Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Rusaknya Moral Di Bawean
Siapa Bersalah? Solusinya?

Rusaknya Moral Di Bawean
Siapa Bersalah? Solusinya?

Posted by Media Bawean on Senin, 07 Februari 2011

Media Bawean, 7 Februari 2011



Siapa yang harus bertanggungjawab ketika terjadi kerusakan moral di Pulau Bawean? Berikut hasil liputan Media Bawean, menghubungi beberapa tokoh;

KH. Zakariyah (Bululanjang Sangkapura), mengatakan sesuai Sabda Rasulullah, nanti diakhir zaman akan terjadi apa yang ada katakan, bila betul-betul sudah terjadi yang paling bersalah adalah ulama', dikarenakan tidak kompak dalam berdakwah.

"Selalu gontok-gontokan satu dengan yang lain, saling curiga dan cemburu itu semua terkadang karena korban politik. Bila ada yang gigih dalam berdakwah tidak didukung, justru ditertawain oleh yang lain,"ujarnya.

Solusinya untuk memperbaiki kondisi di Pulau Bawean, menurut KH. Zakariyah, para ulama atau kyai harus kompak bekerjasama dengan kepala desa, sehingga berhasilkan merumuskan peraturan desa (perdes)yang berafiliasi dengan syariah.

KH. Abd. Latif sebagai Ketua MUI Kecamatan Sangkapura, mengatakan semuanya harus mengakui dan bertanggungjawab atas masalah yang menimpa Bawean, baik ulama maupun umara, juga lembaga pendidikan dan orang tua.

"Tidak bisa lepas tangan dengan saling menyalahkan, masih ada waktu memperbaikinya,"paparnya.

"Solusinya, orang tua mengontrol dan bertanggungjawab pada keluarga masing-masing, pendidikan jangan hanya mencari prestasi yang bersifat duniawi harus dikembalikan pada pijakan dalam Al Qur'an surat Luqman,"terangnya.

"Ulama hendaklah mengembalikan citra uswatun hasalah dan sirajul ummah yang tidak terkontaminasi dengan kepentingan politik. Sedangkan umara, kembali ke jati dirinya sebagai hadimul ummah, karena di gaji dari uang rakyat,"jelasnya.

"Kita semua krisis panutan yang berakibat krisis multi dimensi. Mari kita bersama kembali ke jati diri kita masing-masing,"harapannya.

Muhajir sebagai anggota Komisi D (Bidang Pendidikan) DPRD Kabupaten Gresik, mengatakan gaya hidup permissiv adalah kecenderungan global abad mutakhir ini, gejala ini merupakan buah dijauhkannya segi-segi kehidupan dari nilai akibat paradigma ilmu pengetahuan yang jauh kering nilai.

"Disamping itu, kemajuan teknologi (termasuk teknologi informasi) mempunyai dampak negatif yang luar biasa. Masalahnya, semua orang (termasuk anak-anak) saat ini dengan mudah bisa menikmati buah teknologi, misal tontonan seronok dengan mudah menggunakan hp di tangan. Bayangkan apa yang ada dipikiran mereka setelah menontonya. Teknologi tidak dapat kita musuhi, bahkan di hindari sekalipun. Tapi kita tidak bisa berpangku tangan saja menghadapinya,"katanya.

"Semua komponen masyarakat harus bersama-sama menciptakan suasana pendidikan, termasuk juga pendidikan informasl yang menitikberatkan kepada moral, kecintaan kepada agama, menciptakan kesadaran dan kecintaan kepada lingkungan yang agamis, dan masih banyak lagi hal-hal positif lain. Tentu ini saja tidak cukup, karena yang kita lawan adalah sesuatu yang berupa 'kenikmatan' hidup. Yang dibutuhkan adalah sikap melawan kenikamatan hidup itu sepanjang hidup kita, mungkinkah?" pungkasnya.

Fauziyah . S.Pdi , (Guru MAK Hasan Jufri), menyimpulkan bahwa banyaknya kejahatan dan perbuatan amoral adalah akibat dari suatu sebab. Hemat saya penyebab utamanya adalah masyarakat semakin dari tuntunan agama. Mereka beragama dalam arti ritual tetapi esensinya tidak mengena.

"Shalat ya, puasa ya, zakat malas. Ini salah satu contoh kongkretnya. Padahal zakat adalah bentuk tanggung jawab sosial terhadap sesama yang kekurangan. Masyarakat menjauh dari nilai agama sebenarnya juga akibat dari sebab yaitu globalisasi,"ungkapnya.

"Jujur, kita gelagapan menghadapi era modernisasi ini. Saya contohkan sederhana : dulu sebelum ada listrik masyarakat jarang menonton TV bahkan jarang yang memiliki. Setelah ada listrik semua memiliki TV akibatnya semua waktu habis untuk duduk di depan TV sambil pegang remote. Mereka yang terbiasa membaca al-Qur'an menjadi malas ganti lihat sinetron,"pungkasnya.

"Solusinya adalah mari kita merenung dan kembali kepada tuntunan agama. Tugas kembali kepada agama jangan hanya dibebankan kepada Kyai dan ustadz. Semua lapisan harus kompak untuk kembali ke jalan agama. Guru, pejabat, politisi, pedagang, pria, wanita, kaya, miskin. Semuanya tanpa kecuali. saya yakjin pelan tapi pasti kejahatan di Pulau Bawean terkurangi dan selanjutnya hilang sama sekali,"tuturnya dengan tegas. (bst)

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean