Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Herman ES, PNS UPP Bawean
Jadi Pengusaha Kuliner & Pembalap

Herman ES, PNS UPP Bawean
Jadi Pengusaha Kuliner & Pembalap

Posted by Media Bawean on Selasa, 10 Februari 2015

Media Bawean, 10 Februari 2015


Usianya baru 28 tahun. Tapi, Herman Sudarsono punya tiga titel sekaligus. Yakni, PNS, pengusaha kuliner, dan pembalap. Semua bisa dijalaninya dengan baik. Dia bahkan sering menjadi juara pada event drag race.

Laporan Juneka Subaihul, Surabaya

TIGA aktivitas utama yang ditekuni Herman bisa dibilang tidak saling berhubungan. Tapi, saling mendukung. Pria bertubuh tambun itu ’’resminya’’ adalah seorang PNS di Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Bawean. Instansi itu berada di bawah Kementerian Perhubungan yang menangani masalah pelabuhan.

Tetapi, di luar aktivitas resmi tersebut, dia punya banyak kegiatan yang bisa disebut agak bertolak belakang. Herman menekuni dunia balap drag race. Dia memang suka memacu mobil dengan kecepatan tinggi di lintasan lurus sepanjang 201 meter. ’’Balapan itu memang menjadi mimpi saya sejak dulu. Baru setahun ini keturutan,” ujar Herman seusai memarkir mobilnya di dekat bengkel Keputih, Jumat lalu (6/2). Di bengkel itu, mobil Honda Estilo 1993 yang menjadi tunggangannya disimpan.

Dia buru-buru menjelaskan soal aktivitas balap agar orang tidak punya persepsi negatif. Sebab, untuk masuk dunia balap, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dia khawatir orang akan menganggap sumber dana yang diperlukan untuk menyokong hobinya tersebut berasal dari uang haram. ’’Semuanya dari Jacira. Itu nama angkringan yang saya rintis bersama mama,” tutur anak bungsu di antara tiga bersaudara tersebut.

Sebelum memulai ceritanya lebih panjang lagi, Herman menunjukkan mobil balapnya. Dia membuka kain penutup mobil yang tampak masih basah terkena rintik hujan siang itu. Begitu seluruh penutup disingkap, mobil tersebut terlihat minimalis. Hanya ada satu jok di balik kemudi. Tidak ada tempat duduk bagi penumpang lain.

Drag race memang bukan ajang ’’kecantikan’’ mobil. Drag race lebih mengutamakan top speed yang bisa dicapai dalam jarak tertentu. Selain kondisi mesin, skill pembalap sangat menentukan. Herman terlihat begitu bangga memamerkan mobil yang dia miliki sejak 2010 itu. Mobil bercat abu-abu tersebut baru dimodifikasi pada 2014. Dia harus mendatangkan mesin ZC D16 yang diimpor dari Singapura untuk meningkatkan performa speed mobil itu.

Dalam kurun waktu setahun, Herman menunjukkan kemampuannya. Beberapa kejuaraan tingkat nasional pernah dia raih. Misalnya, juara I event drag race di Surabaya pada 13–14 September 2014. Dia terjun di kelas 1 s/d 2.500 cc modified.

Sebelumnya, pada April tahun yang sama, dia menduduki peringkat ketiga pada sebuah ajang drag race di Gunung Kidul, Jogjakarta. ”Biasanya sih bisa melaju 0–200 km itu dalam waktu 8,9 detik,” ujar Herman sambil mengelap kaca mobil yang terlihat sedikit kotor.

Herman bercerita, dirinya memulai karir balap dari bawah. Dia pernah menjadi ofisial yang kerjanya hanya mendorong mobil atau mengganti ban. Dia melakoni aktivitas semacam itu pada 2004 atau sepuluh tahun lalu. ”Istilahnya jadi pesuruh lah. Tapi, saya jalani dengan ikhlas,” tutur alumnus SMAN 11 Surabaya itu.

Memiliki mobil sendiri dengan mesin yang bisa melaju kencang adalah mimpi yang selalu meneror Herman. Dia sangat ingin memiliki mobil dan melaju di lintasan lurus dengan kecepatan penuh. Bagi Herman, itu adalah momen yang sangat pribadi sekaligus spesial. Dia bisa mengenali diri dan mengendalikan emosinya pada saat mengejar top speed. ”Adrenalin memang terpacu, tapi tetap harus konsentrasi,” tambahnya.

Keinginan untuk memiliki mobil sekaligus memodifikasinya itu mendapat jalan terang. Herman meminjam uang di bank untuk modal usaha. Dalam benaknya, tentu hampir tidak mungkin hanya mengandalkan pemasukan dari gaji PNS bila tetap ingin menekuni dunia balap.

Pada September 2013, dia bersama ibunya, Hartutik, merintis usaha angkringan Jacira di Taman Apsari, Jalan Gubernur Suryo. Jacira itu merupakan akronim dari Jawa, China, dan Arab. Nama tersebut sengaja dipilih karena angkringannya menyajikan menu dari tiga negara itu.

Unsur Jawa diwakili dengan konsep angkringan yang khas Jogjakarta. Makanannya mulai sego kucing yang dibungkus daun berporsi sekepal tangan anak kecil hingga wedang uwuh. Unsur China yang kini lazim disebut Tiongkok diwakili dengan bacang ayam.

Sementara itu, untuk yang khas Arab, dia menyediakan shisha. ”Kenapa angkringan? Karena dulu saya pernah tinggal di Jogjakarta selama dua tahun setelah lulus sekolah,” ujar dia.

Herman menjelaskan, usaha kuliner itu memang tidak dikelolanya secara langsung. Herman menyerahkannya kepada sang ibu. Dia hanya mengatur manajemen dan keuangan dari jauh. Bila sedang ada tugas ke Surabaya atau liburan, hampir pasti Herman selalu berada di angkringan. ”Sekarang sudah ada 16 pekerja. Lumayan bisa bantu orang lain juga,” ungkapnya.

Herman tentu tidak melupakan aktivitasnya sebagai PNS. Dia melamar menjadi pegawai negeri itu pada 2007 atau dua tahun setelah lulus. Dia memilih bekerja di pelabuhan karena almarhum bapaknya juga pernah kerja di pelabuhan. Ayah Herman meninggal pada 2002.

Ditempatkan di Pulau Bawean, Gresik tentu bukan perkara yang mudah. Kadang Herman tidak bisa pulang beberapa pekan karena kondisi cuaca tidak bagus. Gelombang air laut yang tinggi kerap membuat kapal tidak berani melaut. Kondisi itu pun membuat agenda balapan drag race terganggu dan harus dibatalkan. ’’Padahal, sudah berlatih lama. Tapi, tidak jadi berangkat karena lautnya sedang tidak baik,” tambahnya.

Dengan usia yang masih muda, Herman ingin membuktikan bahwa jadi PNS bukan halangan untuk menekuni hobi sekaligus membuka usaha yang halal. Dengan begitu, label sebagai PNS tidak selalu identik dengan pegawai yang malas-malasan dan tidak produktif. (*/c7/oni)

Sumber : Jawa Pos

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean