Media Bawean, 6 Maret 2011
Oleh : R. Yusuf Hidayat (Wartawan Batam Pos)
“Saya kagum dengan orang Bawean di Batam, budayanya masih dipegang kuat dan belum terkikis oleh modernitas,” begitulah komentar Saini Salleh, seorang jurnalis Berita Harian Singapura ketika meliput komunitas warga Bawean yang ada di Batam.
Saini Salleh tidak datang sendirian, dia datang bersama fotografer Berita Harian, Tukimin Warji,50. Dua jurnalis ini masih berdarah Indonesia juga. Saini Salleh keturunan Bawean, sedangkan Tukimin Warji keturunan Jawa dan memperistri Halimah Rashid, 49, perempuan keturunan Bawean. “Orangtuanya berasal dari Telukdalam, Sangkapura,” jelas Warji tentang asal usul istrinya.
Dari hasil perkawinannya itu, mereka dianugerahi putra dan putri, Imron Rushdie, 20, dan Zulaiqo Rushda, 16. “Waktu anak saya yang pertama berumur 1,5 tahun, saya berkunjung ke Bawean. Ipar saya, Suriani masih di Bawean sampai sekarang,” ujarnya seusai memotret Umam Adi, 65, menunjukkan seni pencak silat Bawean. Umam adalah sesepuh orang Bawean di Batam dan pembina kesenian Bawean se-Kepri yang tergabung dalam paguyuban Ikatan Keluarga Bawean Batam (IKBB).
Beda dengan Warji, Saini sudah tidak tau lagi dimana asal kampung orang tuanya di Bawean. “Kata obek (paman) orang tua eson dekat pelabuhan, kalau di Singapura orang memanggilnya Saini celleng (hitam),” tukasnya sambil tertawa ketika meliput di Bengkong Harapan 2, Sabtu (5/3) siang.
Dua jurnalis senior ini tertarik meliput komunitas Bawean Batam karena ia anggap semakin hari hubungan warga Bawean Batam dengan warga Bawean Singapura semakin “rapat”. Hari pertama , Jumat (4/3), mereka menjumpai Salim di kantornya di lantai 2 Pemko Batam. Salim adalah pejabat keturunan Bawean Daun yang kini menjabat Kabag Kesra Pemko Batam.
Setelah itu, tujuan mereka ke Kampung Boyan di Seipanas. Satu dari dua kampung yang paling banyak warga Baweannya di Batam. Satu kampung lainnya di Bengkong Harapan 2. “Sekitar 500an orang Bawean yang ada di sini (Seipanas) atau sekitar 150 KK,” kata Ohsi, tokoh masyarakat Bawean di Seipanas yang juga termasuk warga perintis di Batam ini.
Selain Ohsi, Saini juga mewawancarai Abu, salah satu sesepuh warga Bawean di Seipanas. Banyak kisah mula-mula orang Bawean di Batam dan sepak terjang Ohsi muda ketika merantau dari Pudakit, Bawean ke Tanjungpinang-Singapura-Batam yang disampaikan kepada Saini oleh Ohsi.
“Anak saya ada yang tinggal di Singapura, namanya Murniati, dia menikah sama orang Singapura yang masih keluarga juga,” ungkap lelaki yang pernah tinggal tiga tahun di Singapura ini sebelum menetap di Batam.
Perbincangan ini berlangsung cair, apalagi disuguhi rangginang, kerupuk dari ketan yang digoreng khas Bawean sembari diselingi Bahasa Bawean. Tak terasa waktu sudah sore, Saini memutuskan menyudahi wawancaranya karena sudah harus menuju Bengkong Harapan 2. Namun tidak jadi, karena sudah merasa lelah. “Sambung besok pagi saja ke Bengkong. Sebentar lagi hari sudah gelap dan kami ingin istirahat,” kata Nursidah, istri Arifin Salleh, yang mengantar Saini dan Warji dari Singapura. Arifin Salleh adalah warga Singapura keturunan Bawean, Sangkapura. Akhirnya mereka kembali ke tempat menginapnya di Hotel Golden View, Bengkong.
Keesokan harinya, pagi pukul 09.00 WIB, mereka sudah berada di Bengkong Harapan 2. Kebetulan hari itu ada yang selamatan aqiqah Afifah Kanaya Zahra, putri dari Damayanti dan Ainul Yakin, cucu dari almarhum Rasyid. Seorang tokoh dan pendekar Bawean di Batam. Akhirnya rumah itu dulu yang diliput karena tuan rumah adalah orang Bawean, sebelum ke rumah Umam Adi.
Ibu-ibu bergotong royong menyiapkan makanan khas Bawean untuk selamatan yang direncanakan akan dilaksanakan malamnya. Saini, Warji, Arifin, dan Nursidah sempat mencicipi ketan poteh dengan lauk ikan asin. “Bawean banget,” celetuk Arifin sambil menyantap ketan poteh sambil bersila. Ibu-ibu yang ada di dapurpun gerrr..tertawa mendengar celetukan Arifin.
“Gotong royong seperti inilah yang sudah hilang di Singapura,” tukas Arifin serius.
Setelah Warji puas mengambil gambar aktivitas di rumah itu, rombongan kecil ini langsung menuju rumah Umam Adi yang tidak jauh dari rumah tersebut. Seperti Ohsi, Umam juga banyak berkisah tentang dirinya dan orang Bawean di Batam. Salah Satu pendekar silat Bawean yang masih peduli dengan kesenian Bawean di Batam ini berasal dari Tampo, Pudakit Barat. Umam juga pernah tinggal dan bekerja di Singapura sebelum menetap di Batam.
Sempat menunjukkan beberapa jurus pedang dan pukulan khas Bawean untuk dipotret Warji. Arifin juga diminta menjadi lawan tandingnya agar gerakan pencaknya terlihat indah. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Puas mewawancari Umam, dan waktu yang semakin mempet karena mereka harus kembali ke Singapura pukul 15.00 WIB, mereka pamit.
Perjalanan bersambung ke Perumahan Puri Mas, Batam Centre, untuk mewawancarai Vika Farah Medya, artis sinetron berdarah Bawean yang sedang berada di Batam. Di Puri Mas tidak lama, karena Vika harus berangkat ke apartemen Harmoni di Nagoya untuk memberi les privat baca Alquran.
“Saya ikut senanglah, orang Bawean di sini bukan termasuk orang pinggiran. Hidupnya banyak yang senang dan pergaulannya rapat,” komentar Saini setelah dua hari melihat dari dekat kehidupan orang Bawean di Batam.(esont)***
Posting Komentar