Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Misteri Dua Apem

Misteri Dua Apem

Posted by Media Bawean on Senin, 16 Mei 2016



Oleh : Sugriyanto (Guru SMA Negeri 1 Sangkapura)

Di tengah hiruk pikuknya gempuran makanan impor masuk ke Indonesia, kini bergeliat pula munculnya makanan kuliner untuk menunjukkan eksistensinya. Jenis makanan tradisional sebagai produk unggulan di setiap kecamatan ini semakin berpacu dalam mutu dan kelarisannya. Rasa dan aroma menjadi pemikat daya tarik bagi para konsumen pesukanya. Pertimbangan utama terhadap kemaslahatan makanan adalah perlunya label halal dan kandungan untuk standar kesehatan. Berdasar pola makan inilah bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan cerdas. Bahkan untuk mengendalikan mutu makanan, pemerintah membentuk lembaga BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Sayangnya, di negeri ini masih saja terus kecolongan dengan munculnya serobotan obat dan makanan yang serba dipalsukan. Bahkan di sebuah stadion sepak bola saat laga panas antara klub sepak bola Indonesia versus bebuyutannya klub sepak bola Malaysia kerap kali Indonesia mengalami kekalahan. Pemeo yang acap kali terlontar dari sahabat sepak bola maniak Malaysia tatkala Indonesia terpuruk dalam kekalahan (sepertinya apes bila bertemu Malaysia, red), tercetus cloteh ”maklum pemain sepak bola Indonesia makanannya gorengan tahu tempe sedang Malaysia sudah hamburger (Malaju-begge), naget dan sekelas jenis makanan bergizi lainnya. Benar tak...?”.

Tentang kisah makanan kuliner turun-temurun berupa apem ini memiliki sejarah yang perlu disingkap atau dikuak tabir rahasia di baliknya. Perhatikan perayaan sekaten atau peringatan Maulid Nabi di Keraton Ngajogjakarta yang telah menghadirkan puluhan ribu apem dalam puncak acara kelahiran Nabi Muhammad SAW. Eksotisme ini membikin para wisatawan tertarik untuk berkunjung ke Jogjakarta. Mereka senang menyaksikan kekuatan tradisi yang dipegang erat dan dipertahankan oleh penduduk pemangku kepercayaan itu. Kenapa harus apem? Padahal masih banyak terdapat makanan tradisional yang dianggap layak sebagai ikon makanan dalam perayaan tersebut. Bahkan penduduk setempat royokan dalam berebutan untuk mendapatkan sekepal apem. Istilah dalam tradisi keraton sebagai acara ”ngalap berkah” dalam acara penuh nilai kesakralan itu. Mereka tidak perduli dengan jubelan manusia yang sama-sama dalam satu waktu dan tempat berebutan apem. Di dalam hati mereka hanya ada satu rasa yakni kebahagian saat memperingati hari kelahiran Rasulullah Muhammad SAW. Ternyata kuliner apem dipercaya sebagai makanan pertama kali dibuat di zaman Nabi Nuh, as. penuh nilai keberkahan. Kecil dan sedikit porsinya namun bisa membikin cepat kenyang bagi yang menikmatinya. Tentu di dalamnya terdapat nilai keberkahan yang pernah menjadi santapan utama seorang nabi penjaga kepunahan umat manusia dengan membikin perahu sebagai tumpangannya. Bahtera Nabi Nuh,as. telah mengambang selama 150 hari dengan bekal logistik berupa apem sebagai asupan pokoknya.

Jika dalam pengawetan hutan, pemerintah lewat kementrian kehutanan membentuk BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) dengan dua perlindungan terhadap keawetan dunia flora dan fauna. Terhadap budaya pun demikian hendaknya. Langkah strategis untuk mengawetkan makanan kuliner bersejarah itu perlu badan yang namanya Badan Konservasi Sumber Daya Kuliner (BKSDK) dengan harapan makanan kuliner akan menjadi salah satu daya tarik untuk menyedot para turis masuk ke Indonesia. Hampir di setiap daerah di antero nusantara memiliki makanan kuliner khas sebagai pembeda dengan daerah lain. Kebervariasian ini akan membuat para pelancong tidak akan merasa bosan menyantap hidangan makanan kuliner nusantara dengan segala variannya dan tidak monoton. Ampar-ampar pisang, empek-empek, posot-posot, dan ratusan bahkan ribuan makanan tradisional ini memberikan nuansa selera nusantara. Hanya apem sedikit terkubur atau terlupakan kisah sejarah keunikan dan keajaibannya.

Kisah yang dipaparkan oleh Drs. Moh. Basri, M.Pdi pemangku guru mapel (mata pelajaran) Agama Islam SMA Negeri 1 Sangkapura kabupaten Gresik Jawa Timur Indonesia menyadur dari sebuah kitab bertuliskan Arab pegon terlampau berjudul ”Kisasul Anbiya’ ” memaparkan dengan runtut peristiwa bersejarah hadirnya makanan kuliner pertama kali di dunia berupa apem. Tatkala Nabi Nuh, as. membuat sebuah perahu di atas bukit, beliau mendapat ejekan dan olok-olok dari kaum kafir, termasuk dari istri dan anaknya bernama Kan’an menganggap orang tuanya tidak waras. Akibatnya, beberapa penduduk setempat terhasut dan menjadikan perahu Nabi Nuh, as. yang belum selesai pengerjaannya dijadikan tempat pembuangan kotoran manusia durjana. Hampir setiap saat manusia penghina itu membuang kotoran di dalam perahunya Nabi Nuh, as. Melihat jahatnya perilaku manusia hingga jatuh terjerembab di titik nol peradaban, Tuhan berkehendak lain. Di awali dari seseorang yang tua bangka terperosok ke dalam perahu Nabi Nuh, as. yang penuh belepotan kotoran manusia sekonyong berubah wujud rupanya menjadi kembali awet muda. Ini bukan sulap apalagi akrobat melainkan sebuah kodrat dan iradat-Nya. Mendengar dan mengetahui keajaiban itu, para penduduk setempat berebutan untuk masuk ke dalam perahu Nabi Nuh, as. untuk menceburkan diri dalam tumpukan feces di perahu itu. Sampai-sampai kotoran itu disapu bersih oleh penduduk setempat untuk mengubah wajah mereka menjadi awet muda. Mereka yang kebagian giliran masuk paling akhir melakukan usaha untuk mendapat buangan beol itu dengan mengerik-ngerik dinding perahu sampai ”nyelak” (Indonesia :bersih sekali). Papan kayu perahu itu kembali bersih mendadak dari buangan tinja manusia. Mereka yerus berebutan menceburkan diri ke perahu itu demi keawetan rupa sejatinya. Mereka meluluri sekujur tubuh dan wajahnya dengan limbah buangan perut manusia agar kembali menemukan keawetan rupa dan perawakannya.

Di saat penggarapan untuk menyelesaikan pembuatan perahu tersebut, perahu Nabi Nuh,as. mengalami kekurangan empat kayu papan. Usaha untuk mendapatkannya cukup dibuka sebuah sayembara sejenis woro-woro meminta tolong. Empat kayu papan itu bernama papan Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Siapa saja yang mampu mendapatkannya maka baginya akan mendapat upah atau bingkisan dari Nabi Nuh, as. Salah seorang kaum Nabi Nuh, as. bernama Ajil menyanggupi untuk mendapatkannya. Sosok Ajil adalah manusia tinggi besar dengan perawakan yang gempal. Bahkan manusia lainnya untuk dapat melihat wajahnya harus mendongak ke atas karena saking tinggi besarnya. Generasi ke tiga urutan para nabi setelah Nabi Adam, as. adalah Nabi Nuh, as. dan umatnya. Nabi Adam, as. sendiri postur tubuhnya mencapai ketingian 60 hasta orang Arab. Satu hasta orang Arab mencapai 40 cm. Bayangkan! Ajil sedikit lebih pendek dari itu. Ajil tidak meminta imbalan yang neka-neko. Ia hanya meminta ke Nabi Nuh, as. untuk menyiapkan sarapan pagi berupa amper-amper (Bawean: amok-amok) dengan porsi satu kwintal beras untuk dimasak dalam sekali santap. Nabi Nuh, as. berpikir seraya berdecak keheranan ”Ini manusia apa raksasa?”. Demi penyelesaian perahu yang tengah digarapnya Nabi Nuh, as. menerima negosiasi tersebut.

Pagi, ketika Ajil mau berangkat untuk mendapatkan empat papan yang dibutuhkan dalam penyelesaian perahu terbesar di dunia itu menagih kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak. Sebelum berangkat ke hutan belantara untuk mendapatkan empat nama papan kayu itu, Ajil mampir atau singgah ke rumah Nabi Nuh, as dan menemuinya. ”Bagaimana wahai Nabi Nuh, as. apa sudah disiapkan jatah sarapan saya sesuai kesepakatan kemarin?” tanya Ajil mengawali bincang paginya. ”Sudah” jawab Nabi Nuh, as. dengan tenang . ”Mana sarapan buat saya?” Ajil setengah mendesak agar Nabi Nuh, as. menunjukkan nasi dengan porsi sekwintal dalam sekali makan. ”Ini…!” dari balik meja makannya Nabi Nuh, as. menyodorkan dua potong apem. Ajil terperangah dan sedikit miris hendak membatalkan nego yang sudah disepakati di awal. Sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan model mulut sedikit sebal. Wajahnya nampak merah padam. Jengkelnya minta ampun tak ketulungan karena merasa kecewa berat. Hampir saja Ajil beranjak meninggalkan rumah Nabi Nuh, as. karena tidak sesuai antara harapan yang diinginkan dengan kenyataan yang dihadapinya.
”Wah, bagaimana ini ?” Ajil geram dan setengah kesal karena merasa dongkel dengan kesepakatan yang tidak sesui dengan perjanjian semula.
”Sekarang Ajil tinggal pilih, mau sarapan yang jumlahnya banyak atau pilih sarapan yang mengenyangkan? Ajil tercengang dengan sikap meremehkan jenis makanan yang akan habis sekali telan. (Bawean: sekali ombel, sekali ompak, ghelunyok tompes). Nabi Nuh, as. menyambung tuturannya dengan maksud meyakinkan sekaligus memberikan pemantapan keyakinan kepada Ajil.
”Namun, ingat… sebelum makan apem ini terlebih dahulu bacalah bismillah dengan benar dan tulus!” tawaran yang cukup menantang bagi Nabi Nuh, as. karena sekadar apem beberapa potong saja. Tanpa ba bi bu ba lagi Ajil menyetujuinya. Diirislah apem itu menjadi beberapa bagian. Baru menyantap seiris dua iris Ajil sudah menyerah untuk menghabisinya karena langsung merasa kekenyangan. Berangkatlah Ajil untuk mendapatkan papan perahu yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja itu. Ajil akhirnya berhasil mendapatkan empat papan kayu yang dimaksud.

Inilah salah satu rahasia kehebatan makanan apem yang menjadi makanan istimewa bagi Nabi Nuh, as. selama hidupnya dengan panjang usia mencapai 950 tahun. Satu-satunya Nabi Allah yang selama hidupnya kuat berpuasa sepanjang hayat. Puasa Nabi Nuh, as. terkenal dengan sebutan puasa dahr yakni puasa sepanjang hayat. Hanya hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha Nabi Nuh, as tidak berpuasa. Dua apem itulah sebagai santapan suplemen rutinnya saat berbuka dan sahurnya. Tidaklah berlebihan bila umat sesudahnya dalam perayaan Idul Fitri dan Idul Adha selalu membuat makanan purbakala itu berupa apem. Ini salah satu tabir rahasia kekuatan makanan olahan umat Islam pada umumnya yang terbuat dari tepung gandum diaduk halus dengan air tape ubi kayu plus gula merah dalam balutan daun pisang model perahu pincuk yang kerap kali disajikan dalam perayaan kedua hari raya tersebut. Demi kekuatan dan ketahanan pangan nasional jangan lupakan apem bikinan rakyat sebagai usaha cagar kuliner agar tetap menjadi makanan tradisional pembawa berkah. APEM =Amok-amok Paling Empuk Makannya! (terima kasih kepada Bapak Ansari Lubis dan Ibu Zulaiha Bengkosobung atas hantaran dua apemnya).

Lebih unik dan menariknya lagi warga Pulau Bawean di setiap dua hari raya itu tidak pernah melupakan membuat apem sebagai tradisi yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Di samping ketupat serondeng , ketupat leppet, lopes ketan, dan apem tidak pernah terlupakan. Gairah untuk menyantap apem pun punah dari selera kerongkongan karena mencicipi saja sudah merasa kenyang. Apem menjadi kurang mendapat perhatian untuk disantap di saat kedua lebaran itu. Beberapa hari selama perayaan di kedua hari kemenangan umat Islam itu apem bertahan di atas meja keluarga hingga nampak adanya jamur putih yang berkeliling di pinggir lingkar bibir apem bersama layunya warna daun pembalutnya. Lalu, apem diiris tipis dan di jemur di bawah terik matahari akan memberikan rasa nikmat yang luar biasa. Kenyal dan memancing selera air liur untuk terus menggigit dan mengunyah dalam rasa tiada tara. Sedap betul lah Mak! Lestarikan…!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean