Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Di Dalam Sujud Cinta (2)
Catatan Hati Sumiyati

Di Dalam Sujud Cinta (2)
Catatan Hati Sumiyati

Posted by Media Bawean on Jumat, 22 April 2011

Media Bawean, 22 April 2011

Lomba Menulis Berita Dan Opini
Oleh Sumiyati

Adikku yang kedua, seorang perempuan. Halimatus Sakdiyah namanya. Ia lucu menggemaskan dan imut, usianya masih menginjak 2 tahun. Entah karena dia masih balita orang bilang dia lebih imut daripada saya. Ya iyalah ia lebih imut daripada saya toh dia masih balita. Coba saja sudah besar seperti saya, bukan lagi imut-imut tapi amit-amit.

Memang dari dulu saya menginginkan adik perempuan. Ya, agar mempunyai sepasang adik. Siang malam saya saya panjatkan doa agar suatu saat saya dikaruniai adik perempuan. Malam menjadi teman sunyiku . Di malam yang sunyi itu sering saya isi dengan doa agar hidupku bahagia, aman, tentram dan damai. Hanya suara jangkrik dan lolongan anjing yang sering menemaniku dimalam yang sunyi itu. Kesunyian malam kadang memberiku arti dari sebuah kehidupan. Saya tatap tajam bintang-bintang yang ikut mewarnai indahnya malam. Saya lihat sang dewi malam memancarkan sinarnya yang menjadikan malam terang benderang. Sungguh besar ciptaan-Mu ya Allah. Saya renungi semuanya yang ada di alam ini sambil menyandarkan belikatku disebuah pohon mangga samping rumahku. Pohon mangga itu menjadi kenangan indah bagiku, dulu waktu saya masih kelas 3 SD sering saya menghabiskan waktu saya untuk membaca diatas pohon mangga itu. Entah mengapa lamunan saya pindah kemasa kecil saya yang penuh dengan kenangan indah, apalagi mengenai pohon mangga yang tidak terlalu tinggi itu. Tapi setelah saya duduk dibangku MTs, kebiasaan itu ciut entah kemana larinya.

Sesabar bagaimanapun seseorang, akan marah juga. Ya, tidak seperti diri saya sekarang ini. Meskipun hidup saya penuh tantangan, hambatan, cobaan dan ujian, saya coba untuk menghadapinya dengan dilandasi senyum kesabaran. Namun itu tidak berlangsung lama, keputusasaanku mulai tumbuh saat kedua kakekku menutup mata untuk selama-lamanya pada hari yang sama yaitu pada tanggal 21 April 2010 dan hanya berselisih waktu 90 menit. Kakek yang selalu menghiburku saat susah, mendorongku saat lemah, dan mengangkatku saat terjatuh telah menghadap ke haribaan-Nya. Dan kini hanya kata nasehatnyalah yang masih terngiang di telingaku “Kesabaran itu sangat pahit, namun buah dari kesabaran itu sangat manis”. Nasehat itulah yang terus mengobarkan api semangatku dikala mulai mengecil kobarannya. Semenjak kakek tiada, sayalah orang yang paling malas bicara. Dan entah mengapa senyum yang selalu mewarnai bibirku hilang entah kemana larinya. Dulu saya yang periang jadi orang yang pendiam, dulu yang suka senyum jadi orang yang pemurung. Pandiam bukan ciri khasku juga bukan sifatku.

Saya orang yang malas berkata-kata. Bagiku kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Bagiku isi hati itu lebih penting daripada isi bibir. Saya ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata-kata di dunia ini, dan kata-kata tidak mampu mengubah apa-apa. Saya tidak ingin menambah kata-kata yang sudah tidak terhitung jumlahnya dalam sejarah kehidupan manusia. Untuk apa? Lagipula siapa yang masih sudi mendengarkannya?. Di dunia ini orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengarkan kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarkannya?. Bahkan mereka juga tidak perduli dengan kata-kata mereka sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan sudah tidak diperlukan lagi. Setiap kata bisa dirubah artinya, dan setiap arti bisa dirubah maknanya. Itulah dunia kita.

Saya punya satu prinsip yang tidak sekedar kata-kata, yaitu cita-cita. Cita-cita memang diperlukan disetiap obsesi kehidupan manusia. Dengan begitu hidup kita akan ada artinya dan bermakna, karena hidup itu tidak hanya menghitung matahari lewat diatas kepala kita. Hidup adalah cita-cita. Semua orang diharuskan punya cita-cita untuk menggapai arti hidup yang sesungguhnya. Gantunglah cita-citamu setinggi langit. Semakin tinggi cita-cita, maka akan semakin tinggi pula semangat kita
untuk menggapainya. Karena apa? Karena cita-cita adalah momok yang harus dimiliki, dipahami, dihayati dan diwujudkan. Memang setiap apa yang kita cita-citakan belum tentu jadi kenyataan. Kunci kita adalah harus sabar. Tidak dikabulkan hari ini, mungkin besok. Tidak terwujud besok siapa tahu besok lusa dan seterusnya.

Setiap manusia pasti mempunyai cita-cita, namun tidak semua cita-cita itu dikabulkan oleh-Nya. Kalau cita-cita kita tidak kesampaian, mungkin itu adalah suatu keinginan yang kurang baik bagi kita. Percayalah Allah akan memberikan yang terbaik untuk hambaNya. Jadi jangan putus asa, kalau cita-cita tidak kesampaian. Kadang Allah memberikan sesuatu yang menurut kita baik, padahal itu yang buruk untuk kita. Dan tidak jarang kita menganggap sesuatu itu buruk, justru itu yang terbaik untuk kita. Jadi kalau cita-cita kita tidak kesampaian, janganlah putus asa. Percayalah disetiap kehidupan kita pasti ada hikmah yang terselip di dalamnya. Untuk mendapatkannya dibutuhkan kunci sabar. Hanya sabar dan tawakkal yang menjadi kunci utamanya.(bersambung)

Nama : Sumiyati (Ketua Komunitas Anak Sangkapura)
Kelas : VIII D ( kelas unggulan) MTs Hasan Jufri

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean