Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Manifesto Damai

Manifesto Damai

Posted by Media Bawean on Senin, 14 November 2011

Media Bawen, 14 November 2011

Oleh : H. Aunnur Rofiq ,Lc ,M.Ag. Ph.D (Dosen UIN Malang)


Dalam konteks sosial, manusia diciptakan dengan membawa dua karakter kontradiktif. Pertama, sebagai pelaku gerakan perdamaian. Kedua, sebagai pelaku konflik dan perang.

Dalam sejarah peradaban dan agama, para nabi dan para pengikut mereka termasuk dalam kelompok pertama. Di sinilah Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW melakukan tugasnya sebagai juru damai dan pembawa rahmat.
Kelompok kedua ditempati oleh Qabil, Firaun, Abu Jahal, dan para penerusnya. Adalah Qabil lambang individu atau masyarakat perusak, ganas, dan pelaku kekerasan. Dialah manusia pertama yang telah menumpahkan darah manusia, saudaranya sendiri.

Firaun adalah simbol penguasa militer yang haus darah dan kekuasaan. Untuk melanggengkan kekuasaannya, dia akan melakukan segala cara, termasuk membunuh rakyat dan lawan politiknya. Dia memang memiliki kekuatan militer yang dahsyat pada zamannya.

Adapun Abu Jahal sebagai simbol penguasa sipil yang keras kepala, jumud, dan menolak pembaruan. Dia tahu dan mengakui bahwa ajaran Muhammad SAW dapat membebaskan diri dan masyarakatnya dari belenggu ideologi yang mengekang akal dan jiwa, doktrin ekonomi yang menindas, budaya kekerasan yang merajalela, praktik-praktik yang bias gender, dan lain-lain. Namun, Abu Jahal tetap menolaknya, bahkan memburu Muhammad dan pengikutnya.

Tipologi manusia di atas tetap aktual dan dapat terjadi pada siapa pun. Kita yang semula baik, jika lalai dengan reminder moral dan agama, tidak mustahil akan menjadi bagian dari tiga tipologi manusia perusak tersebut.

Tulisan ini akan mengangkat sekilas manifesto perdamaian Rasulullah SAW ketika beliau hijrah ke Madinah. Bagaimanapun hal ini perlu dilakukan di tengah ‘panasnya’ kondisi bangsa. Ditambah lagi dengan meledaknya bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton baru-baru ini. Siapa pelakunya? Kita tidak bisa berspekulasi. Yang pasti ialah salah satu dari tiga tipologi manusia di atas.

Manifesto perdamaian Muhammad SAW
Meskipun belum dirumuskan secara sistematik seperti sekarang ini; sejak awal, perdamaian telah menjadi rahmat bagi manusia. Perang, terorisme, dan pembunuhan adalah bencana bagi kemanusiaan.

Keinginan hidup damai merupakan bagian dari fitrah manusia. Tidak ada manusia yang tidak ingin hidup damai. Sayangnya, fitrah itu selalu dikotori oleh manusia sendiri dengan konflik dan pertumpahan darah, baik disebabkan oleh kepentingan politik, ekonomi, maupun ideologi. Karena itu, tidak sedikit perang terjadi di antara bangsa-bangsa besar dunia, malah banyak pula konflik dan peperangan yang melibatkan pemeluk agama-agama besar dunia.

Muhammad SAW diutus demi cita-cita memelihara fitrah tersebut. Oleh karena itu, beliau disebut sebagai rahmat bagi semesta alam. Siapa pun mengetahui dan mengakui bahwa Islam di tangan Muhammad SAW begitu sejuk dan damai. Beliau telah berhasil mewujudkan masyarakat yang bersaudara dan harmoni di Madinah.

Padahal, secara sosiologis, Madinah ketika itu terdiri atas tiga kelompok besar masyarakat dengan tradisi dan ideologinya masing-masing. Mereka ialah masyarakat beriman yang terdiri atas Muhajirin dan Ansar serta kaum Yahudi dan orang-orang musyrik bukan Quraisy. Ada juga yang mengatakan bahwa masyarakat Madinah ketika itu–selain Arab Quraisy dan Arab Madinah serta Yahudi–juga terdapat etnis lainnya, seperti Rum, Persia, dan Ethiopia. Dalam kondisi seperti ini, biasanya conflict of interest berbagai kelompok itu tidak dapat dielakkan.

Untuk membangun masyarakat yang harmonis dalam kemajemukan, hal itu merupakan sesuatu yang luar biasa bagi Muhammad SAW, apalagi beliau sebagai pendatang baru dan Madinah sebelum kedatangannya dilanda perang berkepanjangan, yang terbesar ialah perang bu’ath yang terjadi tidak lama sebelum hijrah ke Madinah.

Untuk mengelola interaksi antara kaum secara konstruktif, Muhammad SAW melahirkan sebuah manifesto perdamaian tertulis yang belum pernah ada. Manifesto itu wujud dalam Piagam Madinah (ada yang menyebutnya Dustur al-Madinah, al-Wathiqah al-Siyasiyah. Kadang-kadang dipakai istilah kitab, sahifah dan half, The Constitution of Medina, Treaty, The Compact of Medina, dan The Medina Agreement) yang mengandungi 47 pasal. Manifesto ini sekaligus menjadi media resolusi konflik bagi masyarakat Madinah.

Faktanya, Muhammad SAW yang ummi itu berhasil mengembangkan pola pengelolaan interaksi antara kaum secara baik dan humanis. Dalam konteks ini, beliau betul-betul eksis sebagai pembawa rahmah, bukan hanya untuk kaum Muslim, tapi juga seluruh warga Madinah.

Dalam ruang yang terbatas ini, tidak mungkin untuk mengungkapkan semua kandungan manifesto perdamaian tersebut, namun paling tidak dapat dirangkumkan kepada tiga aspek. Pertama, aspek spiritual (tauhid).

Kedua, aspek humanistik yang meliputi penghormatan terhadap nilai-nilai fundamental universal, seperti kehidupan manusia, hak asasi manusia, persamaan dan keadilan sosial, kebebasan khususnya dalam beragama, dan antikekerasan. Ketiga, aspek manajemen interaksi yang meliputi prinsip dialog, toleransi, dan kerja sama (network and corporation) antara seluruh komponen negara bangsa Madinah. Dalam konteks inilah, Muhammad SAW menjadi The best manager for social interaction.

Tiga aspek di atas secara konsisten dipegang dan diterapkan oleh Rasulullah SAW sehingga kedamaian dalam kehidupan masyarakat Madinah dapat dinikmati bersama.

Dalam sejarah kemanusiaan, memang sukar untuk mencari tandingan Muhammad SAW. Beliau buta huruf (ummi), namun memiliki ‘kecerdasan’ tak tertandingi. Belum ada sejarah manusia yang ummi, namun mampu membangun suatu masyarakat multikultural dan agama yang begitu harmoni.

Dimuat Republika, Tanggal 21 Agustus 2009 

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean