Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mengenal Pulau Bawean dan Julukannya

Mengenal Pulau Bawean dan Julukannya

Posted by Media Bawean on Sabtu, 14 April 2018



Pulau Bawean di Gresik, Jawa Timur, banyak menyimpan cerita menarik dari sisi sejarah, penduduk, maupun kehidupan sosial budayanya. Cerita Pagi kali ini menguraikan sedikit sisi sejarah dari Pulau Bawean dan sejumlah julukan yang melekat pada pulau seluas 200 kilometer persegi ini.

Menurut Wikipedia, kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit.

Sementara, dalam kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun. Dalam catatan Serat Praniti Wakya Jangka Jaya Baya, penduduk Bawean bermula pada tahun 8 Saka di mana sebelumnya pulau ini tidak berpenghuni.

Pemerintah Kolonial Belanda dan Eropa pada abad 18 menamakan pulau ini dengan sebutan Lubeck, Baviaan, Bovian, Lobok.

Awal abad ke-16, tepatnya pada tahun 1501, agama Islam masuk ke Bawean, dibawa oleh Sayyid Maulana Ahmad Sidik atau yang dikenal dengan nama Maulana Umar Mas'ud atau Pangeran Perigi, sekaligus menjalankan tata pemerintahan di Pulau Bawean. Selanjutnya, Pulau Bawean dipimpin oleh keturunan Umar Masud seperti Purbonegoro, Cokrokusumo, dan seterusnya hingga yang terakhir Raden Ahmad Pashai.

Pada tahun 1870-1879, Pulau Bawean menjadi Asistent Resident Afdeeling di bawah Resident Soerabaya. Pada masa inilah Pulau Bawean dibagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak yang dipimpin oleh seorang Wedana, dengan Wedana terakhir bernama Mas Adi Koesoema (1899-1903).

Tahun 1920-1965, daerah ini menjadi kawedanan. Sejak 1965, pulau ini diperintah oleh dua camat di bawah pimpinan bupati Surabaya. Lalu, mulai tahun 1974, Pulau Bawean termasuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.

Sejumlah sebutan atau julukan diberikan kepada pulau ini. Pertama, Pulau Putri. Kenapa disebut Pulau Putri? Rupanya, hal ini disebabkan banyak laki-laki muda Bawean yang merantau ke Pulau Jawa atau ke luar negeri. Orang Bawean yang merantau ke Malaysia dan Singapura membentuk perkampungan di sana. Di negeri jiran, masyarakat Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan.

Dalam legenda Pulau Putri, Pulau Bawean menjadi tempat berlabuhnya keluarga dari Kerajaan Campa yang akan menuju Pulau Jawa. Mereka berlabuh karena putri raja tersebut sakit dan konon meninggal di Bawean. Untuk menghormati sang putri, pulau tersebut dinamakan Pulau Putri.

Dalam buku Pesantren Hasan Jufri Dari Masa ke Masa: Sejarah dan Realita, dituliskan bahwa sebutan Pulau Putri merujuk pada makam Mbah Putri di Desa Kumalasa, Kecamatan Sangkapura. Mbah Putri ini diyakini sebagai ibunda Sunan Ampel.

Julukan atau sebutan kedua yang melekat pada pulau tempat lahirnya Pahlawan Nasional Kopral Dua KKO (Anumerta) Harun Tohir bin Mandar ini, yaitu Pulau Datuk. Artinya, Pulau Bawean adalah pulau yang dihormati. Konon, jika ada orang yang akan sampai ke Pulau Bawean, maka harus menyebut atau memanggilnya dengan sebutan Pulau Datuk, bukan Pulau Bawean. Konon, jika dilanggar, orang itu akan tertimpa bahaya.

Sumber: 1. id.wikipedia.org 2. Pesantren Hasan Jufri Dari Masa ke Masa: Sejarah dan Realita/Penulis: Ali Asyhar/Editor: Abdul Halim, Abdul Wafid -Depok: Keira, 2017. (zik)

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean