Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » PENDIDIKAN TINGGI DI BAWEAN
Negara Harus Melakukan Penertiban

PENDIDIKAN TINGGI DI BAWEAN
Negara Harus Melakukan Penertiban

Posted by Media Bawean on Selasa, 16 Juli 2013

Media Bawean, 16 Juli 2013

Oleh Baharuddin (Ketua Yayasan Darul Fikri)


Bawean yang memiliki dua kecamatan dan 30 desa, memiliki sekolah lanjutan tingkat atas yang bertebaran dimana-mana, terdiri dari 1 SMA Negeri, 4 SMA swasta dan 7 MA swasta. Tahun ajaran 2013/2014 ini akan beroperasi 2 SMK. Maraknya sekolah lanjutan tingkat atas tersebut tidak terlepas dari begitu mudahnya pemerintah memberikan izin operasional sekolah baru.

Banyaknya sekolah lanjutan tersebut menjadikan Bawean sebagai pasar potensial bagi perguruan tinggi swasta untuk membuka kelas jauh, seperti UNSURI, STIT Raden Santri, UNGRES, UNMER dan UNDAR. Perkuliahannya berlangsung setiap Sabtu dan Minggu, bahkan UNGRES lebih sederhana lagi -- dengan membuka dua jurusan : ekonomi dan pendidikan -- kuliahnya berlangsung setiap ada kesempatan sang dosen datang ke Bawean. Bisa satu minggu sekali, bahkan sebulan sekali dan itu berlangsung sampai saat ini. Tentang perkuliahan, tidak ada kepastian waktu. Tapi yang jelas pasti, setelah empat tahun, mahasiswa pasti di wisuda. UNSURI, UNDAR dan UNMER sudah tidak lagi beroperasi di Bawean, tetapi sempat mencetak sarjana.

STIT Raden Santri Gresik hadir di Bawean pada tahun 1991 atas undangan Departemen Agama kabupaten Gresik, untuk ‘mensarjanakan’ guru agama negeri yang berasal dari penerimaan Ujian Guru Agama yang dikenal dengan “guru Uga”, yakni guru yang direkrut dengan cara amat sederhana dengan membayar Rp. 10.000,- yang saat itu setara dengan koin emas (ropea).

Setelah guru Uga tersebut telah menyelesaikan kuliahnya, maka STIT Raden Santri mulai membuka pendaftaran mahasiswa murni dan juga guru-guru swasta tetapi belum memiliki ijazah Strata satu. Semula perkuliahan diadakan setiap Sabtu –Minggu, tetapi sejak Tahun Akademik 2011, perkuliahan berlangsung tiga hari dalam seminggu.Opini mulai berkembang bahwa STIT Raden Santri di Bawean illegal. Untuk menepis anggapan tersebut, H. Moch. Seneng, Koordinator I STIT Raden Santri Bawean menyatakan bahwa “yang ilegal adalah belajar jarak jauh, tetapi STIT Raden Santri di Bawean sudah resmi dan sesuai aturan yang berlaku”. Hanafi, Koordinator II menyatakan bahwa “lembaga pendidikan tinggi jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah resmi bukan illegal, karena perkuliahan pertama STIT Raden Santri di Bawean diresmikan secara langsung oleh Kepala Departemen Agama Kabupaten Gresik”, tetapi dia juga menyatakan bahwa “Bila statusnya tidak sesuai peraturan, akan dicarikan peraturan yang memperbolehkan. Seandainya tetap tidak boleh, maka STIT Raden Santri jurusan PAI di Gresik harus pindah ke pulau Bawean”. (Media Bawean, 4 Desember 2011). Nyatanya, sejak Tahun Akademik 2011/2012, sesuai dengan surat Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, STIT Raden Santri dilarang menerima pendaftaran dan perkuliahan di Bawean (Media Bawean, 14 Juli 2011).

Banyak tokoh melakukan pembelaan terhadap eksistensi STIT Raden Santri di Bawean. Chumaidi Ma’un, ketua Komisi D DPRD kabupaten Gresik mempersilakan STIT Raden Santri Kampus II Bawean tetap melanjutkan perkuliahan. Sebagai bukti dukungan Chumaidi Maun akan membuat surat rekomendasi kepada Bupati Gresik. Siti Muafiyah, anggota Komisi D mempertanyakan, kegiatan kampus yang sudah berjalan dengan baik dan efektif, kenapa mesti tidak diperbolehkan?. Semestinya pemerintah mendukung pembangunan SDM di puau Bawean, bukan menghambat atau menututp kegiatan pendidikan kampus. (Media Bawean,6 Oktober 2011).

Yang paling anyar adalah pernyataan anggota DPR RI, Iskandar Syaikhu yang hadir dalam acara Wisuda XVIII STIT Raden Santri, “… mestinya pemerintah memberi perhatian kepada pendidikan di Pulau Bawean. Khususnya pendidikan tinggi. Negara tidak hadir disana untuk menjalankan konstitusi dalam kewajibannya mencerdaskan bangsa”. (Media Bawean, 5 Juli 2013).

Sejatinya, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah regulasi tentang pendidikan tinggi terutama yang menyangkut larangan “kelas jauh” (baca Surat Dirjen Dikti tangal tanggal 7 Januari 1988, nomor : 016/D/T/1988, Perihal : Larangan penyelenggaraan Program Khusus pada Perguruan Tinggi Swasta. Pada tanggal 21 Oktober 1997, Dirjen Dikti kembali menerbitkan surat, nomor : 2559/D/T/97,perihal : Larangan “Kelas Jauh” yang pada dasarnya pendidikan jarak jauh (kelas jauh) hanya diperbolehkan bagi Universitas Terbuka. (Baca juga surat Dirjen Dikti tanggal 22 September 2000, nomor : 260/D/T/2000, perihal : Peneyelenggaraan Kelas Jauh).

Bahwa kelas jauh/kelas khusus/kelas eksekutif bukanlah terminologi resmi Departemen Pendidikan Nasional cq. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Istilah tersebut hanya digunakan oleh perguruan tinggi dalam upaya menarik calon mahasiswa. Penyelenggaraan kelas jauh semacam itu tidak sesuai dengan kaidah dan norma pendidikan tinggi. Permasalahan kemudian terletak pada ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Menurut Surat Dirjen Dikti tanggal 16 Mei 2005, nomor : 1506/D/T/2005, perihal : Keabsahan gelar/ijazah yang diperoleh melalui pendidikan jarak jauh/kelas jauh/kelas khusus/kelas eksekutif untuk dapat dihargai dalam Pembinaan karier PNS, hal ini menyulitkan penentuan civil effect dalam pembinaan karier pegawai yang bersangkutan.

Dalam masalah larangan kelas jauh, Kmenterian Agama RI juga tudak kalah keras. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, tanggal 27 Desember 2007, telah menerbitkan Surat Edaran Nomor : Dj.I/PP.00.9/1325A/2007 yang isinya antara lain : Para pimpinan perguruan tinggi agama Islam Negeri agar melarang para dosennya untuk terlibat dalam praktik pendidikan kelas jauh dan memberikan sanksi indisipliner kepada para dosen yang melanggarnya, Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama agar tidak mengizinkan para guru dan karyawannya untuk melanjutkan pendidikan modus kelas jauh atau kelas khusus yang tidak mencerminkan praktik pendidikan yang bermutu, para pimpinan Kopertais agar memantau dan melaporkan perkembangan praktik pendidikan oleh perguruan tinggi agama Islam swasta dilingkungan masing-masing, dengan perhatian khusus pada perguruan-perguruan tinggi yang diduga menyelenggarakan kelas jauh di lokasi lain. Surat Edaran itu ditutup dengan ancaman : Departemen Agama akan mencabut izin bagi perguruan tinggi yang menyelenggarakan kelas jauh yang tidak mengindahkan surat edaran ini.

Sejumlah surat dari Dirjen Dikti dan Dirjen Diktis tidak lagi memerlukan penafsiran untuk ditaati. Adalah sangat disayangkan jika masih ada sejumlah kalangan yang tidak memahami larangan tersebut, termasuk sejumlah anggota dewan yang asal bunyi. Benar apa yang disampaikan oleh R. Abdul Aziz, pengawas sekolah menengah, mantan kepla UPT Diknas kecamatan Sangkapura, yang memberikan sambutan atas nama Komite Sekolah pada malam perpisahan siswa SMP Negeri Sangkapura : “Jangan main-main terhadap pendidikan”.

Negara harus hadir melakukan penertiban. Tunggu apa lagi.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean