Media Bawean, 27 Januari 2015
Keseriusan Biro Administrasi Pembangunan (Biro AP) Provinsi Jawa Timur (Jatim) dalam menangani kasus dugaan korupsi korupsi dana hibah di Desa Kepuh Teluk, Kec Tambak Pulau Bawean, Kab Gresik, patut dipertanyakan. Pasalnya, sampai sekarang belum ada tindakan kongkrit dari Biro AP Provinsi Jatim.
Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Biro AP) Provinsi Jawa Timur, Gatot S. Hadi ketika dikonfirmasi mengaku kasus dugaan korupsi dana hibah yang diperuntukkan proyek PJRB itu, bukan menjadi kewenangannya. Melainkan, sepenuhnya menjadi kewajiban pihak inspektorat Jatim, aparat kepolisian dan Kejari setempat.
“Karena kami tidak bisa berikan sanksi. Soalnya, dana hibah itu adalah dana lepas, kami hanya menerima SPJ. Jika ditengah jalan ada persoalan terkait anggaran, itu wewenang inspektorat Jatim, Kejari dan pihak kepolisian. Aturannya memang seperti itu, coba kamu lihat pasal itu,” ujarnya di Surabaya, pekan lalu,
Gatot berkilah tidak tahu asal mula dugaan korupsi dana hibah yang membelit Desa Kepuh Teluk. Sebagai lembaga pemerintahan kata dia, Biro AP tentunya akan melakukan korscek lebih dalam. Bahkan, pihaknya akan melaporkan ke Inspektorat Jatim kalau perlu ke kepolisian untuk menyelidiki kasus tersebut.
“Sebagai lembaga pemerintahan, tentunya memang harus melakukan croscek dulu. Nanti akan saya kroscek dulu, saya serahkan kepada aparat penegak hukum kasus itu (dugaan korupsi dana hibah),” jelasnya.
Sebelumnya, Pemprov Jatim melalui Biro AP telah mengucurkan bantuan dana hibah sebesar Rp 360 juta yang diperuntukkan proyek PJRB di tiga titik di Desa Kepuh Teluk. Namun, dua dari tiga titik proyek senilai Rp 240 juta itu tidak dikerjakan.
Karena itu, kemudian Biro AP mengirimkan surat teguran pertama karena tidak adanya laporan pertanggungjawaban soal dana hibah itu, beberapa bulan kemudian laporan SPJ tersebut baru diterima Biro AP.
Ironisnya, tiga SPJ yang diterima Biro AP semua gambar lokasi dari masing-masing titik sama. Artinya, SPJ yang diterima Pemprov Jatim adalah SPJ palsu yang sengaja dimanipulasi pokmas (ketua kelompok masyarakat) Sakura yang diketuai Usnan, Kelompok Ninir diketua Amir.
Perlu diketahui, berdasarkan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Dan Pasal 67 ayat 3 Perpres no 54 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah, dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu, dalam kasus tersebut juga tampak jelas pelaku telah melakukan pemalsuan dokumen seperti SPJ PJRB, ketentuan dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. (Bng/era)