Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Melawan Politisasi Perangkat Desa

Melawan Politisasi Perangkat Desa

Posted by Media Bawean on Jumat, 22 Agustus 2008

Media Bawean, 22 Agustus 2008

Oleh Musyayana
(Kajian pada Masyarakat Bawean)

Perubahan politik yang terjadi setelah gelombang reformasi digulirkan pada bulan Mei 1998, membawa dampak pada konfigurasi dan komunikasi politik, tidak hanya pada level nasional, namun juga pada tingkat lokal. Peningkatan partisipasi politik masyarakat yang diikuti oleh kemunculan dan penguatan kelembagaan politik baru, seperti partai politik dan forum-forum warga yang mandiri, menyebabkan negara untuk melakukan intervensi semakin terbatas

Sudah menjadi sesuatu yang fenomenal bahwa sepanjang kekuasaan orde Baru, keseluruhan kelembagaan formal dan arus komunikasi yang ada di tingkat desa, pada dasarnya dibangun atas dasar pengendalian politik dibandingka ditempatkan sebagai unit yang menjembatani antara kepentingan politik masyarakat bawah dan dengan kepentingan politk yang lebih tinggi. Dimana instrumen pengendalian politik itu terbangun di tengah bekerjanya dua proses politik yang berjalan secara kesinambungan di desa; yakni; kehendak memasukkan negara ke dalam unit-unit politik lokal(desa) serta memasukkan unit-unit lokal ke dalam negara.

Pada proses yang pertama, unit-unit politik dalam masyarakat desa berupaya mendapatkan akses sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh negara. Untuk mendapatkan hal tersebut tidak ada jalan lain bagi masyarakat selain menggunakan jalur formal dalam berkomunikasi dengan pemerintah. Jalur formal yang menghubungkan unit-unit politik di pedesaan dengan pemerintah sudah dapat dipastikan terjadi melalui perangkat yang dibangun oleh pemerintah, yaitu pemerintahan desa. Dengan demikian kehadiran struktur pmerintahan desa, unit-unit pelaksanaan teknis serta perangkat kelembagaan pemerintah lainnya, dapat dibaca sebagai instrumen masyarakat desa untuk mendapatkan akses dari pemerintahan dalam kerangka proyek “pembagunanisme”.

Sedangkan proses yang kedua adalah memasukkan negara ke desa, dilakukan dengan pembentukan lembaga-lembaga resmi di tingkat desa dengan maksud untuk mengendalikan kepentingan masyarakat desa. Kehadiran LKMD, Karang Taruna dan PKK, sebagai lembaga yang dibentuk dan direstui oleh negara (korporatisme negara), dapat dipastikan sebagai instrumen penghubung kehendak pemerintah dengan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini kepentingan masyarakat merupakan kepanjangan (reproduksi) dari kepentingan-kepentingan pemerintah. Proyek korporatisasi negara tidak hanya terjadi pada bidang kemasyarakatan namun juga masuk pada ruang-ruang ekonomi, politik, dan budaya.

Pada masa Orde Baru, Kepala desa diposisikan sebagai pintu masuk bagi negara untuk melakukan pengendalian politik ke desa atau juga sebagai instrmen dari masyarakat untuk mendapatkan akses dari negara. Pada konteks kekinian, “fungsi” tersebut semakin lemah. Pertama, karena agen-agen yang memerankan fungsi “gathering” antara masyarakat dengan negara, dilakukan oleh beberapa aktor seperti partai politik, forum-forum warga, asosiasi pengusaha dan politisi. Kedua, kepala desa tidak lagi bisa mengendalikan diri pada instrumen “pemaksa” yang dimiliki sebelumnya. Dimana kekuatan struktur represi yang menjadi ikon orde baru kehilangan kekuatannya ketika masyarakat bisa secara leluasa mengabaikannya.

Pergeseran politik ini semakin kuat ketika dikeluarkan uu no.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Pada undang-undang tersebut diatas dikehendaki terciptanya kontrol masyarakat terhadap Pemerintah Desa melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). Dengan demikian politik di tingkat desa tidak lagi berkarakter monopolitik. Kedudukan Kepala Desa pada uu no.5 tahun 1974, yang mempunyai dua fungsi pemerintahan yakni fungsi legislatif dan eksekutif (sebagai ketua LKMD sekaligus sebagai ketua LMD) dihapuskan dan kemudian dibangun mekanisme pertanggungjawaban Kepala Desa kepada masyarakat melaui BPD. Perubahan dalam tataran regulatif ini setidaknya memungkinkan untuk dibangun mekanisme “check and balances” pada lingkup desa.

Pada struktur kekuasaan kecil di masyarakat Bawean, dimana posisi dan peran Kelapa Desa masih menggunakan praktek-praktek Orde Baru. Yaitu pola hubungan atas dasar kepentingan antara desa dan pemerintah semakin menguat. Partai politik tampil menjadi mediator atas kepentingan tersebut. Akses ekonomi (pembangunan proyek fisik dan sosial) adalah bentuk tawaran strategis dari Aktor partai politik pada perangkat desa (Kepala Desa) di Bawean. Disini Kepala Desa mulai mempraktekkan sikap intimidasi dan represif kepada warga apabila tidak menggunakan hak politiknya pada partai politik dan aktor partai politik yang representatif menjadi lumbung proyek. Kepala Desa di Bawean memaknainya sebagai bentuk pola hubungan “ideal” yang semestinya diperankan. Padahal iklim politik nasional sudah berubah sejak tumbanhnya rezim orde baru, dan diperkuat pola hubungan yang ideal antara desa, kabupaten dan pusat dengan adanyan uu no. 22 tahun 1999. Adanya kewenangan untuk menggunakan sumber daya dan hak yang sama atas pembangunan di desa. Dimana praktek-praktek intimidasi dan represif pada masyarakat adalah bentuk warisan orde baru, dan sangat tidak rasional lagi diterapkan pada konteks sosial politik kekinian masyarakat Indonesia.

Teguran bagi partai politik untuk segera meninggalkan praktek-praktek Orde Baru atas dasar kepentingan partai politik dan Aktor partai politik. Biarlah kesadaran berpolitik masyarakat tumbuh dengan sendirinya dan menggunakan hak politiknya atas dasar pikiran rasionalnya, bukan atas dasar intimidasi. Karena hal ini adalah bentuk pendidikan politik yang “salah kaprah”. Kepala Desa di Bawean seharusnya paham bahwa sudah terjadi perubahan besar di negara ini. Yang akhirnya ada perubahan atas tanggungjawab dan kewenangan Kepala Desa. Perebutan proyek bukan lagi menjadi alasan pemasungan kesadaran berpolitik masyarakat. Karena pelaksanaan pembangunan adalah mejadi tugas negara dan hak masyarakat untuk menikmatinya.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean