Media Bawean, 30 Januari 2013
Dewasa ini kebanyakan diantara manusia menilai kebahagian ataupun kesuksesan hanya dengan harta yang ia miliki, jika hartanya berlimpah berarti mereka itu sukses dan bahagia tidak perduli apakah harta yang ia miliki diperoleh dengan cara halal ataupun tidak, yang ada di benak meraka hanyalah harta dan harta.
Padahal hidup di dunia ini hanya sekali dan itupun untuk bertaruh, sesudah mati apakah kita akan mendapat kebahagiaan atau kesengsaraan? Itupun tergantung dengan amal ibadah yang kita perbuat dan kebijakan kita dalam bersikap.
MANUSIA ITU SEMUANYA MATI (MATI PERASAANNYA)
Kita menyadari bahwa manusia itu hidup hanya sekali untuk bertaruh: Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaan atau kesengsaraan?
Sebagaimana perkataan para ulama: (Manusia itu semuanya mati ( mati perasaannya) kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan Ulama-ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas atau bersih).
Coba kita perhatikan mengapa seorang pengusaha sukses yang bergelimang harta, aparatur pemerintahan sampai ketingkat desa masih ada yang korup? Semua itu terjadi karena tiap-tiap manusia tertarik dan merasakan hal-hal yang sedang menghantui dirinya. Dan di situlah mereka mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, hingga mereka lupa bahwa kehidupan ini bukan hanya di dunia mereka tidak ingat akan nasibnya dikemudian hari yaitu kehidupan akhirat.
Tidak dapat dipungkiri kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena terlena, terbuai, dan tergila-gila merasakan kesenangan duniawi atau tenggelam dalam kesusahan yang dialaminya, hingga mati perasaannya, tidak dapat memikirkan dan merasakan bagaimana nasibnya kelak, bahagiakah, atau sengsarakah. Yang ada dalam pikirannya hanyalah kenikmatan dunia.
Hidup adalah pilihan kearah mana tujuan hidup akan kita bawa?. Ada orang membuat suatu perumpamaan: Hidup manusia laksana seseorang yang berdiri diatas pagar sumur. Tanah dibawahnya telah rebah, sedang didalam sumur itu ada seekor ular yang sangat besar. Orang yang sedang berdiri dipagar sumur itu tidak mengetahui bahwa dia dalam keadaan yang demikian itu. Dia berpegang pada tali timba di atas sumur yang hampir putus karena digerogoti tikus. Jika akhirnya tali itu putus sudah pasti dia akan jatuh ke dalam sumur menjadi mangsa ular tadi. Tapi, orang tersebut wajahnya menengadah ke atas, lidahnya menjilati madu, lengah bahwa tali itu akan putus, lupa bahwa dia di atas sumur yang di dalamnya terdapat seekor ular yang sangat besar siap menerkem dengan ganasnya.
Begitulah kiranya gambaran hidup di dunia. Manusia hanya tertarik oleh kenikmatan sesaat tertarik merasakan manis dan lezatnya madu hingga lupa diri. Lupa pada tali yang dipegang bahwa tali itu pasti akan putus. Artinya manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat kepada saat matinya. Keadaan sumur itu menjadi gambaran bahwa di dalam sumur yang ada ular sangat besar itu artinya bahwa didalam hidup itu ada bahaya yang mengancam dan sangat besar. Padahal Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Fajr ayat 20-23 yang artinya: “Dan kamu masih mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat. Jangan demikian (kamu akan sangat menyesal) apabila telah digoyangkan dihancurkan bumi ini sehancur-hancurnya. Tuhannmu datang diiringi beberapa malaikat yang berbaris-baris/berderet-deret. Pada hari itu didatangkan neraka jahannam,baru pada hari itulah manusia ingat ( akan tetapi untuk apakah ia ingat?), sudah tidak ada manfaatnya.”
Oleh karena itu apapun yang kita perbuat di muka bumi ini ada konsekwensinya yang harus kita terima sesuai dengan amal perbuatan masing-masing “ Berlomba-lombalah dalam kebaikan” mungkin itulah solusi satu-satunya dalam memilih jalan mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “ Segeralah melakukan amal shaleh, sebab akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu seorang pada pagi hari, mukmin, tiba-tiba pada sore hari berbalik kafir, menukar agama karena sedikit keuntungan dunia yang sederhana.” (HR. Muslim)
HIDUP SEKALI BUAT TARUHAN
Hidup di dunia hanya sekali buat tebakan, buat taruhan, jelasnya demikian:
Golongan orang-orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama,tergesa-gesa dalam mengambil keputusan bahwa manusia itu sesudah mati hanya akan menjadi tanah, tidak akan menemui kejadian apapun, tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalas, pahala atau hukuman.
Menurut ajaran para Nabi, para Rasul dan terutama ajaran Nabi Besar Muhammad SAW, berganti-ganti terus-menerus hingga saat ini, mereka umat Islam mengambil keputusan bahwa manusia itu ada asal usulnya, sesudah mati akan menerima akibat tingkah lakunya, akan diusut kelakuannya, akan ada pembalasan, pahala atau hukuman. Terhadap orang-orang yang berbuat salah, buruk tingkahlakunya, akan mendapat siksa yang amat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sesat, keliru, sampai salah kepercayaannya dan tingkah lakunya, pasti akan salah terka, akan rugi, dan sengsara selama-lamanya.
Padahal sebenarnya kehidupan yang abadi adalah kehidupan akhirat, hidup di dunia ini hanya sementara, untuk itulah perbanyaklah melakukan amal kenaikan sebagaimana Firman Allah yang artinya:” Cepat-cepatlah menuju pengampunan Tuhan, dan surga yang selebar langit dan bumi, disediakan bagi orang muttaqin (yang pandai menjaga diri). Dan juga Rasulullah saw bersabda: “ Seorang yang sempurna akal ialah yang mengoreksi dirinya, dan bersedia amal sebagai bekal untuk mati. Dan orang yang rendah yaitu yang selalu menurutkan hawa nafsunya, disamping itu mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR. Attirmidzy)
Dari ayat dan hadist di atas sudah jelas bahwasanya seorang yang sempurna akal pikirannya yaitu selalu mengoreksi dan memperhitungkan untung rugi dirinya, dunia dan akhirat serta berlomba-lomba dalam kebaikan.
Tidak heran tokoh pendiri Organisasi Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan, di dekat meja tulisnya terpampang papan tulis yang disitu tertulis suatu peringatan khusus untuk beliau sendiri yang selalu diperhatikan siang – malam yang berbunyi:
(Hai Dahlan! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar, demikian pula perkara-perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti engkau akan menemui kenyataan demikian itu. Mungkin engkau selamat, tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya.
Hai Dahlan, coba bayangkanlah seolah-olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan Allah saja, dan di hadapanmu ada bahaya maut, peradilan, hisab atau pemeriksaan, surga dan neraka. Dan pikirkanlah renungkanlah apa-apa yang mendekati engkau dari pada sesuatu yang ada di mukamu (bahaya) dan tinggalkanlah selainnya itu).
Selanjutnya ada lagi tulisan demikian:
“Mereka sangat tertarik kepada dunia karena mendapatkan ijazah tanpa sekolah. Tetapi mereka yang bersekolah karena senang kepada akhirat selalu tidak naik kelas, padahal mereka sungguh-sungguh belajarnya. Ini menggambarkan orang yang celaka, sengsara di dunia dan akhirat, karena tidak mau mengekang hawa nafsunya.”
Orang mukmin yang takut akan bahaya maut takut akan diusut perbuatannya, takut akan diputus perkaranya takut ada pembalasan berupa siksa atau hukuman, tentunya mereka akan merasa bingung kemana harus mencari solusi dan kemana harus bertanya agar selamat dunia dan akhirat. Ingatlah: Hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh.