Media Bawean, 1 Juni 2009
Oleh: Syaifuddin Munis
Yang perlu dan sangat penting untuk dikedepankan mengenai wacana Bawean, pertama adalah bagaimana melihat Bawean dari sudut pandang secara utuh: dari pemahaman potensi geografis, zona/wilayah teritorial, kedua; potensi jumlah penduduk, ketiga; potensi budaya, keempat; potensi sumberdaya manusia dan kelima; potensi ekonomi-politik sebagai respon positif.
Dari keempat potensi tadi yang mengandung benang merah dan memiliki implikasi kongkrit sebagaimana Instrument "abstrak" diajukan oleh saudara Abdul Basit yang memaksa penulis agar segera merespon dalam bentuk opini secara terbatas.
Pertama, secara geografis, wilayah teritorial, Bawean merupakan daerah dari salah satu pulau kecil yang ada di perairan selat Jawa dan bersebelahan dengan pulau Madura. Meski bersebelahan dengan Madura, keduanya memiliki daya ukur cukup signifikan jauh dengan Madura untuk jarak wilayahnya dengan jawa. Jarak Madura dengan Jawa jauhnya hanya beberapa kilo saja. Sedangkan jarak Bawean dengan Jawa sekitar 123 km/80 mil. Dalam faktor ini saja sudah jelas betapa beratnya langkah orang-orang Bawean untuk membeli dan menjual kue-kue ke tanah jawa dibanding Madura yng hanya butuh beberapa menit saja untuk menjual dan membeli kue-kue itu di Jawa.
Kedua, potensi penduduk yang belum mencapai kuota signivikan untuk setara dan sepadan dengan lebar area daratan, laut maupun udara-nya. Jumlah penduduk yang berkisar 60.000 (enampuluh ribuan), adalah potensi penduduk yang relatif cair manakala dipandang secara obyektif dari random sampling (sampel acak) di masing-masing desa yang ada di dua kecamatan Sangkapura maupun Kecamatan Tambak, karena penduduk itu sebagian besar memiliki arus migrasi -ke luar-masuk ke seberang relatif tinggi, baik ke jawa dan ke negeri jiran, Malaysia dan Singapore.
Volume migrasi penduduk bawean tersebut, sekaligus menjelaskan level-level keberadaan potensi makro kependudukan wilayah itu bahwa potensi yang lain belum memiliki pola relasi yang benar-benar menjanjikan untuk hidup bersama-sama sebagai penghuni sebuah wilayah pulau dan daerah administratif yang memiliki aset Pendapatan Asli Daerah dan aset kebijakan strategis politis yang betul-betul bisa berpihak kepada masyarakat serta kebijakan ekonomi yang juga bisa memiliki implikasi terhadap kebutuhan logistik rakyat secara maksimal dan memadahi.
Ketiga, potensi budaya, dalam ruang lingkup ini, masyarakat Bawean pasti memiliki latarbelakang kebudayaan yang sudah melekat dalam sejarah munculnya nama pulau itu sendiri. Nama Bawean sebagai simbol sebuah pulau (daerah daratan yang muncul ditengah laut-selat jawa), berarti juga menggambarkan bahwa di daratan itu terdapat kehidupan, ada penduduk tetap dan komunitas-komunitas, yang konon mereka adalah masyarakat pendatang (migran) dari Makasar-Bugis, Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Madura.
Dalam sudut pandang ini, masyarakat bawean merupakan integritas dari berbagai suku migran, meski karakter bahasa yang menjadi simbol dialog mereka adalah lebih dominan dengan dialeg Madura, meski dalam kosa kata yang dibunyikan terdapat persamaan ungkapan tetapi banyak berbeda dalam makna. Ini menunjukkan bahwa kedekatan budaya dalam berbahasa orang bawean lebih hitrogen karena disebakan oleh karakter-karakter budaya migran yang masuk ke bawean cukup plural, walaupun ada dalam satu kemasan bahasa Bawean dan berdialeg Madura.
Watak migran sebagai titik tolak budaya masyarakat Bawean, tentu saja mempengaruhi pada watak mereka dalam memaknai hidup dan kehidupannya. Adalah masyarakat yang sukar menetap di suatu tempat dimana mereka bernaung, karena sebuah pertimbangan ekonomi, merantau ke negeri-negeri Jiran (berlayar) dan ke pulau-pulau di seberang, yang dianggap ada sumber pendapatan untuk biaya mereka hidup dan menghidupi putra-putri mereka yang belajar di Jawa.
Dari kegigihan mereka mencari ekonomi dan penghasilannya telah mengantar sebagian putra-putri Bawean sebagai putra-putri terpelajar dan menjadi sarjana dan memiliki keahlian-keahlian tertentu di bidang skill, otomatis juga kondisi ini telah sedikit banyak mendorong pergeseran generasi dengan watak budaya baru: dari budaya yang sebelumnya bersifat ritual, pasif, konsumeris dan tentatif, tetapi kini bisa relatif membangun budaya yang produktif; aktif, apresiatif dan persuatif. Walaupun volume di level ini belum maksimal, namun potensi-potensi tersebut sudah menunjukkan sebagai daya dorong dalam hal-hal tertentu yang langsung maupun tidak langsung ada relasi-relasi simbiosis mutualisme dengan kebutuhan strategis masyarakat Bawean kini dan akan datang. Contoh paling kongkrit adalah, begitu banyaknya orang-orang Bawean terpelajar/sarjana/aktifis yang tertarik untuk mempengaruhi kebijakan publik, baik sebagai pendorong, pengontrol dan pelaku kebijakan publik itu sendiri.
Sayang seribu sayang..kuota Calon legislatif Bawean terlalu banyak dibanding dengan kursi parliamen yang tersedia di Gresik. Namun keinginan-keinginan tersebut telah menunjukkan ada pergeseran yang begitu cepat, ketika kita kalkulasi dari data-data sejak 30 tahun terakhir. Berarti perubahan persepsi mereka terhadap ritualitas budaya yang ada di Bawean lambat laun telah menunjukkan perubahan yang aktif meski baru fokus pada satu sektor di bidang politik praktis; interst/kepentingan meraih kursi di parlemen.
Gambaran ketiga tersebut, merupakan titik tolak untuk menjelaskan level-level sosial masyarakat Bawean sebagai aset dan potensi ke depan. Bahwa prasyarat sebuah masyarakat untuk menjadi berubah dan maju, penataan di level politik praktis, jauh dari memadahi manakala masyarakat bawean ingin bergerak cepat menuju masyarakat transformatif. Oleh karena itu gambaran tersebut menjadi salah satu variabel positif, untuk menjelaskan keterkaitan dengan variabel berikut sebagai daya dorong kemajuan langkah selanjutnya. Yakni:
Keempat, variabel yang sangat penting adalah penataan Sumberdaya manusia (SDM) untuk kebutuhan seluruh sektoral kini dan masa datang. Adalah SDM yang dapat memikirkan/ memberikan inspirasi positif terhadap perubahan sosial bagi masyarakat Bawean, baik melalui dorongan moral/budaya maupun melui dorongan bagaimana agar menjadi mesin pendorong supaya SDM-SDM ini secepatnya menjadi pelaku-pelaku strategis kebijkan mokro/mikro dalam instalasi perekonomian, kekuasaan, bukan saja legislatif, tetapi yang tak kalah penting di kursi eksekutif-birokrasi. Lebih dari itu yang juga perlu percepatan dalam penataan di bidang fiskal: pelaku usaha sektor riil; sektor usaha industri (minimal home industri), jasa, dan pengembangan dibidang infrastruktur yang memiliki dampak terhadap pasar khususnya peningkatan pajak/retribusi di Pulau Bawean. Sehingga pada akhirnya Pulau Bawean dapat dipandang layak menjadi pendorong ekonomi sektor riil masyarakat dan bagi para pelaku pasar dan pada gilirannya pasar dan masyarakat juga akan fokus untuk menjadi daya dorong percepatan kepadatan penduduk di satu sisi, disisi lain kualitas masyarakat akan meningkat dengan sendirinya.
Ke-empat potensi dasar yang mutlak dimiliki oleh masyarakat Bawean, menjadi mutlak sebagai persyaratan untuk dapat melangkah pada persyaratan di tahapan berikutnya, yakni:
Kelima, langkap untuk menghadapi kebijakan ekonomi-politik makro/mikro secara nasional dan regional. Bahwa Bawean sebagai aset nasional dibidang ekonomi-politik betul-betul dapat diperhitungkan terkait dengan peningkatan surplus neraca lima tahunan pengahasilan negara maupun daerah. Sehingga langkah-langkah pemerintah, legislatif dan para pelaku ekonomi dan pasar betul-betul mempertimbangkan sebagai daerah yang layak mendapatkan kucuran melalui DIPA APBN/APBD dan daerah investasi bagi para investor. Di tataran inilah volume peningkatan ekonomi/bisnis dan penataan sumberdaya lain pada saat yang sama saling menjadi daya dorong, bahwa betapa pentingnya variabel-variabel tersebut untuk dapat dijadikan ukuran startegis: Bawean bisa berjalan dengan irama cepat sesuai dengan maqom-nya....
****

Dari keempat potensi tadi yang mengandung benang merah dan memiliki implikasi kongkrit sebagaimana Instrument "abstrak" diajukan oleh saudara Abdul Basit yang memaksa penulis agar segera merespon dalam bentuk opini secara terbatas.
Pertama, secara geografis, wilayah teritorial, Bawean merupakan daerah dari salah satu pulau kecil yang ada di perairan selat Jawa dan bersebelahan dengan pulau Madura. Meski bersebelahan dengan Madura, keduanya memiliki daya ukur cukup signifikan jauh dengan Madura untuk jarak wilayahnya dengan jawa. Jarak Madura dengan Jawa jauhnya hanya beberapa kilo saja. Sedangkan jarak Bawean dengan Jawa sekitar 123 km/80 mil. Dalam faktor ini saja sudah jelas betapa beratnya langkah orang-orang Bawean untuk membeli dan menjual kue-kue ke tanah jawa dibanding Madura yng hanya butuh beberapa menit saja untuk menjual dan membeli kue-kue itu di Jawa.
Kedua, potensi penduduk yang belum mencapai kuota signivikan untuk setara dan sepadan dengan lebar area daratan, laut maupun udara-nya. Jumlah penduduk yang berkisar 60.000 (enampuluh ribuan), adalah potensi penduduk yang relatif cair manakala dipandang secara obyektif dari random sampling (sampel acak) di masing-masing desa yang ada di dua kecamatan Sangkapura maupun Kecamatan Tambak, karena penduduk itu sebagian besar memiliki arus migrasi -ke luar-masuk ke seberang relatif tinggi, baik ke jawa dan ke negeri jiran, Malaysia dan Singapore.
Volume migrasi penduduk bawean tersebut, sekaligus menjelaskan level-level keberadaan potensi makro kependudukan wilayah itu bahwa potensi yang lain belum memiliki pola relasi yang benar-benar menjanjikan untuk hidup bersama-sama sebagai penghuni sebuah wilayah pulau dan daerah administratif yang memiliki aset Pendapatan Asli Daerah dan aset kebijakan strategis politis yang betul-betul bisa berpihak kepada masyarakat serta kebijakan ekonomi yang juga bisa memiliki implikasi terhadap kebutuhan logistik rakyat secara maksimal dan memadahi.
Ketiga, potensi budaya, dalam ruang lingkup ini, masyarakat Bawean pasti memiliki latarbelakang kebudayaan yang sudah melekat dalam sejarah munculnya nama pulau itu sendiri. Nama Bawean sebagai simbol sebuah pulau (daerah daratan yang muncul ditengah laut-selat jawa), berarti juga menggambarkan bahwa di daratan itu terdapat kehidupan, ada penduduk tetap dan komunitas-komunitas, yang konon mereka adalah masyarakat pendatang (migran) dari Makasar-Bugis, Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Madura.
Dalam sudut pandang ini, masyarakat bawean merupakan integritas dari berbagai suku migran, meski karakter bahasa yang menjadi simbol dialog mereka adalah lebih dominan dengan dialeg Madura, meski dalam kosa kata yang dibunyikan terdapat persamaan ungkapan tetapi banyak berbeda dalam makna. Ini menunjukkan bahwa kedekatan budaya dalam berbahasa orang bawean lebih hitrogen karena disebakan oleh karakter-karakter budaya migran yang masuk ke bawean cukup plural, walaupun ada dalam satu kemasan bahasa Bawean dan berdialeg Madura.
Watak migran sebagai titik tolak budaya masyarakat Bawean, tentu saja mempengaruhi pada watak mereka dalam memaknai hidup dan kehidupannya. Adalah masyarakat yang sukar menetap di suatu tempat dimana mereka bernaung, karena sebuah pertimbangan ekonomi, merantau ke negeri-negeri Jiran (berlayar) dan ke pulau-pulau di seberang, yang dianggap ada sumber pendapatan untuk biaya mereka hidup dan menghidupi putra-putri mereka yang belajar di Jawa.
Dari kegigihan mereka mencari ekonomi dan penghasilannya telah mengantar sebagian putra-putri Bawean sebagai putra-putri terpelajar dan menjadi sarjana dan memiliki keahlian-keahlian tertentu di bidang skill, otomatis juga kondisi ini telah sedikit banyak mendorong pergeseran generasi dengan watak budaya baru: dari budaya yang sebelumnya bersifat ritual, pasif, konsumeris dan tentatif, tetapi kini bisa relatif membangun budaya yang produktif; aktif, apresiatif dan persuatif. Walaupun volume di level ini belum maksimal, namun potensi-potensi tersebut sudah menunjukkan sebagai daya dorong dalam hal-hal tertentu yang langsung maupun tidak langsung ada relasi-relasi simbiosis mutualisme dengan kebutuhan strategis masyarakat Bawean kini dan akan datang. Contoh paling kongkrit adalah, begitu banyaknya orang-orang Bawean terpelajar/sarjana/aktifis yang tertarik untuk mempengaruhi kebijakan publik, baik sebagai pendorong, pengontrol dan pelaku kebijakan publik itu sendiri.
Sayang seribu sayang..kuota Calon legislatif Bawean terlalu banyak dibanding dengan kursi parliamen yang tersedia di Gresik. Namun keinginan-keinginan tersebut telah menunjukkan ada pergeseran yang begitu cepat, ketika kita kalkulasi dari data-data sejak 30 tahun terakhir. Berarti perubahan persepsi mereka terhadap ritualitas budaya yang ada di Bawean lambat laun telah menunjukkan perubahan yang aktif meski baru fokus pada satu sektor di bidang politik praktis; interst/kepentingan meraih kursi di parlemen.
Gambaran ketiga tersebut, merupakan titik tolak untuk menjelaskan level-level sosial masyarakat Bawean sebagai aset dan potensi ke depan. Bahwa prasyarat sebuah masyarakat untuk menjadi berubah dan maju, penataan di level politik praktis, jauh dari memadahi manakala masyarakat bawean ingin bergerak cepat menuju masyarakat transformatif. Oleh karena itu gambaran tersebut menjadi salah satu variabel positif, untuk menjelaskan keterkaitan dengan variabel berikut sebagai daya dorong kemajuan langkah selanjutnya. Yakni:
Keempat, variabel yang sangat penting adalah penataan Sumberdaya manusia (SDM) untuk kebutuhan seluruh sektoral kini dan masa datang. Adalah SDM yang dapat memikirkan/ memberikan inspirasi positif terhadap perubahan sosial bagi masyarakat Bawean, baik melalui dorongan moral/budaya maupun melui dorongan bagaimana agar menjadi mesin pendorong supaya SDM-SDM ini secepatnya menjadi pelaku-pelaku strategis kebijkan mokro/mikro dalam instalasi perekonomian, kekuasaan, bukan saja legislatif, tetapi yang tak kalah penting di kursi eksekutif-birokrasi. Lebih dari itu yang juga perlu percepatan dalam penataan di bidang fiskal: pelaku usaha sektor riil; sektor usaha industri (minimal home industri), jasa, dan pengembangan dibidang infrastruktur yang memiliki dampak terhadap pasar khususnya peningkatan pajak/retribusi di Pulau Bawean. Sehingga pada akhirnya Pulau Bawean dapat dipandang layak menjadi pendorong ekonomi sektor riil masyarakat dan bagi para pelaku pasar dan pada gilirannya pasar dan masyarakat juga akan fokus untuk menjadi daya dorong percepatan kepadatan penduduk di satu sisi, disisi lain kualitas masyarakat akan meningkat dengan sendirinya.
Ke-empat potensi dasar yang mutlak dimiliki oleh masyarakat Bawean, menjadi mutlak sebagai persyaratan untuk dapat melangkah pada persyaratan di tahapan berikutnya, yakni:
Kelima, langkap untuk menghadapi kebijakan ekonomi-politik makro/mikro secara nasional dan regional. Bahwa Bawean sebagai aset nasional dibidang ekonomi-politik betul-betul dapat diperhitungkan terkait dengan peningkatan surplus neraca lima tahunan pengahasilan negara maupun daerah. Sehingga langkah-langkah pemerintah, legislatif dan para pelaku ekonomi dan pasar betul-betul mempertimbangkan sebagai daerah yang layak mendapatkan kucuran melalui DIPA APBN/APBD dan daerah investasi bagi para investor. Di tataran inilah volume peningkatan ekonomi/bisnis dan penataan sumberdaya lain pada saat yang sama saling menjadi daya dorong, bahwa betapa pentingnya variabel-variabel tersebut untuk dapat dijadikan ukuran startegis: Bawean bisa berjalan dengan irama cepat sesuai dengan maqom-nya....
Posting Komentar