun kedepan setidaknya sudah harus fifty-fifty antara putra daerah dengan orang luar yang bekerja di bank-bank tsb. Pemda harus mengarahkan atau memberi gambaran kepada siswa-siswa SMU untuk melanjutkan belajar ke fakultas-fakultas yang dibutuhkan agar membuka lapangaan pekerjaan bagi warga setempat. Misalnya, sarjana apa yang diperlukan untuk berkarir dan mengisi posisi strategis di bank, di lapter, di pengeboran minyak,dan lain-lain. Dengan demikian BUMN yang ada di Bawean tidak hanya mengambil keuntungan belaka tetapi ada take and give kepada warga Bawean.
Di instansi-instansi pemerintah juga kita lihat masih banyak yang diisi oleh orang luar, hal ini karena kurang adanya sumber daya manusia (SDM) yang memadai dari warga setempat. Agar hal ini tidak berkelanjutan, kita harus berupaya mendorong Pemda untuk membuka link ke universitas dan akademi- akademi negeri, seperti STPDN, STAN, STT TELKOM, AKPOL,dsb. Murid-murid yang berprestasi harus lebih mendapat perhatian, mereka selayaknya mendapat rekomendasi dari Bupati atau Gubernur agar diterima disekolah- sekolah tersebut. Apabila mereka bisa belajar di perguruan tinggi negeri yang terbaik, tentu siswa-siswi yang berprestasi tersebut akan mempunyai visi dan misi yang lebih maju. Dengan demikian mereka bisa ditempatkan di instansi-instansi pemerintah sesuai dengan bidang yang mereka kuasai (the right man on the right place), sehingga tercipta generasi baru yang berkomitmen dan berkompeten.
Dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, otonomi daerah akan berjalan diatas relnya dan tidak terkesan dipaksakan, disamping itu jika mempunyai SDM yang ber-skill tinggi kita sudah tidak akan tidak terus-menerus mengandalkan Malaysia dan Singapura. Jikalau di negeri sendiri bisa hujan emas kenapa harus jauh-jauh ke negeri orang, oleh karena itu perjanjian dengan kontraktor asing dan pertamina yang akan mengelola pengeboran minyak di blok Bawean harus jelas, dalam 5 tahun pertama bentuknya seperti apa, setelah 10 tahun berikutnya bagaimana, dsb.
Sebagai gambaran di negara Qatar yang juga memproduksi minyak, setiap bayi yang baru lahir sudah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar 5000 real (sekitar 12juta rupiah) perbulan. Mengharap seperti itu mungkin terlalu jauh api dari pangggang, akan tetapi setidaknya kita bisa belajar dan tidak mau hanya dieksploitasi, dengan menerima tawaran yang terlalu murah. Ingat, kita jangan jadi adik kecil yang di kasih permen lantas senang, kita mesti berjuang agar sarana pendidikan, kesehatan, transportasi dan infrastuktur lainnya juga harus mereka perbaiki sebagai bentuk kompensasi.
Prioritas utama yang tak kalah pentingnya dan sekali lagi kita harus tekankan adalah masih banyaknya siswa Bawean berprestasi yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri, di samping karena tidak ada link juga karena tidak sanggup membayar uang gedung sekolah yang mahal. Bila proyek pengeboran minyak ini berjalan diharapkan siswa-siswi yang berprestasi bisa diberi beasiswa. Kita berharap bapak Gubernur dan Bupati tidak hanya mendengar kabar gembira bahwa pulau Bawean menghasilkan minyak dengan omset jutaan dolar, tapi juga mau mendengar bahwa putra dan putri Bawean juga ingin sekolah di perguruan tinggi negeri bonafid yang selama ini tidak tersentuh oleh pelajar-pelajar Bawean. Sementara daerah-daerah lain bisa mengirim siswanya dengan rekomendasi dan beasiswa dari pemdanya, kenapa Bawean tidak?
Semoga eksplorasi minyak di wilayah pulau Bawean segera terlaksana serta berjalan sesuai dengan prosedur agar Bawean bisa lebih maju dan warga Bawean bisa memperoleh kompensasi yang semestinya, dan jangan hanya “segenggam permen buat adik kecil”..
Posting Komentar