Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Mahasiswa Prihatin Politik di Bawean

Mahasiswa Prihatin Politik di Bawean

Posted by Media Bawean on Rabu, 19 Maret 2014

Media Bawean, 19 Maret 2014

Oleh: Muhyiddin Yamin* 

Praktisi dari teman-teman pergerakan yang aneh, musuh, ladies and gentlemen: Sebelum mulai dengan tulisan saya, izinkan saya menjelaskan kepada Anda bagaimana hal ini muncul.

Tulisan ini adalah hasil renungan yang diperoleh dari forum Maiyahan atau Macopat Syafa’at di Yogyakarta yang dikomando oleh Cak Nun yang didampingi anaknya Sabrang atau yang dikenal dengan Noe (vokalis Letto) dan diiringi oleh musik Kiai Kanjeng. Forum ini dilaksanakan rutin setiap bulannya, yaitu setiap tanggal 17 yang berlangsung dari jam 21.00 WIB-03.00 WIB. Sehingga jangan pernah pandang tulisan saya ini sepenuhnya benar, karena hanya renungan saya pribadi, dan mungkin akan berbeda dengan cara penyerapan setiap orang yang hadir pada forum tersebut, dan saya mencoba mengaitkan dengan kondisi Pulau Bawean menjelang Pemilu saat ini. Jadi, inilah dia.

Tahun ini adalah tahun yang paling menentukan dalam membangun Pulau Bawean ke depan, Tahun ini adalah diselenggarakannya pesta demokrasi untuk memilih pemimpin yang sanggup membawa perubahan. Bahkan, Pertikaian politik di Pulau Bawean saat ini sudah terdengar di telinga orang-orang rantau asal Bawean, bahwa berbagai cara sudah dilakukan oleh para calon pemimpin untuk meraih kemenangannya dengan mengenyampingkan attitude atau perilaku yang benar, cara ini juga lah yang akan memutus tali persaudaraan orang-orang Bawean, Toghellen.

Melihat dari kacamata politik, calon pemimpin Pulau Bawean saat ini seakan-akan menganut pemikiran tokoh filsafat politik Italia, Machiavelli. Ia adalah salah satu tokoh yang menghalalkan berbagai cara untuk memenangkan kekuasaan. Seperti yang ditulis dalam bukunya “dan dalam tindakan manusia, khususnya raja-raja yang tidak terbatas, tujuan menghalalkan cara” (Machiavelli, The Princes, Bab. 18). Pengarang The Princes ini dipuji sebagai pahlawan Italia yang bersemangat yang mengabdikan dirinya bagi kebaikan umum warga Negaranya. Namun, pemikiran ini sangat lah tidak cocok dengan masyarakat Bawean, karena orang Bawean masih peduli dengan etika. Sedangkan machiavelli telah menceraikan etika dari politik dan mengeluarkan persoalan moralitas dari masalah publik demi tujuan yang menurutnya baik.

Orang-orang Bawean saat ini tentunya sudah sangat sadar dengan yang namanya politik, bahkan telah banyak yang sok pintar politik dan kebanyakan lupa tentang cara memilih pemimpin yang berjiwa satria seperti para pejuang Majapahit dan Demak. Kerajaan Majapahit dan Demak mengalami kelakalahan karena mereka tetap berjiwa satria, dan mereka bangga karena itu. Bukan pengecut seperti musuhnya yang hanya mementingkan kemenangan, sehingga mereka menggunakan berbagai alat pembasmi yang kejam. Yang penting bukan kemenangan, tapi bagaimana pemimpin itu tidak pengecut. Jika dalam sepakbola, kemenangan bukanlah segalanya yang penting adalah fairplay. Penulis hanya tidak ingin toghellen pecah hanya gara-gara politik tai kambing yang banyak hitamnya.

Selama ini, orang Bawean dalam memilih pemimpin hanya melihat dari kasat mata tentang sosok pemimpin yang akan maju. Saya yakin, jika dipersentasikan rata-rata hanya 0,5 persen saja yang tahu tentang orang yang akan mencalonkan diri tersebut, paling tidak mereka hanya tahu jenis kelamin dan nama dari orang yang mencalonkan tersebut, banyak yang tidak tahu tentang apa saja yang telah dilakukannya selama ini, banyak yang tidak melihat itu.

Pada dasarnya, pemimpin bukanlah orang yang mengajukan diri untuk memimpin, tapi karena pemimpin tersebut mempunyai mimpi yang sama dengan masyarakatnya untuk sebuah perubahan sehingga rakyat menitipkan mimpi tersebut padanya. Orang yang mengajukan diri tersebut kebanyakan adalah orang-orang yang hanya mementingkan mimpi pribadinya saja, dan parahnya itu adalah hanya karena kekuasaan dan kekayaan semata. jika tidak tahu tentang jati diri pemimpin yang mencalonkan diri tersebut, lebih baik tidak memilih karena hal itu bisa merusak mimpi-mimpi orang yang cermat dalam memilih. Jadi, Jangan gampang harga diri kita diperjual belikan hanya karena uang Rp20.000 (money politik). Jika orang Bawean mempunyai cara pandang memilih pemimpin seperti di atas yang tidak memilih pemimpin dengan sangat cermat, maka sungguh tidak harapan. 

Jika nanti seperti itu, kita hanya bisa mempersiapkan diri kita sendiri untuk kepentingan generasi kita kelak, mempersiapkan anak-anak kita kelak bisa tetap makan enak, mempersiapakan bagaimana anak-anak kita nanti bisa melanjutkan sekolah dengan cara kita sendiri, karena pada waktu pemimpin yang mena“tai” tersebut memimpin, perekonomian rakyat Bawean sudah tak karuan dan banyak dikuasai orang asing atau investor, inilah yang paling ditakutkan. Lebih-lebih, sekarang Pulau Bawean adalah ibarat perawan yang menawan yang siap dijamah kapan saja oleh orang-orang kaya yang rakus, jika pemimpinnya kelak tidak sadar dengan hal ini, rakyat akan lumpuh total dan tidak ada harapan.

*Penulis adalah perantau asal Pulau Bawean yang belajar filsafat dan masih mengasah otak di Yogyakarta.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean