Media Bawean, 1 Juni 2009
Sumber : Duta Masyarakat
Selain menyimpan aneka satwa laut terutama teripang yang bisa menopang perekonomian sebagian masyarakat, di bawah perairan Bawean itu terdapat kekayaan alam yang harus tetap dilestarikan sepanjang masa, yaitu terumbu karang.
Bahkan Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Jawa Timur menaruh harapan besar terumbu karang di perairan Bawean tetap terjaga kelestariannya.
"Hanya di Bawean terumbu karang kondisinya lebih bagus dibandingkan dengan daerah lainnya di Jatim," kata Kepala Diskanla Jatim, Kardani.
Dulunya, di Jatim banyak ditemukan terumbu karang yang masih bagus, mulai dari pesisir Tuban, Lamongan, Situbondo, Banyuwangi (Laut Jawa), Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan (Samudra Hindia).
Namun terumbu karang di daerah-daerah pesisir itu kini sudah punah akibat kegiatan para nelayan yang menggunakan bahan kimia jenis potasium, nitrogen, dan pencemaran.
"Praktis, di Jatim kini hanya tinggal 40 persen terumbu karang yang masih hidup. Paling banyak berada di perairan Pulau Bawean," tegas dia.
Tapi, nasib terumbu karang di perairan Bawean tak beda jauh dengan terumbu karang di daerah lain yang perlahan-lahan punah akibat ulah manusia.
Kelestarian terumbu karang di perairan Bawean, terutama di sekitar Pulau Gili, Pulau Noko, dan Pulau Bawean terancam kepunahan akibat aktivitas para pemburu teripang.
Bahkan tak segan-segan para nelayan itu mengambil sikap 'main hakim sendiri' terhadap para pemburu teripang. "Sudah diperingatkan, tapi tetap saja melakukan hal itu, terpaksa kami menyelesaikannya dengan cara kami sendiri," terang sejumlah nelayan Pulau Gili.
Nitrogen yang dibawa oleh para pemburu teripang itu mengakibatkan terumbu karang tererosi dan materialnya terbawa hingga ke pantai.
Kalau terumbu karang banyak yang rusak, sudah barang tentu jarang ikan. Selama ini ikan di sini melimpah karena banyaknya terumbu karang yang cocok jadi tempat persembunyian ikan,"katanya.
Hingga kini, Diskanla Jatim tak mampu menengahi konflik antara para pencari teripang dengan nelayan di perairan Bawean itu, bahkan cenderung melemparkan tanggung jawab kepada pemerintah daerah.
Terbatasnya jumlah personel, yakni sembilan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan 18 petugas pengawasan laut, menjadi alasan utama bagi Diskanla Jatim dalam mengawasi kelestarian terumbu karang. *
DIDIK HENDRI
GRESIK
Sumber : Duta Masyarakat
Selain menyimpan aneka satwa laut terutama teripang yang bisa menopang perekonomian sebagian masyarakat, di bawah perairan Bawean itu terdapat kekayaan alam yang harus tetap dilestarikan sepanjang masa, yaitu terumbu karang.
Bahkan Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Jawa Timur menaruh harapan besar terumbu karang di perairan Bawean tetap terjaga kelestariannya.
"Hanya di Bawean terumbu karang kondisinya lebih bagus dibandingkan dengan daerah lainnya di Jatim," kata Kepala Diskanla Jatim, Kardani.
Dulunya, di Jatim banyak ditemukan terumbu karang yang masih bagus, mulai dari pesisir Tuban, Lamongan, Situbondo, Banyuwangi (Laut Jawa), Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan (Samudra Hindia).
Namun terumbu karang di daerah-daerah pesisir itu kini sudah punah akibat kegiatan para nelayan yang menggunakan bahan kimia jenis potasium, nitrogen, dan pencemaran.
"Praktis, di Jatim kini hanya tinggal 40 persen terumbu karang yang masih hidup. Paling banyak berada di perairan Pulau Bawean," tegas dia.
Tapi, nasib terumbu karang di perairan Bawean tak beda jauh dengan terumbu karang di daerah lain yang perlahan-lahan punah akibat ulah manusia.
Kelestarian terumbu karang di perairan Bawean, terutama di sekitar Pulau Gili, Pulau Noko, dan Pulau Bawean terancam kepunahan akibat aktivitas para pemburu teripang.
Bahkan tak segan-segan para nelayan itu mengambil sikap 'main hakim sendiri' terhadap para pemburu teripang. "Sudah diperingatkan, tapi tetap saja melakukan hal itu, terpaksa kami menyelesaikannya dengan cara kami sendiri," terang sejumlah nelayan Pulau Gili.
Nitrogen yang dibawa oleh para pemburu teripang itu mengakibatkan terumbu karang tererosi dan materialnya terbawa hingga ke pantai.
Kalau terumbu karang banyak yang rusak, sudah barang tentu jarang ikan. Selama ini ikan di sini melimpah karena banyaknya terumbu karang yang cocok jadi tempat persembunyian ikan,"katanya.
Hingga kini, Diskanla Jatim tak mampu menengahi konflik antara para pencari teripang dengan nelayan di perairan Bawean itu, bahkan cenderung melemparkan tanggung jawab kepada pemerintah daerah.
Terbatasnya jumlah personel, yakni sembilan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan 18 petugas pengawasan laut, menjadi alasan utama bagi Diskanla Jatim dalam mengawasi kelestarian terumbu karang. *
DIDIK HENDRI
GRESIK
Posting Komentar