Siapakah Kartini Bawean?

Peringatan Hari Kartini (21 April 2011) di Pulau Bawean nampak sepi di sekolah-sekolah ataupun di tempat umum lainnya, sehubungan adanya ujian nasional tingkat SMA/MA di hari terakhir.

Sedangkan peringatan Hari Kartini di SDN V Sidogedungbatu bekerjasama dengan TK Hidayatusshibyan Saricindan Sidogedungbatu sangat semarak, terlihat guru dan siswa memakai baju adat, seperti baju kebaya dan lain-lain.

Kepala Sekolah SDN V Sidogedungbatu, Hj. Hadijah, S.Pd.,MM. kepada Media Bawean mengatakan peringatan Hari Kartini yang bertepatan tanggal 21 April 2011 dirayakan secara semarak sehubungan jaraknya berjauhan dengan sekolah menengah atas.

Dalam sambutannya, Hadijah menyampaikan sebagai wanita yang tentu tidak bisa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan, maka sekarang kian tampak bahwa dalam mendudukan dirinya sebagai sesama pejuang bangsa telah dapat menempatkan diri wanita Indonesia sebagai pejuang yang tidak ingin dikatakan nomor dua terhadapap para kaum laki-laki.

"Itulah sikap tegas kaum wanita yang secara langsung mencerminkan keluhuran cita-cita Kartini. Sikap itu juga memperlihatkan betapa hak azasi manusia Indonesia ini sangat diperhatikan. Terlebih hak wanita dalam menempatkan diri ikut serta membangun nusa dan bangsa Indonesia,"katanya.

Menurut Hadijah, tidaklah berlebihan kiranya jika wanita sekarang ini sudah mempu berbicara sejajar dengan kaum laki-laki. Bahkan di desa kita ini telah banyak wanita yang kedudukannya malah lebih tinggi dari sebagian kaum laki-lakinya. "Ini menunjukkan bahwa bangsa kita khususnya kaum wanita dalam menegakkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat,"ujarnya.

"Hari Kartini senantiasa kita peringati setiap tahun. Hendaknya janganlah pada saat-saat peringatan ini saja kita menampilkan hasil karya dan cipta kaum wanita. Namun lebih daripada itu, mudah-mudahan setiap hari, setiap masa wanita Indonesia tetap berjuang dan tetap bercitra sebagai bangsa yang harum namanya,"paparnya.

Lebih lanjut Hadijah menerangkan, wanita modern adalah wanita yang melepaskan diri kungkungan adat, tradisi lama yang mengekang, dan dominasi kekuasaan kaum lelaki. Salah satu cara untuk itu, kaum perempuan tidak hanya dituntut dapat membaca, tetapi kaum wanita dituntut dapat mengekpresikan melalui tulisan Kartini telah memberikan contoh. Tidak kurang dari 108 surat sebagai 'bentuk ekpresi' diri.

"Kartini juga banyak membaca surat kabar Semarang "de Locomotief" yang diasuh Pifter Brooshooft. Ia juga menerima "Leestrommel" (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada pelanggannya). Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Ada juga bacaan majalah wanita Belanda yang cukup berat kandungan ilmu pengetahuannya "de Hollandsche Lelie". Kepada majalah itu pula, beberapa kali Kartini mengirim tulisannya,"jelasnya.

"Yang patut dicatat juga, bahwa Kartini tidak hanya memperhatikan soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada tahun 1912, dan kemudian sekolah yang sama juga didirikan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya,"terang Hadijah. 

Perlu diketahui, Hj. Hadijah, S.Pd.,MM. sebagai Kepala Sekolah SDN V Sidogedungbatu, termasuk salah satu pejuang wanita dalam dunia pendidikan, berangkat dari desa Tambak, Pulau Bawean menuju ke sekolah yang letaknya di Saricindan Sidogedungbatu. 

Kegigihan dalam berjuang, walaupun melewati jalan rusak parah menantang maut, nyaris bukan jalan yang dilaluinya. Tetapi menurutnya, meskipun jalannya rusak total tetap dijalaninya demi tugas dan kewajiban sebagai abdi negara. Media Bawean membuktikan sendiri ketika liputan ke SDN V Sidogedungbatu, kamis (21/4/2011).  (bst)