Media Bawean, 29 April 2011
Oleh : Dan Khilaf Qu
"Almukarramun para alim ulama", kalimat itu sering terdengar bahkan hampir disetiap pembukaan acara resmi maupun tidak resmi, formal dan yang tidak formal, siapakah yang dimaksud, benarkah ada ulama disitu, tentunya hanya Allah yang tahu kebenarannya, karena Dia maha tahu atas segala sesuatu.
Lalu siapakah ulama itu, jika kita maknai secara sederhana, tentunya kita tahu bahwa pada umumnya ulama adalah kiai dan ustadz, kita pasti setuju tentang itu, mereka sering kita jumpai di lingkungan pesantren dan surau, di setiap acara keagamaan maupun acara-acara lainnya. Alangkah banyaknya di Bawean yang notabene penduduknya 99,99% muslim, tentunya pengetahuan tentang islam dan hukum islam sangatlah diutamakan, bahkan disetiap jengkal tanah Bawean kita bisa berpapasan dengan mereka.
Kiai adalah titel tanpa ijazah apalagi penghargaan, kiai adalah gelar pemberian ikhlas dan tulus dari masyarakat kepada orang orang yang layak mendapat gelar itu. Yang kita tahu kiai adalah seorang muslim yang mengerti ilmu agama dan hukum islam, benarkah demikian, bukankah kiai itu adalah panutan, baik ucapan maupun perbuatannya, meskipun kita tahu tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, tapi seorang kiai dituntut untuk paling tidak lebih baik dari muslim lainnya.
Seorang kiai akan menjadi sorotan bila sedikit saja menyimpang dari kaidah, ada yang mengatakan bahwa kiai itu takut terhadap perkara makruh apalagi haram, kiai akan selalu direkam setiap gerak geriknya oleh umat, baik ucapan maupun perbuatannya. Sebagai contoh kecil bagaimana dengan kiai yang berpolitik atau ikut ikutan dalam secara tidak langsung dalam politik praktis, masyarakat pasti tidak akan lupa untuk mengabadikannya walaupun hanya dalam ingatan.
Jika berbicara tentang politik jaman sekarang tentunya sangat jauh berbeda dengan politik di jaman Rasul dan sahabat Rasul, politik sekarang identik dengan kecurangan dan kemunafikan, lalu apa alasan seorang kiai ikut ikutan berpolitik, maksudnya politik kenegaraan, mengajak, menghimbau apalagi memaksa atau mengarahkan dengan alasan alasan yang membuat umat percaya dengan apa yang dia sendiri tidak yakin kebenaran apa yang diucapkannya, lalu mereka yakin bahwa mereka itu benar, karena mereka selama ini selalu memfatwakan kebenaran.
Namun faktanya, umat tidak lagi terlalu menaruh hormat kepada kiai atau setidaknya kurang menghargai, ilmu tidak bermanfaatkah atau memang sudah tidak layak lagi dihormati, mari kita cermati, ternyata umat mendambakan panutan yang berwibawa, wara', bijaksana dan netral dalam bersikap dan menyikapi sesuatu hingga tidak menyakiti yang lainnya, memilih salah satu pasti akan menyakiti yang lainnya, itu hukum alam atau sunnatullah.
Yang perlu dipertimbangkan juga adalah mengapa masyarakat Bawean bersikap lebih menghormati atau bahkan lebih mengkeramatkan kiai yang datang dari luar pulau, apakah kiai di Bawean tidak lebih pantas untuk dikeramatkan, bukankah kita tahu siapa mereka, sifat mereka, keseharian mereka daripada kiai yang datang dari luar pulau yang bahkan kita sendiri sama sekali tidak kenal, bukankah ini terlalu naif. Apa yang terjadi dengan kiai kita. Sekali lagi hanya Allah yang tahu, kita hanya bisa menilai dari sudut pandang keawaman yang melekat pada diri kita, yang tentunya menurut mereka kitalah yang salah, karena mereka alim sedang kita awam.
Adakah perbedaan antara kiai masa kini dan tempo dulu, tentu tidak, kiai adalah kiai, tidak ada yang berubah pada kiai, yang berubah adalah bahwa kiai sekarang sudah menjadi barang langka, meskipun orang yang mengerti hukum islam sangatlah banyak, tentunya tanpa titel yang sebenar-benarnya yang biasa disebut, dihormat dan dihargai sebagai KIAI
Oleh : Dan Khilaf Qu
Alamat : Daun Sangkapura
Posting Komentar