Media Bawean, 29 Desember 2010
Profesi Peguambela & Peguamcara.
Saya merasakan perbedaan yang luar biasa apabila pesawat kami berangkat dari Singapura ke Langkawi. Alangkah indahnya sekiranya kaberangkatan ini adalah pesawat yang langsung ke Pulau Bawean dari Singapura. Berarti kami tidak perlu singgah di Surabaya, menaiki taksi dari Juanda, ke Gresik dahulu menunggu semalam untuk menaiki kapal ke Pulau Bawean.
Kalau hal yang sama sekarang ini berlaku seperti kita ke Pulau Langkawi pasti ramai orang di Singapura suka ke Pulau Bawean, sama ada untuk bersi-siar atau menemui sanak saudara yang tinggal di Pulau Bawean. Langkawi tidak ubah seperti Pulau Bawean, pulau yang terpisah dari tanah besar Malaysia, seperti Bawean terpisah dari tanah besar Jawa. Bayangkan kalau Bawean disambungkan langsung oleh pesawat, seperti kiriman uang melalui BRI yang bisa dikirim langsung dari Singapura, harapan untuk Bawean berkembang amatlah ketara
Kalau hal yang sama sekarang ini berlaku seperti kita ke Pulau Langkawi pasti ramai orang di Singapura suka ke Pulau Bawean, sama ada untuk bersi-siar atau menemui sanak saudara yang tinggal di Pulau Bawean. Langkawi tidak ubah seperti Pulau Bawean, pulau yang terpisah dari tanah besar Malaysia, seperti Bawean terpisah dari tanah besar Jawa. Bayangkan kalau Bawean disambungkan langsung oleh pesawat, seperti kiriman uang melalui BRI yang bisa dikirim langsung dari Singapura, harapan untuk Bawean berkembang amatlah ketara
Pulau Bawean sudah saya lawati sekurang-kurangnya lebih dari 15 kali sejak tahun 1993. Itu karena saya sering mendampingi suami saya pulang ka Kampungnya di Paromaan. Tapi perjalanannya sangat sulit dan banyak resiko. Kadangkali membuat hati ini berat untuk ikut bersama; resikonya seperti ombak besar atau kapal yang kurang standard dalam soal keselamatan, perjalanan lingkar Bawean yang sering jebol jalannya dan ketiadaan listrik yang menghambat hubungan ke luar negeri. Tapi saya sudah mendengar mengenai cita-cita dan harapan warga Bawean yang ingin menjadikan Pulau Bawean, sebuah pulau wisata seperti di dunia lain. Saya rasakan Pulau Langkawi adalah Pulau yang terbaik dijadikan perbandingan daripada Pulau Singapura atau Pulau Hawaii untuk dijadikan contoh banding yang realistis karena pulau ini masih melindungi keperawanannya dari pengaruh dunia luar.
Pulau Pinang disiapkan banyak fasilitas hubungan dengan dunia luar. Lapangan terbang Mahsuri di Langkawi memainkan peranan penting untuk pendatangan turis dari seluruh dunia dengan kemampuan pesawat besar mendarat sebesar pesawat 300 penumpang. Setiap hari ada sebanyak 30 pendaratan yang mendatangakan sekitar 3000 turis ke pulau itu. Juga ia tersambung dengan Pelabuhan di Kuah yang boleh menampung kapal-kapal turis yang besar. Hal yang sama tidak didapati pada Pulau Bawean yang sehingga ini lapangan terbang ( lapter) nya masih dihantui oleh korupsi dan tidak siap oleh hal-hal teknikal. Pelabuhan Sangkapura sudah menjalani banyak perubahan yang mengikut standard orang-orang Bawean sudah baik, tapi untuk mendatangkan turis yang banyak masih memerlukan banyak perubahan teknikal dan perkembangan saperti diperbanyakkan kapal yang pulang pergi.
Sewaktu kami mendarat di Langkawi kami dapati lapangan terbang disini masih menggunakan cara lama ia itu bas=bas pengangkutan dari pesawat ke terminal (bukan aerobridges) yang menyambungkan kita ka terminal immigrasi dan kastam. Tapi ia adalah contoh yang baik bagi Pulau Bawean. Sepertinya Juanda yang lama, kita berjalan kaki hingga ke terminal. Tapi kalau Pulau Bawean sudah ada seperti ini juga sudah bagus untuk kedatangan pelawat. Orang Bawean luar negeri dan orang-orang dari pelosok dunia juga sudah merasa puas.
Di ruang tunggunya kami lihat sudah ada pembangunan mall, dengan penjualan segala macam produk lokal dan antara bangsa. Langkawi seperti sudah diperkenalkan kepada dunia. Jikalau Pulau Bawean melangkah ke arah ini pasti ramai anak negeri Bawean yang dapat mengembangkan bisnisnya di Bawean, melahirkan produk-produk warga dan dapat menjualnya seperti apa yang dapat kami lihat, memberikan peluang pekerjaan di Pulau Bawean daripada keluar negeri dan bekerja menjadi buruh kasar dan TKW. Itu adalah harapan ramai anak-anak Bawean di dalam negeri tapi sampai sekarang hal itu belum lagi terealisasi. Pasti hal yang sama akan mengajak ramai orang-orang Bawean di Singapura menanam modal /bisnis di Bawean sama ada untuk pembangunan bangunan, penginapan, bisnis touris yang lainnya, karena perjalan pesawat antara Bawean ke Singapura adalah lebih kurang 1 jam 45 min.
Sepertinya Bawean, Langkawi masih kelihatan perawannya. Gunung-gunung disekeliling lapangan terbang, sawah-sawah padi dan pohon-pohon kelapa selama dalam perjalanan mengingatkan saya ketika menjelajahi jalan lingkar Pulau Bawean. Cuma bedanya kami duduk dalam bas turis berhawa dingin dan jalan rayanya licin tidak berjebol dengan lubang-lubang yang sering rusak. Hal-hal ini sering dikaitkan dengan korupsi pegawai pemerintah yang merugikan masyarakat sahingga jalan-jalannya rusak karena dananya. Kami juga melihat banyak mobil-mobil yang sudah menggunakan jalan raya di sini biarpun ia dikirakan masih sedikit kalau dibandingkan ditempat kami di Singapura atau di Kuala Lumpur. Kami juga melihat banyak tempat-tempat makan di tepi laut daripada beberapa bangsa seperti Thai, Cina, Melayu dan India. Di hotel tempat kami menginap ada juga saya lihat makanan Itali dan Arab. Kapan Bawean mengalami perubahan seperti ini. Saya tersenyum karena saya terlalu mengharapkan sasuatu kejutan luar biasa.
Hotel yang kami diami adalah hotel 43 bintang yang sederahana. Hotel Langkasuka, sabuah hotel dalam deretan kedai-kedai tepi laut dan hotel-hotel tepi pantai. Kamar mandi nya agak standard untuk hotel antara bangsa, kami berhawa dingin dan air sejuk/panas yang bersih. Berarti di Langkawi, bantuan tenaga listriknya Ok, serta air bersihnya yang terjamin. Hal saperti ini tidak berlaku di Bawean. Kalau kita mengidamkan Pulau wisata yang religius sekalipun, kita harus mengukur diri kita bahwa kita boleh mempersiapkan keperluan asas turis saperti ayer dan lampu yang baik. Hairan juga saya memikirkan bagaimana orang-orang yang melaungkan pulau wisata di Bawean tidak terlihat akan hal ini kerana di Bawean pemerintah tidak mempersiapkan sumber ayer bersih untuk seluruh Bawean. Cuma baru kebelakangan ini kami mendengar bahawa listrik sampai ka Paromaan dan 70% Pulau bawean. ?
Salama saya mengikuti perkembangan Bawean melalui Media Bawean, saya mengetahui banyak tempat-tempat di Bawean yang boleh dijadikan “turis spot”. Tapi sayangnya ia tidak dibangunkan dan dipelihara tempat-tempat tersebut dan tempat-tempat sejarahnya. Danau Kastoba yang pernah di bangunkan oleh warga satempat pada satu waktu dulu hanya bertahan tidak lenbih dari satu tahun. Salepas itu tempat itu dirusakkan oleh maling, tidak dipelihara dari pohon tumbang dan jalan yang sering ada resiko dan juga vandalisma anak-anak yang kurang ajar. Di Langkawi, Tourist Promotion Board Malaysia (Badan Pelancongan Malaysia) menghidupkan banyak tempat-tempat sejarah dengan iklan yang terkini, termasuk hotel-hotel diseluruh pulau, tempat-tempat makanan untuk orang ramai, termpat turis yang menarik dan juga peta/map pulau untuk kemudahn mengenal pasti tempat-tempat tersebut. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Seri Mahathir telah membangunkan sebuah bangunan penuh dengan meninggalkan semua memorabilianya yang beliau menerima sewaktu beliau masih muda dan selama dia menjadi Perdana Menteri Malaysia di Galeria Perdana. Disana kita dapat melihat arsitektur bangunan yang indah, barang-barang unik seluruh dunia yang diterima beliau, untuk di berikan kembali kapada rakyat sebagai satu museum kebangsaan. Bawean tidak ada persiapan seperti ini sama sekali, juga tidak ada usul menghidupkan sejarah lama dengen usaha yang kongkrit; Jikalau anda berkesempatan membaca buku tulisan Saudara Zulfa Usman, saorang guru dan sejarahwan Bawean, beliau menulis dengan berkesan mengenai sejarah yang masih boleh dimanfaatkan untuk pembangunan wisata di Bawean. Tapi hal ini saya cuma tinggal cita-cita dan angan-angan rakyat yang mau Bawean hidup dalam ingatan orang, cuma satu mimpi yang agak lunak dan menarik. Jadi saya terfikir kapan mereka mau lihat ke luar dari Pulau Bawean daripada kepompong pemikiran yang sempit. Kapan mereka dapat merealisasikan satu impian, seperti yang sering suami saya, seorang Bawean mimpikan dirumah.
Saya tidak perlu kritis sinis dalam hal ini. Saya menulis sajujur-jujurnya. Karena saya faham krisis pemerintahan di Bawean dan juga dukungan tenaga manusia yang mampu mendukung cita-cita seperti itu di Bawean sangatlah minimal. Tapi kapan lagi Bawean bangun dari tidur nya. ?
Sakiranya Bawean harus bangun dari sabuah pulau yang sepi dan menjadi pulau yang hidup berdenyut dengan nadi kehidupan yang segar seperti pulau-pulau yang pernah saya sebutkan, tenaga manusianya harus dilatih dan dipimpin untuk menghidupkan wawasan seperti itu. Tahap pelajaran dan karikulumnya harus dirubah, sikap masyarakat setempat juga harus berkembang bersama wawasan tersebut. Warga muda Bawean harus di ‘perkasakan” dengan ilmu supaya mereka dapat menghadapi ujian dan cabaran perubahan masa depan dengan lebih bijak dan berani. Setiapkali ada usul perubahan di Bawean, saya dengar sekelompok manusia yang takut kepada perubahan, karena takut anak dan keluarga mereka diserang maksiat perubahan. Ramai anak-anak Bawean di luar negeri setelah melihat keindahan dan kemampuan negeri diluar Bawean indah dan segar, jarang sekali bercita-cita kembali dan mau menetap di Bawean, makanya migrasi orang-orang Bawean masih tetap berlaku pada abad 20 ini.
Secara sosiologi, kita melihat oran-orang non Indonesia tidak ada sama sekali di Bawean . Kita tidak melihat investasi asing masok kerana jalur-jalur imigrasi dan protokol terlalu berbelit-belit hinggakan setiap warga asing yang masuk ke Bawean sering menjadi intipan dan pengawasan masyarakat setempat. Di Langkawi, kita lihat ramai warga Thai disini membuka usaha, orang-orang pelarian Myan Mar (Burma), warga asing yang investasi membangun tempat-tempat peranginan, dan juga usaha-usaha turis yang menyambung usaha wisata yang tidak kurang daripada partnership pemerintah dan juga swasta, sehingga kalau kita pertimbangkan, sulit untuk mempercayai bahwa tempat ini sudah berubah sejak 40 tahun suami saya melihatnya. Dahulu pernah suami saya kemari dalam tahun 1970’an. Tempat ini masih sepi dan tidak ada sumber listrik sama sekali. Tahun yang sama keluarga suami juga ka Bawean, dan mereka tidak ada kehairanan melihat perbedaan itu pada waktu itu. Sekarang Bawean sudah jauh ke belakang .
Di Langkawi juga ada zon Bebas Cukai ( free Tax Zone). Barangbarang berjenama dan juga barang-barang yang bercukai mendapat keistimewaaan hinggakan berbelanja di Langkawi dipertimbangkan sangatlah murah kalau dibandingkan dengan Singapura atau di Kuala Lumpur. Hal ini menarik perhatian ramai pengunjung Singapura, yang sekarang sudah di hubungkan dengan pesawat penerbangan sacara langsong. Pada cuti sekolah bulan Desember, hampir lebih dari pada 50.000 warga Singapura terbang ke Langkawi untuk bercuti. Bayangkan kalau Bawean dapat menyaingi hal seperti ini. Bayangkan hampir 150,000 orang Bawean di Kuala Lumpur turun ke Bawean, atau sekitar 100 000 orang Bawean dari Singapura bercuti ke Bawean pada masa yang sama. Tentu sekali Bawean tidak akan berwajah seperti sekarang.
Kedatangan kami sudah diatur oleh tour. Berarti perbelanjaan makan dan hotel dan perjalanan umum sudah siap dari pesawat ke perjalanan tour. Hal seperti ini menjadi keuntungan bagi rakyat Bawean yang mendokong wisata. Biarpun begitu, kami masih berbelanja lebih kurang MR 2000 (RP 6 Juta) per orang. Bayangkan kedatangan 50.000 orang dari Singapura bebelanja MR 1000 aja per orang, berarti pendapatan Pulau Langkawi sangatlah besar sudah banyak. Ini tidak termasuk kemasukan pelawat tetapi dari Tanah Besar Malaysia dan juga dari dunia luar. Apakah Bawean tidak pernah melihat kearah ini karena sumber tarikan wisata sudah ada di Bawean sendiri.
Mengikut perangkaan (statistic) tahun 2009, Malaysia menerima sekitar 23.5juta kedatangan pelawat yang melibatkan hasil Negara sebanyak 53.4 billion ringgit Malaysia. Manakala Singapura sebuah pulau kecil dengan rakyatnya sakitar 5.2 million menerima kedatangan pelawat sebanyak 36,385,403 pada tahun yang sama dengan pendapatan sebanyak yang dapat kita mengertikan pada statistic Tourist Promotion Board Singapore www.stbtrc.com.sg. Ia adalah satu industri yang besar dimana ia tidak akan maju dengan tidak ada injeksi modal yang besar dari pemerintah. Pada bulan Desember 2010, Singapura mengalu-ngalukan kedatangan pelawatnya yang ke 40 juta pada tahun ini. Kalau anda mengerti mengenai management dan ekonomi pasti anda dapat bayangkan betapa besar pendapatan Pulau Singapura dari sumber wisatanya saja sebelum sumbangan usaha yang lainnya . Saya bayangkan hari ini bahwa mereka yang memiliki tanah-tanah di pesisiran pantai akan menjadi orang-orang kaya pada satu hari di Bawean karena nilai tanah akan melambung dengan kedatangan turis yang melimpah.
Saya juga kelihatan banyak kapal-kapal pesiaran dan kapal layar luar negeri singgah dan berlabuh di perairan sekeliling langkawi. Bawean tidak kurang dengan keindahan Labuhan_nya atau di pulau-pulau kecil di sekelilingnya. Cuma yang nyata hal ini tidak pernah dieksploitasi oleh warga atau pemerintah setempat.
Tulisan saya ini hanya ingin menggambarkan betapa tidak siapnya Pulau Bawean untuk wisata dunia. Saya sering terbaca warga Bawean melaung-laungkan cita dan hasrat untuk memajukan Bawean, tetapi, saya rasakan itu hanya rioh-rioh disiang hari. Pada beberapa bulan yang lalu Media Bawean meminta pendapat dan usul dari warga sama ada Bawean harus menjadi Pulau Wisata atau tidak. Pendapat saya adalah pasti anda dapat menyimpulkan bahwa Bawean saat ini tidak siap untuk hal seperti itu. Ia hanyalah “mimpi yang di ganggu siang”. Pemerintah harus memainkan peranan yang utama dalam menggerakkan nadi wisata tersebut. Infrastruktur yang baik harus dirancangkan sebaik mungkin supaya “starter” wisata dapat bergerak. Warga Bawean juga harus dipertingkatkan kesadaran mereka untuk projek dan promosi wisata pemerintah karena ia akan memberikan harapan pekerjaan dan pendapatan dari sumber baru. Pemerintah harus menginjeksi sumber dana yang banyak untuk menghidupkan tempat-tempat dan lingkungan yang boleh mendukung program itu. Lapter yang sampai sekarang ini menjadi harapan ramai warga Singapura harus dipercepatkan pembangunannya supaya kita dapat merasakan arus kedatangan dari sumber yang kaya dengan kedatangan orang-orang asal Bawean. Tetapi kalau kita hanya akan terus diskusi dan seminar hal tersebut daripada orang-orang yang tidak ada pengalaman mengenai management dan projek wisata, ia akan menjadi mimpi yang tidak adakan terealisasi….sampai kapanpun.
Saya sampai hari ini masih mimpikan kapan saya dapat ke Bawean langsung dari Lapangan Terbang Changi di Singapura.!
28 Desember 2010
3 comments
opini yg bagus bu...!
mimpi untuk menjadikan bawean pulau wisata seperti langkawi atau bali memang masih jauh dari harapan itu dilandasi dari kurangnya dukungan dari warga bawean sendri, kenapa saya berkata demikian...? kita lihat contoh pembangunan lapter di bawean adalah salah satu dukungan pemerintah untuk memajukan bawean tapi apakah warga bawean mendukung..... kalo bilang iya.... nonsen/bohong.... buktinya mereka menetapkan harga tanah untuk lapter terlalu tinggi diluar kemampuan pemerintah gresik hanya karena ada pembangunan lapter harus dibayar sekian ribu permeter persegi....kita lihat harga tanah sebelum ada peroyek lapter berapa...? kalo ada kenaikan maksimal 50 persen karena akan di pakai untuk proyek kemajuan bawean sendiri warga yg punya tanah harusnya sudah mau melepas tanahnya bukan ngotot minta dibayar sekian puluh ribu baru dilepas (warga meletakkan pemerinta dalam posisi bagai memakan buah simalakama, proyek sudah jalan mau diteruskan dananya terbatas, perlu warga tau pemerintah sudah menetapkan anggaran untuk suatu proyek yg tidak mengganggu proyek yg lainnya, klo disuatu proyek danya membengkak pasti akan mengganggu proyek yg lain gak usah menggonggo itu karena dananya dikorupsi ....jadi mana yang katanya mendukung pembangunan untuk kemajuan pulau bawean....mari kita pikirkan bersama-sama....
Aku benar-benar tak kuasa membaca artikel ini, benar-benar mengharu biru. Keresahan yang mungkin dirasakan oleh banyak warga Bawean, termasuk olehku. Sepertinya memang masih jauh panggang dari api.
Kalau P. Langkawi, diurus langsung oleh Sang Dr.PM (Mahathir Mohammad), P. Bawean, jangankan Presiden atau Gubernur Jawa Timur, Bupati Gresik saja belum tentu mengurusnya dengan serius.
Pada akhirnya, putra-putra Bawean sendirilah yang harus menuntaskan mimpi ini. Ingat pesan Nidji: Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia...Berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya...!!!
Pada permulaannya, landasan penerbangan yg sebesar yg ada diPulau Tioman sudah cukup memadai. Saya pernah berwisata dgn menaiki pesawat kecil dari Lapangan Terbang Seletar, Singapura ke Pulau Tioman, Malaysia. Senang, selamat dan selesa sekali dgn ongkos yg berpatutan. Jadual penerbangannya sekurang-kurangnya 4 ke 6 kali setiap hari.
Posting Komentar