Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Dentuman Bhedilbhumbung Itu
Sayup-Sayup Terdengar

Dentuman Bhedilbhumbung Itu
Sayup-Sayup Terdengar

Posted by Media Bawean on Minggu, 21 Juli 2013

Media Bawean, 21 Juli 2013

Di Tepi Zaman (1)

Oleh Baharuddin (Pembina Teater Astaga)

Sejak hari pertama puasa Ramadlan angkasa Pulau Bawean dipekakkan suara senjata. Bukan karena ada perang, atau tentara sedang latihan perang-perangan, melainkan anak-anak sedang bersuka cita menyambut datangnya bulan suci Ramadlan dengan mainan bhedilbhumbung. Inilih mainan yang dibuat dari bambu, yang panjangnya sekitar dua meter dengan garis tengah sekitar 10 cm. Ruas bambu tersebut – didalamnya – dibuang sehingga tidk ada sekat antara ruas yang satu dengan ruas yang lain. Kira-kira satu jengkal dari ruas paling bawah – yang dibiarkan ada -- diberi lubang kecil. Ruas paling bawah sekatnya tidak dibuang agar minyak tanah yang diisikan tidak tumpah. Meriam bambu diletakkan dipagar sehingga moncongnya agak mendongak persis seperti moncong meriam sesungguhnya. Dengan disulut api lewat sebuah lidi yang dimasukkan ke lubang kecil tadi – setelah bambu yang diisi minyak itu memanas – keluarlah suara duar. Lalu lubang tadi ditiup dan api dimasukkan kembali kelubang tadi, suaranya akan keluar. Begitulah terus menerus dilakukan berulang. Semakin panas, suaranya semakin keras sampai terdengar ke kampung sebelah.

Permainan bedhilbhumbung itu berlangsung sampai idul fitri memasuki hari ketiga. Tidak henti-hentinya anak-anak bermain seperti itu di halaman rumah. Mereka berkelompok. Kadang-kadang bedhilbhumbung itu diarahkan untuk mengganggu orang yang sedang lewat di jalan. Jika si pejalan kaki kaget karena suaranya yang memekakkan telinga, anak-anak itu tertawa terpingkal-pingkal. Sumpah serapah lalu keluar dari mulut orang yang kaget tadi. Tapi hanya sebatas itu saja. Tidak ada rasa benci atau dendam di hati. Maklumlah, sudah mentradisi. Tentu saja ada aturan main tidak tertulis. Menjelang berbuka dan menjelang shalat Tarawi, dilakukan ‘gencatan senjata’, tidak boleh ada suara bhedilbhumbung.

Tidak sedikit tradisi itu diadakan dalam bentuk lomba, seperti di kampung Candi desa Paromaan atau di desa Balikterus. Pemenangnya adalah bedhilbhumbhung yang suaranya paling keras. Tidak ada hadiah bagi sang pemenang. Mereka hanya sebatas bersuka ria saja.

Itu dulu. Sejak beberapa tahun terakhir, tradisi dengan suara duar itu lamat-lamat tidak nampak lagi. Kadang sayup-sayup masih terdengar. Tapi anak-anak sudah tidak menyukainya. Syukurlah. Kadang-kadang membawa korban, paling tidak alis anak yang mengoperasikan bedil itu hangus karena efek balik api yang muncrat keluar. Tapi perlu mainan pengganti yang lebih edukatif dan kreatif, sehingga anak-anak tidak berjam-jam mempelototi TV atau berlama -lama duduk-duduk di dhurung.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean