Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » 2 Sahabat Menangis
Di Jalan Yang Berbeda

2 Sahabat Menangis
Di Jalan Yang Berbeda

Posted by Media Bawean on Minggu, 18 September 2011

Media Bawean, 18 September 2011

Oleh: Hassan Luthfi


Era globalisasi dengan akselerasi tinggi telah membuat ketatnya dunia kompetisi khususnya dibidang ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi juga semakin menawarkan kenikmatan hidup modern yang konsumtif dengan mengaburkan etika dan norma-norma agama. Suatu realitas kehidupan yang tak dapat dipungkiri dan sulit dihindari oleh setiap orang yang hidup di abad ini. 

Gaya hidup yang semakin digandrungi adalah hedonisme yang berarti suatu pemikiran yang menjadikan kesenangan materi tujuan hidup. Kesenangan yang memuaskan jiwa dan batin setiap manusia. Epicurus seorang filosof Yunani berpendapat bahwa kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup. Filsafatnya menitikberatkan pada etika yang memberikan ketenangan batin. Hedone (kenikmatan atau kesenangan) diperoleh dengan memuaskan keinginannya. Manusia harus bisa memilih keinginannya agar dapat mencapai kepuasan yang mendalam. Hedonisme yang hanya mencari kenikmatan materi demi kepuasan jiwa tidaklah sempurna sampai seseorang terjauh dari kehidupan spiritual yang dianggap mengekang manusia. 

Diantara hiruk pikuk gemerlapnya gaya hidup hedonisme, masih ada segelintir orang yang tetap idealis untuk memilih hidup zuhud. Hidup zuhud adalah kemampuan dalam menjaga hati dari godaan serta tipu daya kemewahan dunia. Dengan pengertian yang lebih luas, zuhud merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, tetap bekerja dan berusaha namun kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati dan tidak membuat meninggalkan Allah swt sedetikpun. Beramal shaleh, memakmurkan bumi dan bermuamalah, namun di saat yang sama hati tidak tertipu. Meyakini sepenuhnya bahwa kehidupan akhiratlah yang menjadi tujuan utama.

Hedonisme dan zuhud hanyalah bagian dari dinamika kehidupan, seperti ada siang ada malam, ada baik ada buruk, namun yang terpenting bagaimana cara menyikapi dan berusaha saling menghargai. Di Bawean sendiri saat ini gejala hidup hedonisme juga sudah mewabah hampir ke seluruh pelosok daerah. Memilih hidup zuhud semakin tidak populer, bahkan kurang dihargai. Seolah-olah kebahagian dan kesuksesan hanya bagi yang bermateri tanpa melihat bagaimana jalan mendapatkannya. Padahal dalam pandangan orang-orang zuhud tidaklah demikian, dan bahkan bukan hanya orang zuhud saja yang tak sejalan dengan para hedonisme tapi orang barat yang sekulerpun pernah berujar bahwa, “success is not a destination but a journey”. (kesuksesan seseorang bukan hanya diukur dari apa yang telah dicapainya tapi bagaimana jalan memperolehnya). 

Begitu juga dengan cerita mudik lebaran seorang warga Bawean yang telah lama tidak bersua dengan sahabat karibnya. Pada waktu hari lebaran kemarin dia berusaha mencari sahabat karibnya sewaktu di sekolah dulu. Setelah berjumpa dan melihat kehidupan sahabat karibnya, dalam hati dia menangis, merasa iba melihat nasib sahabatnya yang hidup sangat sederhana, hanya bertani dan menjadi guru ngaji di kampung. Setelah dia pulang, ternyata sahabat karibnya juga menangis melihat dan mendengar cara pandangan hidup dia yang terlalu “hubbud dunya” (cinta dunia), memilih bekerja dilahan basah, bangga dengan jabatan dan harta kekayaanya walau didapat dengan cara tabrak kiri kanan tanpa mengindahkan etika dan agama. 

Peristiwa dua sahabat yang saling menangis tersebut memaknai bahwa kebahagiaan dan kebanggaan seseorang belum tentu kebahagiaan dan kebanggaan bagi orang lain, apa yang dianggap benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Banyak orang yang memilih dan merasa bangga bergaya hidup hedonisme dengan segala harta dan jabatannya, namun ternyata ada juga orang yang memilih dan merasa bahagia dengan hidup zuhud. Hidupnya terasa nikmat dan penuh syukur pabila mampu beriktikaf, berutinitas puasa sunnah, sholat dhuha, tahajjud, mengajar ilmu agama dan berdakwah. 

Ternyata menangis saja belum tentu arif dalam menyikapi pilihan hidup seseorang, apalagi sampai “ngaghellek-ghellek ka oreng se tak andik, atau sebaliknya sirik ben bejhik ka oreng se soghi”. Karena dimanapun di dunia tak terkecuali di Bawean, dalam hidup selalu ada pilihan dan ada juga perbedaan. Oleh sebab itu nikmatilah perbedaan dengan keindahan, artinya memahami perbedaan dari segi positif, ketika perbedaan menjadi anugrah, insyaAllah kehidupan ini menjadi kehidupan yang indah. Bila sanggup menghargai dan bersikap demikian, kiranya dua sahabat tak perlu menangis di jalan yang berbeda.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean