Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Oh... Bawean

Oh... Bawean

Posted by Media Bawean on Senin, 16 Januari 2012

Media Bawean, 16 Januari 2012

Oleh : ARIES WAHYUDIANTO
Wartawan Radar Gresik

ANDAIKAN saya sekarang ber-KTP Gresik dengan domisili di Pulau Bawean, tentu saya akan menghadapi segala kerepotan dan kesulitan yang terjadi sejak nenek moyang dulu. Kesulitan tahunan yang sekarang menjadi rutinitas dan entah sampai kapan bakal terselesaikan atau terpecahkan, kendati Gresik sudah gonta-ganti kepala daerah.

Sekarang mari kita berselancar menikmati kesulitan ketika berada di Bawean pada periode musim ombak tinggi. Infrastruktur di pulau seluas 196,27 kilometer persegi ini, boleh dibilang memprihatinkan. Dengan luas jalan lingkar sepanjang 53,2 kilometer, baru 30 persen yang dikatakan mulus.

Mulus untuk ukuran warga bebhian (baca Bawean) belum sesempurna untuk ukuran warga kota yang biasa menikmati aspal hotmix di ruas tol dalam kota Surabaya. Kalau perlu dipertegas lagi, barangkali mirip dengan Jl Raya Kalianak sebelum diperlebar menjadi dua ruas seperti saat ini. Sehingga bisa dibayangkan, bagaimana mengukur jalan di Bawean yang dikatakan tidak mulus. Kalau tidak disebut off road, ya minimal mirip lintasan downhill di pegunungan.

Itu baru jalan, kemudian untuk layanan kesehatan di Pulau Bawean jangan berharap bisa mendapatkan layanan medis yang mencukupi. Di Bawean tidak ada rumah sakit dengan tipe C atau tipe D sekalipun. Di sana hanya ada puskemas yang disulap mirip rumah sakit tipe D. Ada ruang bedah, namun tidak ada dokter spesialis bedah, anastesi, dan spesialis penyakit dalam. Sehingga andaikan Ponari —dukun tiban cilik asal Jombang— buka praktik di Pulau Bawean, pasti laris manis bak jualan pisang
goreng di musim hujan.

Untuk mendapatkan layanan medis lengkap, warga Bawean harus berlayar ke Gresik sejauh 81 mil laut yang ditempuh dengan waktu 3 jam kapal cepat dan 10 jam kapal biasa. Namun dalam musim ombak yang ganas seperti saat ini, mendapatkan pengobatan lengkap harus disertai doa kepada Yang Maha Kuasa agar ombak tidak bergolak.

Bicara ombak dan gelombang laut pada bulan November-Februari, tentunya berbicara juga tentang masalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Beberapa pekan ini, sebagian warga Bawean terpaksa mengikuti anjuran iklan sebuah produk susu berupa Sejuta Langkah. Ya berjalan kaki bersama-sama meskipun dalam kondisi tak sedang berolah raga. Sehat memang, namun sering disertai perasaan jengkel.

Bagaimana tidak jengkel, mereka beraktifitas harus berjalan kaki karena sepeda motor atau mobilnya tidak bisa dijalankan karena premium tidak ada alias kosong di tingkat agen. Mau beli premium, harganya Rp 15 ribu per liter yang sebenarnya di atas harga keekonomian pasaran internasional yang cuma Rp 8.7800 per liter. Itu terjadi karena pengiriman BBM dari Gresik ke Pulau Bawean sering terkendala akibat cuaca buruk.

Cuaca buruk sebenarnya bisa diatasi jika Pemerintah Kabupaten Gresik dan PT Pertamina memiliki kemauan untuk menyediakan kapal yang cukup besar untuk mengirim BBM ke Bawean. Saat ini pengiriman hanya dilakukan dengan kapal layar motor yang membawa BBM dengan drum kecil. Setiba di Bawean, 3 hari saja BBM sudah ludes. Mungkin PT Pertamina perlu dijewer oleh Meneg BUMN agar meniru langkah PT PLN yang bersedia mengoperasikan listrik 24 jam penuh meski harus subsidi. PT Pertamina harusnya menyediakan kapal semi tangker untuk mengamankan ketersediaan BBM selama 24 jam penuh tanpa ada perasaan bakal terjadi kelangkaan.

Kondisi serupa juga dialami oleh penumpang kapal Gresik- Bawean. Mereka yang hendak hilir mudik menggunakan jalur laut dengan kapal penumpang pada bulan-bulan musim ombak, selalu berdoa bisa berangkat. Jika otoritas pengamanan laut (Adpel) sudah membunyikan peluit peringatan ombak, maka penumpang Bawean-Gresik hanya bisa pasrah menunggu. Jika kebetulan posisi menunggu ada di rumah tidak ada masalah, namun jika berada di tempat lain, tidak ada pilihan merogoh kocek lebih dalam untuk membayar penginapan dan makan sampai kapal diberangkatkan.

Ya inilah gambaran kecil kesulitan jika saya menjadi warga Bawean ketika menghadapi masa sulit akibat terjangan ombak, akibat jauh dari pusat pemerintahan, akibat jauh pemegang kebijakan. Warga Bawean yang sudah jenuh dengan keadaan itu, tidak punya pilihan lain selain merantau. Merantau tidak tanggung-tanggung ke Malaysia, Singapura atau ke Timur Tengah. Sekalian kalau merantau di tempat yang menjanjikan upah besar, sarana yang lengkap dan tidak perlu menemui kesulitan lagi. (*/kin)

Sumber : Radar Surabaya

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean