Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Dampak Kapal Asing
Berlabuh Di Perairan Pantai Bawean

Dampak Kapal Asing
Berlabuh Di Perairan Pantai Bawean

Posted by Media Bawean on Rabu, 28 Maret 2012

Media Bawean, 28 Maret 2012

Lomba Menulis Berita & Opini Tahun 2012
Kategori Umum

Nama Penulis : Sayyid Muhaddar
Alamat Penulis: Dsn. Pasir Panjang, Kepuhteluk, Kec. Tambak
Pendidikan : Mahasiswa STAIHA (Bawean)


Pada pertengahan bulan februari sampai maret acap kali terlihat kapal-kapal asing berlabuh di perairan pantai laut Pulau Bawean untuk berteduh dari ganasnya gelombang yang menghantam kapal mereka, dan itu tentunya membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat Bawean itu sendiri.

Bagi sebagian pedagang dapat mengais rejeki dari mereka dengan menjual bahan-bahan baku kepada mereka sehingga seperti beras, rokok dan rempah-rempah yang biasanya habis dalam beberapa minggu dengan kedetangan mereka dapat habis dalam beberapa hari saja, dan bagi yang mempunyai kelotok atau perahu yang digunakan untuk mencari ikan oleh sebagian masyarakat Bawean dapat berubah fungsi sebagai kendaraan antar jeput orang-orang kapal yang ingin turun dari kapal yang hanya untuk sekedar membeli keperluan seperti bahan baku, atau untuk menginap dirumah-rumah warga yang menawarkan jasa penginapan, sebagai imbalanya bagi penawar jasa, mereka biasanya diberi upah seperti minyak solar dan uang.

Keuntungan bagi pemudahnya mereka dapat menawarkan jasa kepada orang-orang kapal yang ingin keliling sekedar ingin tahu Bawean atau orang-orang kapal yang hanya mempunyai keperluan tertentu, seperti ke sangkapura atau ke Tambak, sebagai imbalanya mereka biasanya mendapat bayaran sebesar Rp50.000 sampai Rp100.000 sekali jalan.

Kita sebagai masyarakat Bawean tidak boleh sekedar memandang keuntungan yang kita dapatkan dari orang kapal tersebut, kita juga harus memikirkan dampak negatif yang dibawah oleh orang-orang asing tersebut, seperti budaya minum-minuman keras yang dibawah oleh mereka, mengapa saya bilang seperti itu karena banyak sekali dari pemuda Bawean, bahkan orang-orang tua juga banyak yang turut terpengaruh oleh budaya khususnya minuman keras, bahkan sebagian mereka tidak segan menawarkan jasa sebagai penyalur sex komersial kepada orang kapal tersebut seperti buser yang akrab dipanggil orang Bawean, kalau seperti buser sudah mempuanyai ruang lingkup untuk bergerak dan apa lagi sudah mempunyai penyalur, tidak menutup kemungkinan Bawean akan mempunyai DOLI kedua dari Surabaya. 

Jadi apa jadinya kalau hal seperti yang saya sebutkan tadi itu benar-benar terjadi dan menjadi budaya bagi masyarakat Bawean. Apakah mungkin Bawean bisa menjadi Bali_nya jawa timur kalau dari masyarakat Bawean itu sendiri masih rawan terkena penyakit cultural shock.

Tentunya bagi pemerintah setempat harus bisa menbuat aturan dan menindak tegas bagi pelaku pelanggar norma-norma yang ada, bagi aparat desa seperti kepala desa, ketua dusun harus bisa menciptakan aturan-aturan yang dapat mencegah kesenjangan sosial, tentunya aturan tersebut bukan hanya sekedar aturan tapi benar-benar di terapkan di masyarakat, dan khususnya orang tua harus bisa menciptakan control terhadap perilaku anak dari segi pergaulan dan lain sebagainya, sehingga pulau bawean masih tetap pantas menyandang gelar serambi Madinah, gelar yang di bangga-banggakan oleh masyarakat Bawean.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean