Media Bawean, 21 April 2011
Lomba Menulis Berita Dan Opini
Oleh : Silvia Anjani
Tindakan seseorang bermula dari pikirannya. Bila pikiran benar maka tindakannya mengarah kepada hal yang benar. Namun bila pola pikir seseorang keliru maka tindakannya juga akan mengarah kepada hal-hal yang negative.
Abad ini adalah era informasi. Siapa menguasai informasi maka akan menguasai dunia. Ragam informasi sangat bervariasi. Ada radio, Televisi, internet, HP dan seterusnya. Semuanya membawa dampak sistematis terhadap pola pikir masyarakat. Kenapa? karena masyarakat kita tidak pernah lepas dari media tersebut semenjak bangun tidur sampai tidur kembali.
Masyarakat kita umumnya adalah masyarakat pasif. Mereka lebih suka menonton daripada menjadi pemain. Mereka suka menjadi obyek daripada subyek. Akibatnya pola pikir mereka mengikuti apa yang mereka lihat dan dengar. Bila informasi yang didengar dominan yang baik maka mereka ikut menjadi baik tetapi bila yang didengar dan lihat jelek maka kejelekan yang akan mendominasi. Celakanya, media informasi yang ada lebih banyak menyuguhkan informasi yang buruk dan negative. Bisnis media tidak peduli dengan dampaknya, mereka lebih mengutamakan financial yang masuk kocek mereka.
Remaja Indonesia adalah korban informasi. Tiap hari mereka disuguhi life style (gaya hidup) yang instan dan pragmatis. Hidup cepat tanpa proses yang rumit. Gampang dan menyenangkan tanpa susah payah. Mereka diiming-imingi bahwa hidup yang terindah adalah menjadi artis dan orang terkenal. Hidup mewah, gonta-ganti pasangan, dugem dan segudang kebiasaan buruk lainnya. Untuk menjadi artis mereka cukup mengikuti audisi-audisi yang dilaksanakan banyak televise swasta. Atau merekam aksinya lewat HP lalu memindahnya di internet. Bila tidak bisa menjadi artis mereka bisa menjadi anggota DPR atau pejabat Negara yang lain. Bukan hanya itu, merak dicekoki kehidupan selebritis yang selalu disorot media. Di rumah, di lokasi syuting bahkan ketika bercengkrama dengan keluarga tak lepas dari sorotan kamera. Ketenaran menjadi dambaan bagi setiap remaja yang mentalnya masih labil.
Akibatnya adalah mereka mengidolakan para artis. Remaja pria mengidolakan artis wanita dan remaja wanita mengelu-elukan artis pria. Maka dalam buku harian para remaja Indonesia, khususnya Bawean, selalu terpampang gambar Luna Maya, Agnes Monica, Jupe, DP, Afghan, Olga Saputra, Rafi Ahmad, Anang dan seterusnya. Para remaja kita sangat hafal dengan lagu band-band itu ketimbang pelajaran sekolahnya. Mereka mendambakan hidup di kota dan malu hidup di desa. Pedesaan dan pertanian menjadi sesuatu yang dianggap kuno dan tidak modern. Bagaimana solusinya? Tentu tidak gampang membelokkan pola pikir meraka. Cara yang paling cepat adalah dengan menutup semua media. Tetapi hal ini mustahil dilakukan. Bukan hanya karena melanggar kebebasan pers tetapi juga tidak mungkin ada birokrasi yang bisa kecuali di Negara komunis.
Yang realistis adalah dengan memperbanyak aktivitas remaja yang positif. Misalkan olahraga, seni dan pengembangan potensi remaja yang lain. Disamping itu figure orang tua dan guru yang simpatik bisa mengalihkan perhatian mereka kepada para artis di layar kaca. Masih adakah orang tua dan guru yang bisa dijadikan idola? Masih. Masih banyak orang tua yang benar-benar bisa menjadi contoh bagi putra-putrinya. Ia membimbing dan mengarahkan. Mendampingi dan mengasihi. Sedangkan guru harus benar-benar mendidik dan mengayomi.
Nama : Silvia Anjani
Kelas : X IPA MA Hasan Jufri
Asal : Daun Sangkapura
Posting Komentar