Home »
TULISAN SUGRIYANTO
» Mengenang ”Pangawel” Perintis TKI Bawean Masuk Malaysia
Mengenang ”Pangawel” Perintis TKI Bawean Masuk Malaysia
Posted by Media Bawean on Rabu, 01 Juni 2016
Oleh : SUGRIYANTO (Guru SMA Negeri 1 Sangkapura)
Siapa gerangan yang tidak kenal dengan Bapak Husni? Tentu orang akan merasa penasaran dengan seorang perintis jalan masuk menuju Malaysia yang berasal dari Pamasaran. Beliau bernama Husni bin Dahlan. Beliau lahir tanggal 4 Juni 1938 di Dusun Tellok Desa Sungaiteluk Kecamtan Sangkapura Kabupaten Gresik Jawa Timur. Sebelum menunaikan ibadah haji, beliau bergerak dalam kegiatan jasa pengantaran atau istilah Baweannya sebagai ”Pangawel” atau bahasa Cinanya ”taekong” bukan pengawal kerajaan melainkan pengawal partikelir atas kemauan dan kemampuan serta pengalamannya sendiri. Profesi tersebut dilakoni sejak tahun 1976 hingga berakhir saat keberangkatan beliau ke tanah suci Makkah . Beliau terkenal sebagai orang yang peramah sekaligus penderma. Harta kekayaan yang diperolehnya kerap kali disumbangkan untuk kepentingan sarana umum dan sarana peribadatan lainnya. Beberapa gerak kegiatan amaliyahnya meliputi perintisan jalan masuk atau jalan poros dusun menuju Dusun Pamasaran. Jalan masuk dusun setapak yang semula berupa bekas pijakan kaki semata disulap menjadi jalan lebar bertapak-tapak dengan konstruksi cor semen betom yang permanen. Warga merasakan fasilitas berupa rintisan jalan makadam dengan segala liku-likunya sebagai akses utama masuk Dusun Pamasaran. Jalan kecil-kecil menuju perkampunagan Dusun Pamasaran mulanya diprakarsai dan didanai dari kocek pribadi beliau hasil jerih payahnya sebagai pengawal para pekerja ke Malaysia. Disokong pula oleh partisipasi dan kerja bersama warga untuk mewujudkan akses menuju Dusun Pamasaran.
Pemikiran beliau tidak hanya sampai di situ, termasuk pengadaan pipanisasi secara mandiri pun dilakoni beliau. Di saat warga Pamasaran merasa kesulitan dalam pemerolehan kebutuhan mendasar berupa air bersih, beliau mencoba mendermakan sebagian hartanya untuk kegiatan pengadaan pipa air bersih yang disokong pula oleh warga Pamasaran lainnya yang ada di rantau. Kebutuhan akan air bersih ini cukup mendesak karena berbagai kepentingan dalam segala aspek kehidupan selalu tidak pernah terlepas dari air bersih. Untuk mandi, memasak, bahkan untuk bersuci menjadi syarat mutlak dalam kehidupan warga Pamasaran. Selama air bersih itu mengalir selama itu pula amal jariyah beliau beserta warga akan tetap dan terus mengalir hingga hari kiamat kelak. Setelah warga Pamasaran memiliki air bersih, saat itu mulailah berubah dan meningkat tingkat kebersihan dan kesehatan warganya. Hasil nyata ini dapat tergambar dari warna kulit warga Pamasaran yang bersih-bersih dan langsat memesoana dalam pandangan mata. Warga mana yang tidak akan kepincut dan tertarik bila menatap tajam wajah-wajah anggun penuh kejelitaan dan ketampanan dari setiap warganya. Tentu akan merasa terpikat dibuatnya. Losneng, alos koneng…
Mengutip apa yang tertera dalam Kisah-Kisah Pulau Putri yang ditulis oleh Bapak Zulfa Usman tentang kisah asal usul Pamasaran adalah sebagai berikut.
Selepas melintasi Dusun Buluar Bululangjang, Raja Babileono beserta pengikutnya melewati pematang-pematang atau ( tabun,red) sawah. Dari pematang itu naik ke perkebunan.Di antara perkebunan dan ladang tersebut terdapat lapangan yang cukup luas dan tidak panas. Pada pagi hari selalu banyak orang untuk menukarkan barang-barangnya di sana. (sistem barter, red). Keluarga Dalem (kerajaan) sering berbelanja di ”pasar” itu. Yang kemudian di sekitar tempat itu dihuni penduduk dan menjadi kampung. Kampung itu disebut kampung Pamasaran. Yakni berasal dari kata ”pasar” atau tempat ”memasarkan” barang barang dagangan yang dalam bahasa Bawean ditulis dan diucapkan sebagai ”Pamasaran”.(Zulfa Usman, 1992: 27-28).
Jelas sudah, bagi kita bahwa kampung atau Dusun Pamasaran merupakan salah satu kampung tertua yang ada sejak raja Babileono berkuasa di Pulau Bawean. Menurut kisah cerita di atas yang terbingkai dalam kisah penuh hikmah itu patutlah menjadi sebuah rujukan walau tingkat kebenaran dan keabsahannya masih berupa tuturan. Diakui atau tidak, Dusun Pamasaran telah memberikan andil dalam kegiatan peningkatan perekonomian warga Pulau Bawean di zaman sebelum masuknya penjajahan di bumi anak ibu pertiwi yakni Pulau Bawean. Secara historis keberadaan Dusun Pamasaran telah lama menjadi penyokong atau sokogurunya perekonomian rakyat. Jual beli atau tukar menukar barang pada zaman lampau berpusat di Pamasaran. Penasaran ke Pamasaran bukan?
Tidak hanya sarana itu yang menjadi target capaiannya. Bapak Husni bin Dahlan juga merintis penyempurnaan jalan poros desa dari Dusun Pamasaran berujung ke Dusun Cokel. Fonem [e] pada nama Cokel hendakanya dibaca taling seperti fonem [e] pada kata ”nenek” bukan dibunyikan pepet seperti kata ”telah”. Bila salah melafalkan nama Dusun Cokel bisa kisruh keluaran maknanya karena menjadi cokel yang artinya menekan leher dari belakang hingga kepala tertekuk ke arah bawah. Berkat ketelatenan dan jiwa pengorbanan beliau jalan poros desa itu menjadi jalan permanen berlapis coran atau semen. Tentu semua itu berkat tangan dingin dan usaha bersama warga secara bahu-membahu. Keberhasilan beliau merintis akses masuk ke Cokel menjadi lebih nyaman dan lengang bagi penggunanya. Dulunya, jalan itu becek dan sulit untuk dilalui, sekarang sudah tidak lagi. Kendaraan beroda empat pun kasiur-kasiuren atau lancar lajunya saat melaluinya. Beliau tetap tegar dan pada pendiriannya semata-mata sebagai wujud amal ibadah tanpa mengharap pujian dan sanjungan dari orang lain. Beliau termasuk tokoh yang sangat berpengaruh di Dusun Pamasaran. Setiap usaha dan rencananya selalu mendapat dukungan warga secara mayoritas. Warga yang sedikit miris dan iri pasti ada dalam setiap derap langkah kehidupan manusia di mana saja di muka bumi ini. Ikhlas dan sabar itulah kunci mengahadapinya. Asam garam kehidupan ditelannya dengan jiwa besar tanpa harus menyimpan kebencian apalagi kedengkian. Itulah secuil romantika kehidupan manusia. Rambut boleh sama hitamnya, tetapi isi hati manusia bisa berbeda.
Kisah hikmah di balik kepulangan beliau ke Rahmatullah di Kota Makkah menjadi sebuah perjalanan yang patut membanggakan dan kerap kali menjadi idaman setiap orang untuk berkubur di tanah suci Makkah. Ceritanya unik dan menarik. Suatu ketika beliau (Bapak H. Husni bin Dahlan) berada atau bermukim di maktab lantai tujuh dekat masjidil haram. Semua sudah mahfum bahwa angka tujuh bukan sembarang angka. Dalam seminggu ada tujuh hari. Bumi yang dipijak ini berlapis tujuh. Langit yang dijunjung bertumpuk tujuh. Nomor kaos sepak bola Cristiano Ronaldo bernomor tujuh. Puyer sakit kepala bintang tujuh dan beberapa acara stasiun televisi memakai angka tujuh dan sebagainya. Bahkan anggapan sedikit berbau klenik yakni untuk membuang sial harus mandi atau bersiram dengar air tujuh sumur. Saat beliau hendak melepas lelah sejenak di dalam maktab lantai tujuh itu datanglah seorang makhluk mengenakan pakaian putih-pitih. Menurut penuturan Beliau yang disampaikan kepada Sang Istri Hj.Honna bahwa datang seorang berpakaian rapi warna putih-putih menyampaikan ikhwal teman-teman sejamaah atau serobongan sudah menunggu di lantai dasar maktab penginapannya. Bapak H.Husni bin Dahlan akhirnya bergegas mengenakan pakaian ikhram kebesarannya dengan dandanan yang sempurna. Cepat-cepat beliau beserta istri menuju lantai dasar untuk berangkat bersama jamaah semaktabnya. Ternyata, para jamaah lainnya sudah berangkat mendahuluinya. Bapak H.Husni bin Dahlan dan Hj.Honna menyusul rombongan yang sudah mendahului berangkat. Sehabis melaksanakan tawaf beliau melangkah keluar dari pintu Masjidil Haram. Di depan luar pintu Masjidil Haram inilah beliau tiba-tiba merasakan ngilu di kedua lutut kakinya. Hingga beliau duduk bersungkur laksana orang sujud dalam salat tak berdaya. Ibu Hj. Honna berseru meminta tolong kepada siapa saja yang berada di sekitarnya dengan rintihan lirih disertai deraian air mata. Harus dengan bahasa apa gerangan untuk menyampaikan perihal permintaan bantuan itu. Ibu Hj. Honna tidak fasih berbahasa Arab. Hanya dengan bahasa hati dan isyarat tangan dan rintihan yang tercermin jelas dalam kegusaran dan kedukaannya maka datanglah seorang perawat dari rumah sakit terdekat memberikan pertolongan pertama. Ibu Hj. Honna sejenak kembali ke maktab untuk mempersiapkan segala keperluan Bapak H. Husni bin Dahlan di rumah sakit.
Sesampai di maktab yang dihuninya, Ibu Hj. Honna sebagai istri tercinta hendak berencana membesuk suami tercintanya dengan membawakan bekal keperluan apa-apa yang dibutuhkan. Ibu Hj. Honna tahu dan paham bahwa sang suami sangat menyukai pisang. Setandan buah pisang raja (Bawean: pisang seppet) masak dan ranum dibawanya. Sesampai di rumah sakit sudah ada kabar bahwa sang suami telah berpulang ke Rahmatullah. Tiba-tiba deraian dan linangan air mata meluap membasahi seluruh wajah dan sekujur tubuh sang istri Hj. Honna. Dipeluk dan dilelusnya wajah sang suami tercintanya dengan hantaran air mata perpisahan. Barang bawaan serta pisang kesukaan suami tercintanya sudah tidak dihiraukannya lagi keberadaannya. Tim dokter dan paramedis menjelaskan bahwa beliau telah tiada beberapa waktu sebelum kedatangan Hj. Honna. Bapak Haji Husni bin Dahlan menghenbuskan nafas terakhirnya di rumah sakit Makkah pada hari Kamis, Malam Jumat tahun 2005 silam. Beliau meninggalkan 6 anak dan 17 cucu dari satu istri pertama sekaligus sebagai terakhirnya yakni Hj. Honna-yang saat di temui di kediamannya di Dusun Pamasaran dalam keadaan sehat dan segar. Menariknya, terlihat dijari tangan kanan adanya pergerakan butir tasbih dalam wiridan rutinnya. Sungguh hal ini menjadi inspirasi bagi siapa saja untuk meneladaninya. Rupanya beliau (Hj. Honna) bersemboyan tiada hari tanpa berdzikir.
Kebiasaan unik dan menarik dicermati dari Bapak H. Husni saat menjalankan profesinya sebagai pengawal turut terekam pula dalam tulisan ini. Bapak H. Husni terkenal sebagai pengawal tenaga kerja dari Pulau Bawean yang cekatan dan tangkas dalam pembukuan. Secara autodidak beliau mempunyai keterampilan dalam pencatatan pembukuan kiriman barang dan uang dari setiap warga. Kadang penanggalan atau almanak di rumah beliau penuh dengan catatan kiriman warga dari keluarganya di Malasia. Tidak ada transaksi yang luput atau keliru soal kiriman karena sudah ada dalam buku besar dan catatan kecil lainnya. Untuk kiriman uang dari Malaysia dibawa langsung tanpa menggunakan jasa perbankan atau transfer lainnya. Waktu itu di Pulau Bawean belum ada jasa perbankkan. Total kiriman berupa uang tunai dibawa langsung oleh beliau dengan cara memasukkan dalam lipatan kain putih berjahit seperti deretan makanan ringan koka-koka. Setiap pulang dari Malaysia beliau sekujur tubuhnya nampak terlihat kegemukan dengan lilitan kain putih berjahit persegi masing-masing berisi uang atas nama pemiliknya yang dituju. Kadang panjangnya mencapai lima meter berisi deretan uang tunai. Ada yang masih dalam bentuk ringgit Malaysia dan ada pula yang sudah ditukar dalam bentuk rupiah. Sesampai di Bawean dibukalah kembali sabuk keuangan itu dan diantar langsung kepada yang dituju. Termasuk barang-barang kiriman berupa perkakas, sandang, dan pangan dibawanya. Jasa pembayaran barang bawaan pun sangat terjangkau dan tidak memberatkan warga kala itu.
Kiprah Bapak H. Husni bin Dahlan dalam meningkatkan taraf hidup kesejahteraan warga Sangkapura pada khususnya dan warga Pulau Bawean pada umumnya seperti terkubur saja belantikanya. Bagi warga pendahulu yang pernah ikut merantau bersama kawalan beliau merasa berhutang jasa kepadanya. Kemudahan yang diberikan beliau kepada para calon pencari kerja berupa sistem pembayaran ongkos perjalanan. Sedangkan biaya pembuatan pasport dan administrasi lainnya dibebankan kepada calon tenaga kerja. Pembayaran ongkos keberangkatan bisa dibayar di muka atau setelah nanti dapat kerja dan upah di Malaysia. Sehingga orang-orang kebanyakan lebih memilih ikut Bapak H. Husni bin Dahlan tinimbang ikut pengawal yang lain. Beliau tidak mau menggunakan jalur lewat jalan belakang atau istilahnya masuk Malaysia dengan cara jalan haram yakni ”nyarobot”. Pantang bagi beliau untuk melakukan pengawalan secara ilegal sebagai pendatang haram ke negeri jiran Malaysia. Keterkenalan beliau hingga ke antero Pulau Bawean. Di luar Pulau Bawean pun nama beliau turut kesohor. Bisa dicek ke salah satu pemilik penginapan di daratan Gresik tempo dulu bila disebut nama Pak Husni Pamasaran pasti kebanyakan mereka mengenalnya. Termasuk anak cucunya bila menyebut anak dan nama cucu Pak Husni Pamasaran tentu pemilik penginapan di daratan Kota Gresik ingat kepada salah seorang pengawal tertua yang membawa berangkat warga Pulau Bawean pertama kali ke tanah Malaka itu.
Salah satu serpihan cerita yang baru terungkap dari salah seorang yang kerap kali ikut Bapak H. Husni pulang dan pergi merantau menuturkan bahwa ada kebiasan baik beliau yang patut menjadi teladan dan inspirasi yakni bersedekah sepanjang perjalanan pergi dan pulang mengantar para pencari kerja. Kebiasan mulia yang kerap kali dilakoninya berupa penyisihan harta berupa uang recehan dalam bungkusan atau bundelan kain. Biasanya, uang recehan itu sudah dipersiapkan dari menjelang keberangkatan dan pulang mengantarkan para perantau. Bungkusan uang receh biasanya di taruh atau diselipkan di bagasi bus yang menyelinap di atas langit-langit dalam ruang bus.. Setiap ada pengemis atau pengamen jalanan naik turun di bus beliau mengasihnya. Harus berapa banyak uang recehan yang beliau sedekahkan kepada para peminta-minta di sepanjang perjalanan. Perilaku itu pun tidak banyak diketahui para pencari kerja yang ikut dalam perjalanan Surabaya-Jakarta (Cengkareng). Juanda belum menjadi bandara internasional makanya beliau neter dari Surabay ke Jakarta.Puluhan bahkan mencapai ratus orang sekali dibawa oleh beliau. Sudah menjadi kebiasan beliau dalam perjalanan satu bus duduk di bagian paling belakang. Sehingga saat beliau berdiri mencabut-cabut uang recehan yang tersedia di bagasi atas bus tak diketahui oleh penumpang kebanyakan sebagai orang bawaannya. Kebiasaan unik itu baru terkuak setelah beliau berpulang ke Rahmatullah atas pengakuan dan penuturan salah seorang perantau. Pembukuan riwayat pekerjaan beliau akan menjadi kilas sejarah penuh makna dalam usaha membantu kemudahan untuk masuk ke Malaysia dalam menunaikan tugas mulia mencari nafkah.
Hampir seluruh warga Duku Sungairujing awal-awalnya masuk Malaysia menggunkan jasa antarjemput pengawal yakni Bapak H. Husni bin Dahlan. Kiriman uang dan barang dari Malaysia milik warga Duku acap kali dipercayakan kepada Bapak Husni bin Dahlan Dusun Pamasaran. Tak heran bila warga Duku memiliki kedekatan sosiokultural dalam jalinan kerja borongan beberapa waktu silam. Kecekatan dan ketelitian beliau dalam buku ekspedisi kiriman baik uang maupun barang tak pernah singsul atau ngicul. Segala sesuatu yang terkait dengan kiriman terbukukan secara detil dalam agenda pribadinya. Pernah sesekali warga Kuduk-Kuduk datang ke rumah beliau untuk mengambil kiriman dari keluarganya di Malaysia berupa barang dan uang. Setelah dicek dalam catatan pembukuan beliau tidak terdapat nama pengirim yang dimaksud. Keluarga calon penerima tetap ngotot dan terus mendesak bahwa ada kiriman dibawa Bapak H.Husni bin Dahlan Pamasaran. Karena ia tetap tidak percaya bila tidak ada kiriman dari nama pengirim yang dimaksud maka oleh Bapak H. Husni bin Dahlan disuruh hubungi kembali keluarganya di Malaysia. Ternyata hasil konfirmasi dari Malaysia baru akan atau tengah ancang-ancang mau mengirim menunggu kalau Pak Husni pulang ke Bawean. Padahal senyatanya kiriman belum dititipkan kepada Bapak Husni bin Dahlan. Saat hendak menitipkan kiriman kepada Bapak Husni bin Dahlan, ia telat datangnya. Sedangkan Bapak Husni sudah kembali pulang ke Pulau Bawean. Ini merupakan kesalahan teknis saja. Informasi kala itu hanya bisa via surat yang perjalanannya memakan banyak waktu. Seminggu bahkan hingga sebulan surat baru sampai ke Bawean. Akhirnya calon penerima kiriman minta maaf atas kesalahan dan kengototannya itu. Hingga saat ini keluarga tersebut menjadi seperti keluarga sendiri baiknya. Mungkin dari ungkapan bahasanya ”Mola Pak Husni mole la ekereme” (terjemahan : Kalau Pak Husni pulang akan dikirimi), belum sempat bertemu dengan Pak Husni di Malaysia, Bapak Husni sadah mendahului kembali ke Bawean. Ini duduk permasalahan sebenarnya. Tasalep!
Warga Bawean pada umumnya dan warga Sangkapura pada khususnya yang kini tengah menjalani kehidupan yang makmur dan sejahtera tidak pernah terlepas dari pengawalan tenaga kerja Indonesia ke Malaysia. Satu persatu warga Bawean mulai memasuki babak baru dalam pemenuhan tingkat kesejahteraannya. Kiriman terus mengalir lancar dari negeri jiran Malaysia. Sekian lama warga Bawean menetap di Malaysia hingga beranak pinak. Pengawal handal dan tetap menjadi pilihan kepercayaan Warga Pulau Bawean adalah Bapak H. Husni bin Dahlan Pamasaran. Menurut penuturan salah satu anggota keluarga yang menjadi semboyan utama hingga akhirnya Bapak H. Husni bin Dahlan mendapat kepercayaan sepenuhnya di hati masyarakat Pulau Bawean pada umumnya dan masyarakat Sangkapura pada khususnya hanya satu kata yakni ”Jujur”. Inilah prinsip kuat yang tetap dipegang oleh Bapak H. Husni bin Dahlan sehingga bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Beliaulah peretas pertama jalan masuk ke Malaysia dalam upaya mencari kerja sebagai penopang kemakmuran dan kesejahteraan warga Pulau Bawean. Ada juga pendahulunya, hanya tidak seterkenal Bapak H. Husni bin Dahlan kiprahnya. Anak sekolah, anak mondok dan mahasiswa kuliah tidak sedikit pula yang dibiayai orang tuanya yang bekerja di Malaysia dan Singapura. Semoga dengan iringan doa suci dan mulia ini arwah beliau ditempatkan di sisi-Nya sebagai hamba Allah yang telah banyak berjasa dalam segala amal baktinya. Amin….!
Tag:
#TULISAN SUGRIYANTO