Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Jatuhnya Sang Juara

Jatuhnya Sang Juara

Posted by Media Bawean on Jumat, 27 Januari 2012

Media Bawean, 27 Januari 2012

Penulis : Sumiyati
Pemenang Lomba Menulis 
Media Bawean Tahun 2011
Kategori Penulisan Bahasa Terbaik

Aku adalah siswi yang rajin,tekun dan disiplin. Tidak heran jika semua guru menyayangi dan selalu memberiku motivasi. Hoby-ku adalah membaca dan menulis. Bahkan aku dijuluki si-kutu buku. Aku tak peduli, mau dijuluki kutu buku, sampul buku atau ratu buku, aku tetap enteng menanggapinya. Waktu istirahat yang sebentar itu selalu aku manfaatkan untuk membaca buku di perpustakaan. Aku jarang jajan di kantin. Uang saku dari ibu aku tabung. Supaya tidak keroncongan, aku menyiasatinya dengan sarapan yang kenyang dari rumah. Aku tahu bahwa dengan sarapan aku bisa belajar dengan tenang dan dengan membaca wawasanku menjadi luas.

Masa pubertas adalah masa gejolak dan emosi. Aku juga mengalami masa indah itu. Aku juga sempat terpanah virus “se-me-le-ke-te-nya”cinta. Tapi syukurlah tidak sampai kelewat batas. Sejak aku jatuh cinta kebiasaanku disiplin memudar. Aku belajar sesukaku, malas mengerjakan tugas. Yang ada dipikiranku hanyalah kekasih. Aku jadi pelamun dan pemurung. Aku jatuh sakit. Ibu membawaku ke rumah sakit, tapi sia-sia. Penyakit cinta ini memang tak ada obatnya.

“ Sudahlah. Ibu tahu apa yang kamu pikirkan. Buang jauh-jauh pikiran konyol itu” kata ibu menasehati.
“ Apa ibu pernah merasakan hal seperti ini” tanyaku.
“ Ya. Ibu pernah mengharapkan sseorang yang ibu sayang. Tetapi karena tidak berjodoh maka berakhir juga”.
“ Jadi, ayah bukan laki-laki harapan ibu?”
“ Benar. Ayah bukan harapan ibu. Bahkan kami dulu adalah musuh bebuyutan”

Aku kaget bukan kepalang. Ternyata ayah bukanlah pria idaman ibu. Bahkan awalnya mereka bermusuhan. Tapi setelah menikah mereka rukun-rukun saja dan sering bersenda gurau. Bahkan kini sudah memiliki 2 anak. Yaitu aku dan adik-ku, Husen. Mereka bisa melupakan masa lalunya.

Ujian semester ganjil sudah di depan mata.

Tapi aku menghadapinya dengan santai-santai saja. Pikiranku masih dihantui cinta. Akibatnya, juara kelas itupun lepas dari genggaman. Padahal aku adalah langganan juara 1 sejak kelas VII , bahkan sejak kelas 1 SD. Rani, sahabat karibku kecewa. Karena prestasiku anjlok sementara aku tidak menyesalinya.

“ Sum, aku kecewa dan sedih karena engkau tak lagi menghiraukan prestasimu” ujar Rani.
“ Tenanglah manis, aku memang tak pantas juara. Ini adalah hukuman untuk-ku” jawab-ku.
“ Enteng sekali kau menjawabnya Sum”
“ Ya. Hidup ini Cuma sekali. Aku tidak mau menyusahkan diriku dengan menyesalinya. Aku tak mau diperbudak oleh masalah”.
“ Apa prinsip hidupmu Sum?”
“ Prinsip-ku sekarang adalah LUPUS” jawabku.
“ Maksudmu Lupakan Pacaran Untuk Sementara?”
“ Mungkin untuk selamanya” jawabku lagi.
“ Kenapa demikian Sum”
“ Bagiku, pacaran hanyalah membunuh prestasiku”
“ Lalu bagaimana dengan lelaki yang mencintaimu itu?”
“ Kalau menyayangi silahkan saja. Tetapi kalau mencintai, silahkan minggir saja sebelum kecewa karena aku tolak”

“ Sampai kapan kau akan begini Sum?”
“ Sampai aku tidak konyol lagi. Konyol karena cinta”
“ Konyol kamu”
“ Lebih konyol lagi bila aku terus didera masalah kayak begini. Biarlah aku merasakan sakit karena hilangnya prestasi. Aku berharap engkau tidak mengalami sepertiku. Sakit sekali Ran…”

Keduanya berpelukan erat.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean