Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji
Tradisi Lama Yang Di Bumikan

Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji
Tradisi Lama Yang Di Bumikan

Posted by Media Bawean on Minggu, 09 Oktober 2011

Media Bawean, 9 Oktober 2011

Oleh R. Ali Masyhar Raumi

Kementrian Agama RI meluncurkan program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji, yang disingkat “Gemmar Mengaji”. Program ini resmi diluncurkan Suryadarma Ali selaku Menteri Agama RI pada 30 Maret 2011 di Istora Senayan Jakarta. Menurutnya program ini merupakan langkah positif untuk menciptakan generasi muda agar mencintai Al-Qur’an dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan bertujuan mencegah rusaknya akhlak generasi muda Indonesia dan mencegah masuknya pemikiran atau paham ajaran sesat bagi generasi muda Islam.

Program “Gemmar Mengaji” ini bukan hanya seruan moral membaca al-Qur’an ansich, tetapi punya makna universal, yaitu disamping pembiasaan membaca juga mengkaji makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian apa yang diharapkan dari roh (read:tujuan pokok) dari program “Gemmar Mengaji” akan tercapai. 

Program GEMMAR MENGAJI ini cukup unik dan menarik, tidak hanya karena tradisi lama yang dicoba untuk dipopulerkan kembali di tengah-tengah masyarakat, tetapi cukup menyedot anggaran. Negara yang besar dan memerlukan tenaga dan pikiran yang cemerlang untuk merealisasikannya.Namun sayangnya program Gemmar Mengaji ini belum disosialisasikan secara merata kedaerah. Padahal manfaat yang diperolehpun sangat membantu mencerdaskan dan membina moral dan akhlak anak bangsa. Sudah maklum bahwa, persoalan krusial di bangsa kita saat ini, salah satunya adalah masalah akhlak. Kebobrokan moral yang melahirkan “budaya korup” menjadi sebab utama kegagalan Negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Namun, efektivitas gerakan moral ini menjadi kurang maksimal jika tidak didukung oleh semua elemen dan pihak terkait. Dalam hal ini, ada tiga unsur yang mesti bekerja sama yaitu orang tua, ulama dan pemerintah.

TRADISI MAGHRIB MENGAJI DI PULAU BAWEAN

Bukan bernostalgia, kalau kita ingat pada masa kanak-kanak dulu, di Bawean pada saat setiap senja menjelang maghrib anak usia tujuh tahun hingga remaja sudah berpakain rapi memakai kopyah,sarung dan membawa Al-Qur’an berangkat berkelompok menuju surau (baca: Langger) untuk shalat Berjama’ah dan Mengaji. Jika di waktu senja menjelang maghrib belum pulang ke rumah, orang tua mencarinya dan jika terlambat datang ke surau orang tua mengantarkannya dan memohon ma’af pada ustadnya, sebagai bentuk tanggung jawabnya. Sungguh indah prilaku ini, memperlihatkan kepedulian orang tua akan anaknnya untuk pandai mengaji al-Qur’an dan pintar ilmu agama, dan adanya penghormatan dan penghargaan orang tua terhadap ustad. Lantas bagaimana dengan kondisi anak remaja sekarang, apakah suasana tersebut masih terlihat ?..

Kini, hampir saja kita tidak melihatnya lagi. Di saat senja menjelang maghrib, justru kita sekarang melihat anak seusia tujuh tahun dan remaja masih asyik bermain, saat adzan berkumandang orang tua dan anak terlihat duduk manis di depan telivisi, padahal tayangan telivisi yang ditonton menceritakan perilaku orang dewasa yang bertemakan pacaran, hidup mewah, hura-hura dan pergaulan bebas. Imbasnya, anak remaja mengalami kemerosotan akhlak yang signifikan. Gaya hidup, gaya pacaran dan pergaulan mereka,meniru seperti apa yang mereka tonton. Dan orang tua sekarang kurang peduli tentang pendidikan agama anaknya. Lihat saja fenomena yang terjadi di sangkapura,sehabis maghrib surau, rumah guru ngaji yang asalnya ramai suara mengaji ayat-ayat al-Qur’an sepi senyap, beralih kerumah tutor les privat..

Anak seusia remaja dulu dan kini sangat jauh perbandingannya. Anak remaja dulu di haruskan menghatamkan al-Qur’an, tuntas mengaji kitab Safinah dan Sullam dengan istilah lulus S2. Sehingga bila ada acara tadarusan al-Qur’an dan keagamaan anak remaja tempo dulu tampil di depan, Bagaimana dengan anak remaja sekarang?, mereka mengangap tidak gaul datang dalam acara keagamaan. Mereka lebih senang datang ke arena pentas musik, turnamen voly ball, nongkrong di pinggir jalan dan kebut-kebutan. Inilah potret Remaja tempo dulu dan kini di Bawean, yang katanya “Agamis”.

Solusinya. kita dukung dan aktifkan Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji. Kita semua tahu bahwa mengaji adalah aktivitas yang akrab dalam sosiodemografis Islam Indonesia yang heterokultural dan agamis, sekalipun kita sadar bahwa mengaji sekarang telah menjadi budaya usang dan terpinggirkan, namun perlu diingat, budaya mengaji mampu menopang moral pelakunya di kemudian hari. Dan ternyata mengaji memberikan dampak yang luar biasa. Pertama dampak afektif, mengaji secara tidak langsung mampu mempengaruhi sifat anak menjadi lebih peka terhadap sifat ke-Tuhanan, anak sadar akan keberadaan Dzat yang Maha Agung. Kedua dampak kognitif, dengan menghafal surat pendek atau membaca susunan ayat al-Qur’an dengan susunan teratur atau menterjemah akan memperkuat struktur otak akan kemampuan mengingat dan mempergunakan daya nalar. Ketiga dampak psikomotorik, membaca al-Qur’an dengan tekanan dan lafal tertentu akan memperkuat pernapasan dan kesehatan otak serta melancarkan peredaran darah.Mari ajak anak-anak kita mengaji di waktu maghrib. Ayo..

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean