Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Bawean Dari Zaman Klasik
Hingga Menuju Ecotourism

Bawean Dari Zaman Klasik
Hingga Menuju Ecotourism

Posted by Media Bawean on Rabu, 01 Februari 2012

Media Bawean, 1 Februari 2012

Lomba Menulis Berita & Opini Tahun 2012
Kategori Umum

Penulis : Ahmad Nurcholish
Alamat : Desa Lebak, Sangkapura
Pekerjaan : PNS Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 
Alamat Sekarang : Di Mataram



1. Zaman Klasik
Konon dahulu kala terdapat sebuah pulau yang memiliki beribu nama, berbagai macam nama yang dialamatkan kepulau tersebut yang menyebabkan pulau itu menjadi pulau seribu dongeng. Diantara dongeng-dongeng tersebut ada yang antah-berantah, ada pula yang hanya menjadi cerita pengantar orang tua untuk mengajarkan kebijakan dan nilai-nilai kehidupan bagi anak-anaknya, dan ada juga yang merupakan bagian integral dari sejarah perjalanan kehidupan anak manusia di bumi Nusantara. Diantara kepingan-kepingan integral sejarah tersebut bisa di telusuri dari catatan-catatan yang tersisah, diantaranya Babad Hanacaraka, disebutkan “Pada jaman dahulu, di Pulau Majethi hidup seorang satria tampan bernama Ajisaka. Selain tampan, Ajisaka juga berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Sang Satria mempunyai dua orang punggawa, Dora dan Sembada namanya. Kedua punggawa itu sangat setia kepada pemimpinnya, sama sekali tidak pernah mengabaikan perintahnya. Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan pergi berkelana meninggalkan Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani oleh punggawanya yang bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada siapapun kecuali kepada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan melaksanakan perintahnya…”. Cerita tentang Ajisaka yang berasal dari Pulau Majeti (Bawean) yang datang dari India dengan muridnya Dora dan Sembada sudah familiar di tengah masyarakat Bawean khususnya masyarakat Tanjung Anyar ( Tinggen ) yang mempercayai sisa-sisa peninggalan Ajisaka dengan terdapatnya makam panjang yang dipercaya sebagai Dora dan makam panjang yang satunya lagi terdapat di pemakaman umum Masyarakat Tinggen yang dipercaya sebagai makam Sembada. Dalam catatan lain dalam sejarah Kalimantan di sebutkan pada tahun 200 Penduduk Nusa Kencana ( Banjarmasin ) migrasi ke pulau Bawean selanjutnya ke pulau Jawa, sebagian melanjutkan perjalanan ke pulau Pawinian (Karimun Jawa) menuju Sumatera.

Dalam sebuah kitab klasik yang di tulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1256 Saka menceritakan tentang kunjungan Prabu Hayam Wuruk ke Bawean tercatat dalam Kitab Negara Kertagama yang menyebutkan “ …atau pergilah beliau bersembah bakti kehadapan Hyang Acalapati. Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai. Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin, jika sampai di Jenggala ( Sidoarjo ), singgah di Churabaya ( Surabaya), terus menuju Buwun (Bawean).” 

Dari catatan-catatan klasik yang tersisa mulai zaman pra Islam hingga zaman Islam yang di tandai dengan masuknya Muballigh Islam spt Jujuk Campa, Sunan Bonang, Waliyah Zainab hingga terakhir zaman Syaikh Umar Masud dan keturunannya menandakan bahwa Pulau Bawean adalah tempat ‘berkunjung’. Sayang sekali jika tempat ‘berkunjung’ ini tidak di kelolah dengan baik, bagaimana cara mengelolah pulau ini ? sesuai dengan judul penulis mengusung wisata bawean berbasis ekowisata.

2. Wisata Bawean berbasis Ekowisata ( Ecotourism )
Melihat kondisi alam dan sosio masyarakatnya maka Bawean lebih memungkinkan untuk dijadikan tempat wisata yang berbasis ekowisata. Apakah Ekowisata itu ? ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang menekankan tanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberi mamfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Jika dikaji lebih lanjut, maka ekowisata menekankan pada pentingnya gerakan konservasi. Seiring dengan semakin berkembangnya niat konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat maka lahir definisi baru mengenai ekowisata yaitu : suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata ekowisata semakin digemari oleh wisatawan sehingga muncul pengertian baru tentang ekowisata yaitu perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata atau dengan kata lain wisata yang berbasis pada alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian lingkungan.

Gambar1. Penangkaran Rusa di Pudakit Barat

Gambar 2. Hutan Mangrove di Pasir Putih Tambak
Pemandangan gambar 1 dan 2 mungkin kurang berarti bagi anda, namun suasana alam seperti ini dirindukan oleh jutaan orang lain di dunia.

2.1 Prinsip Pengembangan Ekowisata
Ada beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi, yaitu Pertama,Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya masyarakat lokal. Kedua, Mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi. Ketiga, Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Keempat, Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengembangan ekowisata. Kelima, Keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan ekowisata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian kawasan wisata. Keenam,Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Ketujuh, Pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan. Kedelapan, Devisa dan belanja wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah.

2.2 Identifikasi Potensi Wisata
Bawean banyak sekali tempat-tempat yang bisa dijadikan tujuan wisata namun tidak semua tempat tersebut harus digarap bersamaan tapi lebih fokus ke suatu tempat yang bisa dijadikan ikon wisata bawean. Ini sebagai langkah awal untuk membangun citra bawean sebagai pulau wisata, jika wisatawan mendengar nama pulau Bali secara otomatis terbayang akan pantai Kuta nya, begitu juga jika wisatawan mendengar nama Lombok maka yang teringat akan pantai senggigi padahal di kedua tempat tersebut Bali dan Lombok terdapat banyak sekali tempat-tempat wisata yang eksotis dan menarik namun orang-orang membayangkan kuta dan senggigi itu sebagai simbolnya, nah simbol itulah yang harus di bangun terlebih dahulu di Bawean. Ada beberapa tempat yang bisa di jadikan simbol tempat wisata bawean yaitu : 

a. Pulau Noko : pulau koral yang terdiri dari hamparan pasir putih ini memiliki keindahan seperti pantai landa Giraavaru Atoll Baa Maladewa (Maldives).


 Di pulau noko ini para wisatawan bisa melakukan snorkeling, diving, berjemur diatas hamparan pasir putih, pemandangan lautan yang luas, juga bisa melihat gugusan bukit pulau Bawean. Pulau noko ini menawarkan wisata laut yang eksotis

b. Telaga Kastoba : telaga yang berada di puncak gunung dengan di kelilingi hutan ini cocok bagi wisatawan yang menyukai trekking, melihat pemandangan alam di pegunungan dengan jalan yang menanjak melewati rindangnya pepohonan hutan. Setelah sampai ke danau para pengunjung akan disuguhi segarnya air danau dan sejuknya udara pegunungan, di danau ini bisa untuk mandi atau untuk mancing dan bisa juga untuk melakukan penelitian keanekaragaman hayati. 

c. Hutan Bakau (Mangrove) di Pasir Putih: Mangrove tidak hanya berfungsi melindungi pantai dari hempasan ombak tapi juga bisa dikembangkan sebagai objek wisata, deretan hutan mangrove yang ada di pasir putih Tambak bisa dikelolah untuk tujuan wisata, penelitian, budidaya ikan atau udang. 


Para pengunjung bisa menikmati sejuknya berjalan diantara rindangnya hutan bakau atau berjalan dengan sampan kecil menelusuri kanal-kanal diantara hutan bakau.

d. Kebun Salak dan Penangkaran Rusa : landscape yang indah dan udara yang sejuk serta melihat rusa bawean (axis kuhli ) adalah sesuatu yang bisa ditawarkan kewisatawan, selain wisata alam juga bisa dijadikan tempat pembelajaran dan penelitian.

2.3 Penyusunan Rencana Pengelolaan Ekowisata
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan ekowisata, antara lain: (1) sumber daya alam dan nilai budaya lokal harus menjadi dasar penilaian dan pengaturan; sumber daya alam dan nilai budaya lokal tidak boleh berada pada posisi yang beresiko; (2) sumber daya alam dan lingkungan, serta nilai budaya lokal yang dianggap penting harus dilindungi; (3) keunikan dan keaslian harus dilindungi, baik oleh pengelolah maupun oleh wisatawan dan masyarakat loka; (4) tanggung jawab dan peluang ekonomi yang ada dalam pengelolaan tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab dan dikuasai oleh pengelolah saja, namun harus dibagi kepada wisatawan, masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya; (5) wisatawan berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik, namun tidak semua fasilitas dan jenis rekreasi yang diharapkan oleh wisatawan dapat dipenuhi, terutama yang bertentangan dengan tujuan ekowisata dan mengancam kelestarian lingkungan; (6) wisatawan yang dating pada objek ekowisata umumnya mencari kualitas pelayanan yang terbaik, wisatawan yang datang sangat jarang mempersoalkan harga.

2.4 Strategi Pengembangan Ekowisata
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk pengembangan ekowisata seperti : (1) pengembangan infrastruktur transportasi untuk memudahkan aksesibilitas ke tempat wisata (2) pengembangan bantuan modal usaha (3) pembangunan prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan wisata (4) promosi potensi wisata (5) pengembangan objek wisata (6) penataan ruang dan kawasan (7) peningkatan kinerja aparat untuk melakukan penegakan hokum (8) peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan.

2.5 Strategi Peningkatan Mamfaat Ekonomi
Salah satu mamfaat dari ekowisata adalah memberikan dampak ekonomi yang positif terhadap masyarakat. Dengan dijadikannya ekowisata maka diharapkan perputaran uang di pulau Bawean semakin banyak, beberapa cara yang dapat meningkatkan mamfaat ekonomi kegiatan Ekowisata, yaitu :
a. Buat produk dan jasa yang dapat meningkatkan pengeluaran wisatawan, misalnya jasa rekreasi, akomodasi, kerajinan dan kuliner
b. Tingkatkan kualitas layanan kepada para wisatawan dan tingkatkan kepuasan wisatawan
c. Sediakan pilihan akomodasi lokal
d. Sediakan pilihan kegiatan rekreasi
e. Pastikan partisipasi masyarakat lokal, misalnya untuk jasa pemandu wisata
f. Dorong pertumbuhan konsumsi makanan lokal
g. Kembangkan acara atau festival bernuansa lokal seperti mandiling, pencak silat, molod dll
h. Buka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk merayakan tradisi budaya mereka seperti tradisi rasol di buluar, memandikan sapi ke laut setelah panen
i. Sediakan bangunan-bangunan bernuansa adat di sekitar wisata seperti Dhurung dengan arsitektur kuno yang ada jelepang-nya,
j. Pastikan bahwa harga yang berlaku adalah harga yang layak.

Selain ekowisata ada juga potensi Bawean yang perlu di kembangkan yaitu Spritualtourism

3. Wisata Spiritual (spiritual tourism )
Selain wisata yang berbasis alam, terdapat potensi lain yang perlu dikembangkan yaitu wisata spiritual. Di pulau Bawean yang diyakini terdapat 99 gunung terdapat banyak sekali petilasan dan makam bersejarah. Diantara makam-makam tersebut seperti makam maulana umar masud, makam panjang di tinggen, makam purbonegoro, makam waliyah zainab, makam jujuk campa, makam cokrokusumo dan makam-makam lain. Jika makam-makam bersejarah tersebut dikelolah dengan baik akan memberikan mamfaat baik secara batin (spiritual ) maupun secara zahir (ekonomi ). Hal-hal teknis untuk mengelolah makam tersebut seperti perawatan makam, dirikan suatu bangunan yang unik atau mihrab di atasnya seperti makam-makam parawali lainnya, kemudian telusuri sejarahnya dan buatlah catatan tentang perjalanan hidupnya hal ini untuk memberikan informasi kepada para pengunjung. Sediakan tempat yang agak luas yang memungkinkan pengunjung bisa melakukan tirakat di sekitar makam tersebut. Jika tempatnya indah bersih dan menarik serta ditunjang oleh pancaran sirr makam wali tersebut maka masyarakat umum, para pecinta spiritual dan ahli kebatinan akan berdatangan dari segala penjuru negeri.


Referensi bacaan:
1. Mpu Prapanca, Terjemahan Kitab Negara Kertagama
2. http://hanacaraka.fateback.com/bbd_ajisaka.htm
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan
4. Ambo Tuwo,2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut, Penerbit Brilian Internasional, Surabaya

Sumber Foto ;
1. http://aarmaee.blogspot.com/2011/12/jelajah-potensi-wisata-bawena-part-5.html
2. http://baweantourism.wordpress.com/category/cultures/

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean