Media Bawean, 7 Juli 2008
Oleh : Musyayana
(Tim Sayembara "Surat Untuk Dewan Bawean)
Salah satu faktor pembentukan masyarakat majemuk yang bisa saling menghargai, saling percaya dan saling memajukan adalah pembenahan pribadi yang bertanggung jawab moral dalam berpolitik, yang benar-benar memikirkan dampak tiap keputusan politiknya bagi rakyat.
Masyarakat Bawean memerlukan politisi yang mampu mendahulukan kemakmuran bersama dan bukan hanya kepentingan pribadi dan kelompok. Sejarah menunjukkan, tidak sedikit keputusan politik hanya menguntungkan kelompok kecil dan merugikan kelompok besar. Bukti klasik tidak tersangkalkan adalah pengadaan Koperasi Unit Desa (KUD), yang ternyata sangat merugikan kelompok tani.
Tanggung jawab moral dalam bidang politik terletak pada politisi, termasuk penggagas, pembicara, dan pengambil kebijakan politik tertentu. Keputusan politik apapun harus mempertimbangkan side effect negatif dan positif. Kerugian yang ditimbulkan oleh suatu keputusan politik menuntut tanggung jawab moral yang tidak kecil, sebab kerugian itu umumnya tidak hanya terkait dengan generasi sekarang, tetapi juga generasi masa depan.
Hati dan nurani para politisi seharusnya tidak buta bagi kepentingan dan kesulitan rakyat. Lalu, pelaksana keputusan politik itu turut bertanggung jawab supaya tujuan dari kebijakan tidak diselewengkan. Perwujudan keputusan politik yang hanya menguntungkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, termasuk penyelewengan dari tanggung jawab moral pelaksana keputusan. Sebab, yang diprioritaskan dalam bidang politik pemerintahan adalah keleluhuran martabat tiap manusia yang pada dasarnya mendambakan kesejahteraan.
Kiranya sangat perlu Dewan Bawean yang masih menjabat saat ini dan calon anggota dewan periode akan datang melakukan refleksi atas kapasitas intelektual dan pendidikan politiknya. Sehingga keterwakilan mereka di DPRD bukan hanya untuk memenuhi kuota, tapi harapannya mampu menjadi motor lahirnya regulasi yang pro pada rakyat.
Sampai saat ini, dewan Bawean lebih memilih masuk pada Komisi Anggaran. Anggapannya, dengan menjadi bagian dari komisi tersebut mereka bisa mengaggarkan APBD untuk program-program fisik di Bawean. Faktanya, hampir semua program fisik tidak dilaksanakan dengan maksimal. Selanjutnya bagaimana dengan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat Bawean? Jawabannya, TETAP TERPURUK !!!!!
Untuk itu kiranya sangat perlu ada lembaga yang memberikan pelatihan peningkatan kapasitas anggota dewan. Sehingga anggota dewan mampu berkerja sesuai tupoksinya.
Ada 6 (enam) materi yang harus dikuasi oleh anggota dewan Bawean dalam rangka peningkatan kapasitasnya, yaitu :
1. POLITIK LOKAL DAN DEMOKRATISASI
Konstelasi kekuatan politik lokal, inter-relasi dan relasi antar mereka, di era liberalisasi politik ini sangat mendinamisasi kehidupan politik di daerah. Kontestasi yang terjadi sering memicu kekerasan, serta kerja-kerja politik yang jauh dari prinsip demokrasi. DPRD harus mempu memetakan kekuatan-kekuatan politik di tingkat lokal, mendorong pelembagaan demokrasi dan mensimulasikan kebijakan-kebijakan demokratis di tingkat lokal.
2. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
Semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang didorong oleh pemerintah pusat, sering dipersepsikan secara sepihak dan keliru oleh otoritas lokal. Implementasinya pun tidak bermakna, bahkan yang sering muncul adalah bangkitnya fanatisme lokal yang sempit (nativisme) serta berlangsungnya eksploitasi SDA dan masyarakat oleh otoritas daerah.
3. HUBUNGAN KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Relasi antar kelembagaan pemerintahan daerah (legislatif dan eksekutif) hendaknya dibangun dalam semangat kemitraan (partnership), bukan mengedepankan relasi politis. Semangat check and balances dua lembaga ini adalah manifes dari pelembagaan demokrasi di level daerah.
4. POSISI DAN PERAN DPRD
Reposisi politik anggota DPRD di era reformasi ini menjadi kenyataan di hampir semua daerah. Posisi politik DPRD yang strategis ini hendaknya diperankan secara maksimal dalam fungsi pengawasan kinerja eksekutif, legislasi demokratis serta menciptakan ruang partisipasi politik warga dalam mengelola daerahnya.
5. MANAJEMEN DAN ARTIKULASI KOMUNIKASI POLITIK MASSA
DPRD diharapkan memahami ; (1) konsepsi pentingnya komunikasi politik secara intensif anggota dewan kepada konstituen dan publik, (2) teknik (taktik dan strategi) mengelola komunikasi massa secara efektif dan berkelanjutan.
6. MANAJEMEN KEBIJAKAN PARTISIPATIF
Lembaga parlemen daerah adalah representasi beragamnya latar belakang masyarakat lokal. Karenanya, setiap kebijakan yang diambil eksekutif maupun legislatif harus menyediakan ruang bagi munculnya partisipasi publik. DPRD diharapkan mampu memahami prinsip-prinsip dan model manajemen kebijakan partisipatif.
7. TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI (LEGAL DRAFTING)
Fungsi legislasi yang melekat pada diri anggota dewan, menuntut pemahaman dan ketrampilan dalam teknik menyusun legal drafting. Era otonomi daerah juga menuntut sensitivitas anggota dewan terhadap isu-isu lokal yang urgen dan secara substantif membutuhkan regulasi daerah. Keterampilan legal drafting dan sensitivitas local inilah yang menjadi pokok materi Teknik Penyusunan Reguasi.
8. TEKNIK FORMULASI ANGGARAN KINERJA (PERFORMANCE BUDGETTING)
Persoalan krusial yang selalu menyedot perhatian publik di daerah adalah berkaitan dengan politik anggaran. Dalam konteks ini, peran dan fungsi anggota dewan sangat strategis meloloskan atau merevisi usulan RAPBD yang disusun pihak eksekutif. Hanya dengan kemampuan dan pemahaman yang matang mengenai performance budgeting, kerja-kerja politik anggaran ini bisa maksimal diperankan para anggota dewan. Pemahaman atas Materi ini akan membuat DPRD memahami seluk beluk anggaran, teknik memformulasikannya dan pengawasan pelaksanaan APBD yang dijalankan oleh pihak eksekutif.
Dengan adanya perubahan kapasitas anggota dewan Bawean, harapannya mereka mampu menjadi legislator yang aspiratis dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Sehingga hak pilih masyarakat Bawean tidak muspro.
(Tim Sayembara "Surat Untuk Dewan Bawean)
Masyarakat Bawean memerlukan politisi yang mampu mendahulukan kemakmuran bersama dan bukan hanya kepentingan pribadi dan kelompok. Sejarah menunjukkan, tidak sedikit keputusan politik hanya menguntungkan kelompok kecil dan merugikan kelompok besar. Bukti klasik tidak tersangkalkan adalah pengadaan Koperasi Unit Desa (KUD), yang ternyata sangat merugikan kelompok tani.
Tanggung jawab moral dalam bidang politik terletak pada politisi, termasuk penggagas, pembicara, dan pengambil kebijakan politik tertentu. Keputusan politik apapun harus mempertimbangkan side effect negatif dan positif. Kerugian yang ditimbulkan oleh suatu keputusan politik menuntut tanggung jawab moral yang tidak kecil, sebab kerugian itu umumnya tidak hanya terkait dengan generasi sekarang, tetapi juga generasi masa depan.
Hati dan nurani para politisi seharusnya tidak buta bagi kepentingan dan kesulitan rakyat. Lalu, pelaksana keputusan politik itu turut bertanggung jawab supaya tujuan dari kebijakan tidak diselewengkan. Perwujudan keputusan politik yang hanya menguntungkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, termasuk penyelewengan dari tanggung jawab moral pelaksana keputusan. Sebab, yang diprioritaskan dalam bidang politik pemerintahan adalah keleluhuran martabat tiap manusia yang pada dasarnya mendambakan kesejahteraan.
Kiranya sangat perlu Dewan Bawean yang masih menjabat saat ini dan calon anggota dewan periode akan datang melakukan refleksi atas kapasitas intelektual dan pendidikan politiknya. Sehingga keterwakilan mereka di DPRD bukan hanya untuk memenuhi kuota, tapi harapannya mampu menjadi motor lahirnya regulasi yang pro pada rakyat.
Sampai saat ini, dewan Bawean lebih memilih masuk pada Komisi Anggaran. Anggapannya, dengan menjadi bagian dari komisi tersebut mereka bisa mengaggarkan APBD untuk program-program fisik di Bawean. Faktanya, hampir semua program fisik tidak dilaksanakan dengan maksimal. Selanjutnya bagaimana dengan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat Bawean? Jawabannya, TETAP TERPURUK !!!!!
Untuk itu kiranya sangat perlu ada lembaga yang memberikan pelatihan peningkatan kapasitas anggota dewan. Sehingga anggota dewan mampu berkerja sesuai tupoksinya.
Ada 6 (enam) materi yang harus dikuasi oleh anggota dewan Bawean dalam rangka peningkatan kapasitasnya, yaitu :
1. POLITIK LOKAL DAN DEMOKRATISASI
Konstelasi kekuatan politik lokal, inter-relasi dan relasi antar mereka, di era liberalisasi politik ini sangat mendinamisasi kehidupan politik di daerah. Kontestasi yang terjadi sering memicu kekerasan, serta kerja-kerja politik yang jauh dari prinsip demokrasi. DPRD harus mempu memetakan kekuatan-kekuatan politik di tingkat lokal, mendorong pelembagaan demokrasi dan mensimulasikan kebijakan-kebijakan demokratis di tingkat lokal.
2. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
Semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang didorong oleh pemerintah pusat, sering dipersepsikan secara sepihak dan keliru oleh otoritas lokal. Implementasinya pun tidak bermakna, bahkan yang sering muncul adalah bangkitnya fanatisme lokal yang sempit (nativisme) serta berlangsungnya eksploitasi SDA dan masyarakat oleh otoritas daerah.
3. HUBUNGAN KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Relasi antar kelembagaan pemerintahan daerah (legislatif dan eksekutif) hendaknya dibangun dalam semangat kemitraan (partnership), bukan mengedepankan relasi politis. Semangat check and balances dua lembaga ini adalah manifes dari pelembagaan demokrasi di level daerah.
4. POSISI DAN PERAN DPRD
Reposisi politik anggota DPRD di era reformasi ini menjadi kenyataan di hampir semua daerah. Posisi politik DPRD yang strategis ini hendaknya diperankan secara maksimal dalam fungsi pengawasan kinerja eksekutif, legislasi demokratis serta menciptakan ruang partisipasi politik warga dalam mengelola daerahnya.
5. MANAJEMEN DAN ARTIKULASI KOMUNIKASI POLITIK MASSA
DPRD diharapkan memahami ; (1) konsepsi pentingnya komunikasi politik secara intensif anggota dewan kepada konstituen dan publik, (2) teknik (taktik dan strategi) mengelola komunikasi massa secara efektif dan berkelanjutan.
6. MANAJEMEN KEBIJAKAN PARTISIPATIF
Lembaga parlemen daerah adalah representasi beragamnya latar belakang masyarakat lokal. Karenanya, setiap kebijakan yang diambil eksekutif maupun legislatif harus menyediakan ruang bagi munculnya partisipasi publik. DPRD diharapkan mampu memahami prinsip-prinsip dan model manajemen kebijakan partisipatif.
7. TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI (LEGAL DRAFTING)
Fungsi legislasi yang melekat pada diri anggota dewan, menuntut pemahaman dan ketrampilan dalam teknik menyusun legal drafting. Era otonomi daerah juga menuntut sensitivitas anggota dewan terhadap isu-isu lokal yang urgen dan secara substantif membutuhkan regulasi daerah. Keterampilan legal drafting dan sensitivitas local inilah yang menjadi pokok materi Teknik Penyusunan Reguasi.
8. TEKNIK FORMULASI ANGGARAN KINERJA (PERFORMANCE BUDGETTING)
Persoalan krusial yang selalu menyedot perhatian publik di daerah adalah berkaitan dengan politik anggaran. Dalam konteks ini, peran dan fungsi anggota dewan sangat strategis meloloskan atau merevisi usulan RAPBD yang disusun pihak eksekutif. Hanya dengan kemampuan dan pemahaman yang matang mengenai performance budgeting, kerja-kerja politik anggaran ini bisa maksimal diperankan para anggota dewan. Pemahaman atas Materi ini akan membuat DPRD memahami seluk beluk anggaran, teknik memformulasikannya dan pengawasan pelaksanaan APBD yang dijalankan oleh pihak eksekutif.
Dengan adanya perubahan kapasitas anggota dewan Bawean, harapannya mereka mampu menjadi legislator yang aspiratis dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Sehingga hak pilih masyarakat Bawean tidak muspro.
(tulisan ini saya persembahkan untuk sanSan. Terima kasih untuk waktu yang mempertemukan dan memisahkan kita)
Posting Komentar