Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Pulau Bawean
dan Kebangkitan Islam Nusantara

Pulau Bawean
dan Kebangkitan Islam Nusantara

Posted by Media Bawean on Minggu, 21 April 2013

Media Bawean, 21 April 2013 

Lomba Menulis Opini Dan Artikel 
Kategori Umum 

Nama : Aba Abror Musyaddad Al Muqoddam 
Alamat : Darul Hasani, Kairo, Mesir


Sejarah Masa Lalu, Renungan Masa Kini, Tantangan Masa Depan 

Tidak mungkin kalau tanpa alasan, dulu para tokoh pembesar penyebar Islam Nusantara khususnya di pulau Jawa (Wali Songo)akan memijakkan langkah awalnya di Bawean, sebelum melangkah jauh menyebarkan Islam ke seantero Nusantara. Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah makam para wali di Bawean, misalnya makam puteri Champa (puteri Candrawulan)dipantai Labuhan Kumalasa, tidak lain beliau adalah ibunda dari Sunan Ampel, Nyi Ageng Maloko’ di Desa Gunung Teguh, beliau adalah puteri dari Sunan Ampel, yang tidak lain adalah saudari Sunan Bonang, bahkan Sunan Bonang sendiri wafatnya di Pulau Bawean, walaupun tentang makam beliau sendiri masih diperdebatkan yang asli di Pulau Bawean atau di Tuban, yang terpenting yang ingin saya sampaikan bahwa dari bukti sejarah ini setidaknya kita penasaran dan timbul pertanyaan “Ada apa sebenarnya dengan Pulau Bawean?” sampai sedemikian sakral dan kental, apalagi setelah masuknya Maulana Umar Mas’ud dan Waliyah Zainab sebagai penyebar Islam di Pulau Bawean.

Tidak hanya itu, Bawean sendiri memiliki filosofi yang cukup indah dan makna yang mendalam. Dr.KH.M.Dhiauddin Qushwandhi menuturkan “ Nusantara ini ibarat Nun, dimana Nun tidak akan terbaca tanpa titik, dan titik dari Nusantara ini adalah Pulau Bawean”, lebih jelas lagi beliau mengutip pesan dari Guru beliau, seorang Ulama’ ahli kasyaf menuturkan “Jika engkau ingin menghidupkan kembali spiritual ruh ajaran Islam di Nusantara, maka carilah titiknya, dan mulailah dari sana, karena Nusantara ini ibarat Nun, bisanya dibaca sebab titiknya”, beliau menambahkan “Rupanya titiknya itu adalah Bawean”(terang beliau). Itulah sebabnya dari sejumlah tokoh ulama besar di pulau Jawa, Dr. KH. M. Dhiauddin Qushwandhi, adalah yang paling sering ke Pulau Bawean, dalam setiap tahunnya terbilang 1-3 kali, tidak lain dalam rangka menjalankan tugas dan pesan dari guru beliau, disamping melanjutkan dakwah leluhur-leluhur beliau. Ijtihad beliau ini ternyata senada dengan Dr.Syaikh Rohimuddin Nawawi (Cucu Syaikh Nawawi Banten, yang sudah 20 tahun berdomisili di Mesir), beliau mengatakan” Nusantara dulu luas, tidak sebatas Indonesia saja, hampir mencakup tujuh puluh persen dari Asia tenggara, hanya saja penjajahlah yang memecah Nusantara terpisah-pisah menjadi Negara sendiri-sendiri, adapun pusat dakwah Islam adalah di Jawa, sesuai namanya Jawa itu bahasa Arab yang bermakna “jantung atau hati”, karena pusat dakwah Islam dan markasnya adalah di Jawa, adapun memulainya adalah dari Pulau Bawean”.

Disamping itu, bisa di ambil mafhum mukholafah (pemahaman terbalik), bahwa jika ujung tombak bangkitnya Islam di Nusantara berawal dari Pulau Bawean, kemudian meluber keseluruh Nusantara, juga tidak mustahil awal kemerosotan dan sinar Islam akan padam di Nusantara, jika Bawean merosot dan terpuruk. Inilah tugas kita bersama, untuk menyalakan kembali lentera Islam di Nusantara, dengan menyalakan obor pelita di Pulau Bawean. Biarpun misalnya nanti Bawean positif dijadikan sebagai pulau wisata, namun lentera itu jangan sampai padam tersiram, ambil sebuah kaidah sebagai pegangan :“Menjaga tradisi lama yang bagus, dan mengambil inovasi baru yang lebih bagus” Boleh saja kehidupan sosial kita berintraksi dengan modernisme, tetapi jiwa harus tetap subur-makmur dengan keimanan dan ketakwaan, sehingga biarpun arus zaman diluar santer menghanyutkan, tetapi hati tak berubah-tetap bertahan.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean