Media Bawean, 19 Desember 2011
Liputan : Musyayanah (Penasehat Media Bawean)
Kualitas pelayanan publik di Kecamatan Sangkapura masih jalan di tempat. Terbukti sampai saat ini masih banyak warga yang mengeluhkan buruknya pelayanan publik di kecamatan Sangkapura, khususnya kasi kependudukan. Proses pembuatan Kartu Keluarga, Akte Lahir, dan KTP yang cukup lama membuat warga kian jengah. Apalagi tidak ada alasan yang jelas dari lambatnya proses tersebut. Ratusan Kartu Keluarga dan Akte Lahir yang diurus warga semakin tidak jelas nasibnya.
Kepala Desa pun tidak kalah jengah pada kasi kependudukan Kecamatan Sangkapura. Karena hampir setiap hari selalu didatangi warga yang menanyakan nasib Kartu Keluarga dan Akte Lahir mereka. Kepala Desa pun tidak bisa memberikan janji dan alasan, karena mereka pun dibuat bingung oleh perilaku pelayanan kasi kependudukan.
Nurhasyim, Kepala Desa Pudakit Timur, satu diantara sekian Kepala Desa di Sangkapura yang cukup berani membuktikan kejengahannya terhadap pelayanan Kasi Kependudukan Kecamatan Sangkapura. Senin, 19 Desember 2011, beliau mendatangi langsung Bupati dan Kepala Dinas Kependudukan, Capil, dan Sosial untuk melaporkan pelanggaran etika pelayanan kependudukan oleh kasi kependudukan Kecamatan Sangkapura.
“Kasi Kependudukan pernah mengeluarkan Kartu Keluarga dan KTP tanpa rekomendasi dari Kepala Desa. Padahal aturannya, semua pengurusan Kartu Keluarga, KTP, dan Akte Lahir harus dengan rekomendasi Kepala Desa.” Ujar Nurhasyim, saat ditemui setelah mengantarkan surat laporan pelanggaran etika pelayanan kependudukan pada Bupati Gresik.
“Saya punya bukti otentik. Kasi Kependudukan pernah mengeluarkan KTP dan KK atas nama Mustaqim, bahkan yang bersangkutan bukan penduduk Pudakit Timur. Setelah saya cari informasi, ternyata yang bersangkutan pendatang dari Jawa dan di Bawean tidak jelas domisilinya. Bagaimana kalau yang bersangkutan seorang teroris? Siapa yang akan bertanggungjawab?” tegas Nurhasyim.
Nurhasim memutuskan untuk mengirim surat laporan secara langsung ke Bupati dan Dinas Kependudukan, Capil dan Sosial karena sampai saat ini tidak ada respon dari pihak Kecamatan Gresik. Merek memilih bungkam.
Kecerobohan tersebut jelas sangat kontradiktif terhadap gagasan dan tujuan kepolisian masyatakat dan Lomba Cinta Kampung Aman yang dilakukan oleh Polres Gresik. Satu sisi aparat keamanan selalu antisipasi atas ancaman keamanan, tapi disisi yang lain Kasi Kependudukan memberi legitimasi atas praktek-praktek pelanggaran etika kependudukan yang justru mengancam keamanan.
Bukan hanya kasus pelanggaran etika kependudukan diatas yang memposisikan warga sebagai korban buruknya pelayanan public. Aturan baru pembuatan Akte Lahir pada 2012 harus dilakukan di pengadilan Gresik, semakin memperpanjang penderitaan warga Bawean dalam mendapatkan pelayanan publik yang layak dan efisien. Kebijakan tersebut cenderung anti masyarakat miskin. Karena warga Bawean harus datang ke Gresik dengan biaya kapal yang tidak murah, harus tinggal di penginapan beberapa hari dan biaya makan selama di Gresik. Juga harus membawa dua orang saksi untuk proses pengadilan. Terbayang besarnya jumlah uang yang harus disiapkan warga Bawean untuk mendapatkan Akte Lahir. Jelas kebijakan ini tidak berpihak pada masyarakat miskin di Bawean.
Harusnya pembuatan Akte Lahir dilakukan secara kolektif di Bawean. Petugas dari Dinas Kependudukan dan Pengadilan yang datang ke Bawean setiap satu bulan atau dua bulan sekali. Saya pikir ini bukan tawaran solusi yang buruk. Ya kalau Bupati dan Dinas Kependudukan tidak mau dituduh tidak berpihak pada masyarakat miskin. (Musyayana)