Media Bawean, 4 Februari 2010
Sumber : Republika
Masduk
Belum ada kesepakatan ganti rugi pembebasan lahan
GRESIK — Sejak dibangun tahun 2006, kondisi lapangan terbang (lapter) perintis di Pulau Bawean tak kunjung selesai. Warga di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, belum bersedia menyerahkan lahannya sesuai ganti rugi sesuai nilai jual objek pajak (NJOP). DPRD Gresik meminta masyarakat untuk tidak memaksa menjual lahannya. Alasannya, pembangunan lapangan terbang itu tidak mendesak, meski dibutuhkan warga setempat.
Lahan yang dimaksud adalah lahan milik warga yang akan difungsikan untuk pembangunan runway (landasan pacu—red). Warga meminta ganti rugi antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta tiap hektare. Sedangkan Pemkab Gresik hanya bersedian memberi ganti rugi dengan harga antara Rp 30 ribu hingga Rp 60 ribu tiap hektare, sesuai dengan perhitungan NJOP wilayah setempat.
“Kami minta Bagian Administrasi Pemerintahan tidak memaksakan harus menuntaskan pembebasan lahan di tahun 2010 ini. Kalau warga tidak bersedia menyerahkan lahan mereka, tidak usah dipaksakan. Apalagi, pengoperasian lapangan terbang itu tidak ada target tahun ini harus beroperasi,’‘ kata anggota Komisi A DPRD Gresik, Jumanto usai dengar pendapat dengan Bagian Administrasi dan Dinas Perhubungan, Rabu (3/2).
Proyek pembangungan lapangan terbang Bawean menggunakan dana patungan, Pemerintah Pusat, Provinsi Jatim, dan Pemkab Gresik. Pemkab Gresik kebagian menyediakan lahan sekitar 60 hektare. Sedangkan Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim mendapat bagian mendukung fasilitas penunjang. Pemkab Gresik pernah menetapkan target penyelesaian pembangunan lapter itu pada tahun 2007. Namun, kenyataannya takjuga rampung. Jadwal penyelesaian kemudian ditarget tuntas tahun 2009. Lagi-lagi, gagal hingga tahun 2010 ini. Proyek terkendala rampung akibat belum tuntasnya pembebasan lahan.
Pemkab Gresik sebetulnya sudah menyiapkan lahan seluas 40 hektare lahan milik pemerintah dari 60 hektare lahan yang dibutuhkan. Sisanya, 9,5 hektare Pemkab Gresik harus membebaskan lahan milik warga. “Warga tidak bersedia lahan mereka diberikan ganti rugi sesuai NJOP, sehingga pemkab belum bisa mem bebaskan lahan seluas 9,5 hektare, jelas anggota FPDIP ini.
Jumanto menambahkan, Pemkab Gresik pada tahun 2010 mengalokasikan anggaran Rp 1,4 miliar untuk pembebasan lahan warga. Diharapkan, warga bersedia melepaskan lahan mereka dengan ganti rugi sesuai NJPO. Tapi jika warga tetap tidak mau pihak pemerintah tidak boleh memaksa warga.
Dia memberi pertimbangan proyek lapter dibiarkan mangkrak, atau tidak jadi dibangun. Pertimbangannya, dari pada terjadi konflik warga dengan pemerintah sebagaimana yang terjadi di sejumlah daerah, karena sengketa lahan. Pihaknya tak menginginkan di Gresik ada konflik masyarakat dengan pemerintah setempat. Katanya, jika memang itu hak masyarakat, pemerintah diminta harus mengalah.
Kabag Humas, M Hari Syawaludin mengatakan, Pemkab Gresik tengah berupaya melobi warga Tanjungori yang lahannya terkena proyek lapter agar mereka bersedia menyerahkan lahan mereka dengan ganti rugi sesuai NJOP. Kami yakin warga akan bersedia menyerahkan lahan mereka, karena Lapter itu untuk kepentingan warga Bawean, katanya. ed: wardianto
Sumber : Republika
Masduk
Belum ada kesepakatan ganti rugi pembebasan lahan
GRESIK — Sejak dibangun tahun 2006, kondisi lapangan terbang (lapter) perintis di Pulau Bawean tak kunjung selesai. Warga di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, belum bersedia menyerahkan lahannya sesuai ganti rugi sesuai nilai jual objek pajak (NJOP). DPRD Gresik meminta masyarakat untuk tidak memaksa menjual lahannya. Alasannya, pembangunan lapangan terbang itu tidak mendesak, meski dibutuhkan warga setempat.
Lahan yang dimaksud adalah lahan milik warga yang akan difungsikan untuk pembangunan runway (landasan pacu—red). Warga meminta ganti rugi antara Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta tiap hektare. Sedangkan Pemkab Gresik hanya bersedian memberi ganti rugi dengan harga antara Rp 30 ribu hingga Rp 60 ribu tiap hektare, sesuai dengan perhitungan NJOP wilayah setempat.
“Kami minta Bagian Administrasi Pemerintahan tidak memaksakan harus menuntaskan pembebasan lahan di tahun 2010 ini. Kalau warga tidak bersedia menyerahkan lahan mereka, tidak usah dipaksakan. Apalagi, pengoperasian lapangan terbang itu tidak ada target tahun ini harus beroperasi,’‘ kata anggota Komisi A DPRD Gresik, Jumanto usai dengar pendapat dengan Bagian Administrasi dan Dinas Perhubungan, Rabu (3/2).
Proyek pembangungan lapangan terbang Bawean menggunakan dana patungan, Pemerintah Pusat, Provinsi Jatim, dan Pemkab Gresik. Pemkab Gresik kebagian menyediakan lahan sekitar 60 hektare. Sedangkan Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim mendapat bagian mendukung fasilitas penunjang. Pemkab Gresik pernah menetapkan target penyelesaian pembangunan lapter itu pada tahun 2007. Namun, kenyataannya takjuga rampung. Jadwal penyelesaian kemudian ditarget tuntas tahun 2009. Lagi-lagi, gagal hingga tahun 2010 ini. Proyek terkendala rampung akibat belum tuntasnya pembebasan lahan.
Pemkab Gresik sebetulnya sudah menyiapkan lahan seluas 40 hektare lahan milik pemerintah dari 60 hektare lahan yang dibutuhkan. Sisanya, 9,5 hektare Pemkab Gresik harus membebaskan lahan milik warga. “Warga tidak bersedia lahan mereka diberikan ganti rugi sesuai NJOP, sehingga pemkab belum bisa mem bebaskan lahan seluas 9,5 hektare, jelas anggota FPDIP ini.
Jumanto menambahkan, Pemkab Gresik pada tahun 2010 mengalokasikan anggaran Rp 1,4 miliar untuk pembebasan lahan warga. Diharapkan, warga bersedia melepaskan lahan mereka dengan ganti rugi sesuai NJPO. Tapi jika warga tetap tidak mau pihak pemerintah tidak boleh memaksa warga.
Dia memberi pertimbangan proyek lapter dibiarkan mangkrak, atau tidak jadi dibangun. Pertimbangannya, dari pada terjadi konflik warga dengan pemerintah sebagaimana yang terjadi di sejumlah daerah, karena sengketa lahan. Pihaknya tak menginginkan di Gresik ada konflik masyarakat dengan pemerintah setempat. Katanya, jika memang itu hak masyarakat, pemerintah diminta harus mengalah.
Kabag Humas, M Hari Syawaludin mengatakan, Pemkab Gresik tengah berupaya melobi warga Tanjungori yang lahannya terkena proyek lapter agar mereka bersedia menyerahkan lahan mereka dengan ganti rugi sesuai NJOP. Kami yakin warga akan bersedia menyerahkan lahan mereka, karena Lapter itu untuk kepentingan warga Bawean, katanya. ed: wardianto
Posting Komentar