Media Bawean, 12 Desember 2010
“Kami berharap seminar ini berkelanjutan karena banyak membuka cakrawala baru bagi kami sebagai mahasiswa” demikian komentar Ahmad Luthfi dari Kumalasa setelah mengikuti seminar sehari kemarin. Seminar yang mengambil tema “ Menyoal masuknya islam ke pulau Bawean” ini dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STAI Hasan Jufri Bawean dengan mengundang Agus Sunyoto dari Malang dan Dr. KH.Dliya’udin Qushwandi dari Surabaya.
Agus Sunyoto memaparkan bahwa berdasarkan data ilmiah islam dibawa oleh para pedagang dari Arab dan China abad 13 namun belum mendapat sambutan yang hangat dari penduduk pribumi. “ Ada 3 faktor dominan yang menyebabkan penolakan itu. Pertama: Kesombongan budaya. Penduduk pribumi merasa bahwa peradaban mereka jauh lebih maju dari para pendatang. Kedua : Para pendatang yang berprofesi pedagang adalah dari kasta rendah yaitu kaum sudra. Sementara menurut mereka yang berhak bicara keyakinan adalah kasta tertinggi yaitu Brahmana. Ketiga: Pemahaman penduduk pribumi bahwa pendatang lebih rendah derajatnya daripada penduduk pribumi.” Tuturnya.
Penulis novel “ Suluk Syeikh Abdul Jalil” ini menambahkan bahwa sampai 800 tahun kemudian islam masih belum disambut. Baru pada abad 14 datanglah sunan Ampel beserta keluarganya. Sunan Ampel belajar dari kegagalan para pendahulunya. Ia memposisikan dirinya sebagai seorang Brahmana yang jauh dari cinta dunia. Sunan Ampel dengan para wali yang lain “menumpang” ajaran Kapitayan yang banyak dianut oleh kaum kawulo yaitu masyarakat kebanyakan. “ Kapitayan itu hakikatnya adalah tauhid tetapi belum dibungkus oleh syariat yang benar. Istilah sembahyang (shalat) adalah istilah Kapitayan untuk menyembah Sang Yang Toyo artinya Dzat Yang Maha Kosong. Istilah Langgar (mushala) adalah dari kata Sanggar yakni tempat ibadahnya Kapitayan. Termasuk istilah puasa dan masih banyak lagi. Kecerdikan para wali inilah yang membuat agama Hindu yang banyak dianut oleh kaum gusti yakni kaum keraton habis dalam waktu 50 tahun dan berganti islam.” Ujar Agus.
Sementera itu Dr. Dliya’udin Qushwandi menyatakan bahwa peradaban Jawa dimulai dari Bawean. Bahasa Jawa diciptakan oleh Ajisaka yang lebih dulu singgah di Bawean. “ Penyebaran islam di Bawean dilakukan dengan bertahap. Yaitu fase inisiasi yakni dakwah pra walisongo, era walisongo, regenerasi, dis-orientasi dan re-interprestasi. Dakwah islam secara formal adalah di era Maulana Umar Mas’ud. Sebelumnya masih bersifat informal atau sirri. Dan penting dicatat bahwa islam yang datang ke Bawean dan Nusantara pada umumnya adalah dengan damai bukan kekerasan. Maka bila ada yang berdakwah dengan kekerasan atas nama agama berarti mengingkari sejarah”.
Seminar ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat yaitu Kyai, santri , mahasiswa, Guru, pelajar dan tokoh masyarakat. Rencananya seminar ini akan berlanjut dengan tema serupa sampai menjadi sebuah buku.(stai_haba@yahoo.com)
Posting Komentar